Mohon tunggu...
didit budi ernanto
didit budi ernanto Mohon Tunggu... Freelancer - menulis kala membutuhkan

(ex) jurnalispreneur...(ex) kolumnispreneur....warungpreneur

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Harbolnas dan Perlindungan Konsumen Daring

12 Desember 2019   09:22 Diperbarui: 12 Desember 2019   13:19 1388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik merupakan rujukan hukum melindungi konsumen daring.

Dalam pasal 4 UU Perlindungan Konsumen, misalnya, jelas disebutkan bahwa konsumen berhak memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi mengenai jaminan barang dan/atau jasa. Selain itu, semua konsumen berhak memperoleh perlakuan dan pelayanan yang benar, jujur dan tidak diskriminatif. 

Di bagian lain dijabarkan keharusan pelaku usaha memenuhi janji saat promosi penjualan barang dan/atau jasa. Itu tercantum dalam pasal 8 UU Perlindungan Konsumen. Ada hak kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian manakala barang dan/atau jasa tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

Hal sama dipaparkan dalam pasal 48 ayat (3) maupun pasal 49 ayat (1) Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE). Aturan yang wajib ditaati oleh konsumen dan penjual dalam bertransaksi daring, termasuk belanja daring.

Penipuan maupun kecurangan yang dilakukan penjual dalam transