Mohon tunggu...
Wardatul 'Uyun
Wardatul 'Uyun Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hijab Stylist at: http://www.youtube.com/TheHasanVideo

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ir. Sukarno, Bapak Proklamator Yang Juga SUKSES Jadi BRONDONG

10 Juni 2012   03:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:10 2227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_193753" align="alignnone" width="458" caption="Ir. Sukarno bersama Ibu Inggit dalam masa pembuangan di Bengkulu (1940)"][/caption]

Brondong mau dicamil dimanapun juga rasanya pasti nendang. Dan kalau sudah makan brondong biar habis dua kantong karton besar juga nggak kerasa lho! Apalagi dinikmatin sambil nonton film drama romantis ala Korea. Biar sekarung brondong diganyang, dijamin masih belum kenyang. Haha... Itu mah brondong Jagung kali ye! Begitu juga roti brownies, biar jajanan ini mengenyangkan tapi sepertinya kita nggak mau berhenti makan brownies kalau belum tandas satu loyang! Nah lho...mau brondong mau brownies, tidak jauh berbeda dengan makna denotasinya, seorang brondong atawa brownies juga selalu membawa kesenangan tersendiri bagi sang pecinta. Terutama para tante kesepian yang hanya dijejali suami dengan harta berlimpah daripada kebutuhan biologisnya. Kalau sudah begini, ketika iman seseorang sudah dititik akumulasi paling rendah, brondong datang membawa berkah sebagai dewa penyelamat yang memberi sorga sesaat walau pada akhirnya harus memberikan neraka berkepanjangan. Indeed, brondong seringkali di konotasikan sebagai pria muda yang bermesum ria dengan tante girang. Walau sebenarnya harus dilempengkan, tidak semua brondong membawa bencana bagi ikatan cinta. Dan tidak semua brondong membawa prahara bagi rumah tangga.

Brondong secara populer merupakan term yang ditujukan pada lelaki yang jauh lebih muda dari pasangannya. Menurut saya secara personal, pria muda yang mencintai pasangan lebih tua sama sekali bukan kelainan jiwa. Melainkan murni naluri manusia yang melibatkan dua sejoli hingga menimbulkan chemestry kuat dan saling terhubung yang membuat jalinan asmara mengakar meghujam dalam. Walau tidak menampik kenyataan bahwa ada banyak brondong terlibat hubungan percintaan sebab uang semata, sekedar melepaskan libido yang membabi buta. Lepas dari itu, dalam istilah psikologis seorang pria yang mencintai wanita lebih tua dikenal dengan istilah Oedipus Complex. Menggali kembali ingatanku dibangku kuliah, istilah Oedipus Complex digagas pertamakali oleh psikoanalisis tersohor dari Austria, Sigmund Freud. Dalam teorinya, Sigmund mengungkapkan bahwa perempuan berusia lebih tua terbukti masih mampu menjadi magnet bagi kaum pria.

Seiring pergeseran waktu, brondong memang tidak lagi di pandang sebelah mata. Karena dewasa ini menjalin asmara ataupun membina rumah tangga dengan lelaki brondong sudah tidak lagi menjadi tabu. Walau pada realitanya masih sering jadi topik panas yang tak bekesudahan. Kisah percintaan artis kenamaan Indonesia Yuni Shara-Raffi Ahmad misalnya, selalu saja bikin ibu-ibu di komplek saya tinggal menjadi greget luar biasa. “Kegatelan amat itu ih si Yuni udah tuwir juga masih aja nafsu sama brondong, dasar gelo ah” Seringkali ucapan nyinyir seperti ini nemplok sepihak hanya pada sang perempuan. Padahal yang namanya hubungan percintaan tidak akan terjalin kalau saja dua hati tidak saling berpadu. Lantas kenapa hanya Yuni Shara yang jadi sasak hidup dan dapat jatah bogem mentah bulan-bulanan dari pemirsa, dari penggemarnya. Begitulah, seringkali dengan sebab blur wanita lebih rentan jadi objek paling tepat untuk dikambinghitamkan. Runyam memang.

Padahal kalau mau menoleh kebelakang menilik sejarah. Ada banyak drama cinta nyata yang melibatkan serentetan brondong. Berondong hebat lebih tepatnya. Dan mereka mampu melewatinya tanpa harus peduli dengan gunjingan. Tanpa harus peduli dengan jarak usia yang tak berkelindan. Ribu-beribu tahun yang lalu misalnya, seorang Muhammad yang dikultuskan sebagai Rasul oleh umat Islam adalah contoh riil seorang brondong yang begitu mencintai dan menghargai pasangannya, Sayyidah Khodijah. Usia Muhammad yang 15 tahun lebih muda sama sekali tidak menghalangi beliau untuk menerima pinangan Khodijah yang waktu itu genap empat puluh tahun. Sosok Khadijah sebagai wanita terpandang dan seorang janda cantik lagi terhormat telah banyak membantu sang Rasul untuk tetap tegar dan berjuang pada masa sulit awal kerasulannya. Hingga dunia pun menyaksikan, betapa seorang Khadijah adalah istri paling hebat yang sukses mengantarkan suaminya, nabi Muhammad, menjadi pemimpin besar dunia sepanjang zaman. Dari sini seharusnya kita bisa berkaca bahwa seorang wanita yang lebih berumur dari pasangannya cenderung lebih bersikap dewasa, lebih mengerti perihal suaminya, dan yang jelas lebih bisa ngemong. Naluri ibu yang melekat pada usia matang seorang wanita menjadikannya sebagai istri yang setia, sabar dan bisa berfikir lebih jernih. Maka tidak heran jika ia mampu menjadi sosok ibu, teman sekaligus istri bagi suami.

Tidak salah jika proklamator kita pun tak mau kalah dengan gembar-gembor pidatonya untuk selalu melihat jas merah, menyesapi sejarah. Jas merah disini tidak hanya berkutat dengan ranah tertentu saja, melainkan dengan aspek lainnya baik itu sosial, budaya, pendidikan, hankam dsb. Pun dengan kisah asmaranya. Ternyata Bung Karno pun pernah menorehkan kisah menggugah sebagai brondong sukses yang jarang terendus media. Ya, sejak kegagalan Kusno atau Bung Karno pada pernikahan pertamanya dengan Utari putri H.O.S. Cokroaminoto, hati Kusno tertambat lekat pada wanita yang sejatinya lebih pantas jadi ibunya. Dialah Inggit Ganarsih, sang ibu kostnya sendiri. Kusno brondong muda yang usianya baru genap 22 tahun bahkan begitu menggilai wanita Sunda yang usianya terpaut 13 tahun lebih tua. Well, tak banyak yang menyoroti kisah cinta ini. Dan bahkan usiaku sudah dua puluh tiga ketika sempat mengulik kisah lengkapnya di novel sejarah yang ditulis dengan bernas dan apik oleh Ramadhan KH dengan judul “Kuantar Kegerbang”.

Novel berjudul “Kuantar Kegerbang” setebal 431 halaman ini benar-benar menggambarkan besarnya peran seorang Inggit sebagai istri yang setia mendampingi suaminya, Kusno. Sungguh mereka melewati beragam peristiwa dan masa-masa sulit. Salah satunya adalah ketika harus mengekor Kusno yang dibuang ke Ende, Bengkulu dengan ketabahan luarbiasa. Inggit,perempuan sederhana yang bahkan tak bisa baca tulis ini mampu memompa semangat Kusno dengan caranya sendiri. Tiada bosan bibirnya memberikan kata-kata yang mendamaikan hati sang ksatria muda disaat kerapuhan melanda. Tiada lelah pula dia mengingatkan akan mimpi besar yang harus dikejar tatkala kecemasan menggerinda. Tiada pernah pula merasa susah saat kebutuhan dapur membebaninya. Inggit tak pernah sungkan untuk tegak mandiri menghidupi rumah tangganya sendiri. Berbagai usaha dilakoninya, tanpa berkeluh kesah ia berjualan bedak dingin dan jejamuan demi mendapat rupiah hingga berbisnis kotang berenda buatannya ke meneer-meneer Belanda. Mengamini pendapat sesama kompasianer yang tulisannya di posting disini, secara keseluruhan seorang Inggit benar-benar pribadi tangguh yang berperan sangat besar dalam proses pembentukan Kusno muda hingga menjadi seorang Soekarno yang sangat disegani dan dihormati di Indonesia dan juga di mata dunia internasional.

Kembali ke topik kita, menjalin rumah tangga dengan lelaki brondong bukanlah suatu masalah yang harus dibesar-besarkan, dibuat hiperbola. Justru dengan perbedaan usia, baik istri maupun suami semakin tertantang untuk saling menghargai dan menghormati yang berujung pada situasi mendamaikan. Saling memberikan motivasi dan support untuk menjadi lebih baik, sehingga kehidupan rumah tangga berjalan dengan bahagia dan penuh barokah. Sebuah hubungan ataupun pernikahan beda usia, tidak selamanya hanya dilandasi oleh kepentingan nafsu. Karena pada realitanya sejarah menjawab masih ada pernikahan beda usia yang dilandasi dengan cinta, dan kasih sayang, ketulusan, penerimaan kelebihan dan kekurangan pasangan, keinginan berbagi sehingga bisa sama-sama membangun keluarga bahagia sejahtera hingga maut memisahkan.

Kalau mau diperluas space-nya, sebenarnya sebuah hubungan tidak hanya melulu berkutat pada masalah perbedaan usia. Tetapi juga perbedaan budaya, status sosial ekonomi, latar belakang keluarga, lingkungan pergaulan , hobi, yang kesemuanya itubukanlah suatu hal yang menjadi penghalang besar untuk menciptakan sebuah pernikahan yang penuh ketulusan dan cinta. Karena seperti kata pepatah, “Cinta tak Mengenal Perbedaan dan Perbedaan itu Sangat Indah Adanya”. Dus, masih takutkah kita menikah dengan BRONDONG?! Atau masih mending sama BROWNIES kali ye?!

Sebagai pamungkas, tulisan ini diposting bukan karena penulis ingin mendapatkan pembelaan sebab pernah jatuh cinta dan dicintai dokterbrondong yang tiga tahun lebih muda. Ataupun kebiasaan penulis yang selalu saja terpesona dan menjalin cinta dengan pria lebih muda. Melainkan sekedar refleksi dari fenomena sekitar. Yang semoga memberikan manfaat dan pencerahan akan persepsi orang kebanyakan yang masih menganggap perbedaan usia menjadi penghalang. Atau mereka yang menelan mentah definisi brondong sebagai representasi orang-orang muda yang mata duitan, sekedar mengejar kenikmatan. Ok, Salam Persahabatan, SALAM KOMPASIA..

Baca juga coretan saya lainnya:

[caption id="attachment_193755" align="alignnone" width="278" caption="Pesona Ibu Inggit yang meluluhkan hati the founding father"]

1339300455713067597
1339300455713067597
[/caption] [caption id="attachment_193757" align="alignnone" width="300" caption="Negarawan USA, yang juga brondong 2 tahun dari istrinya, Michelle.."]
13393005271735101663
13393005271735101663
[/caption]
Images supported were taken from here..............

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun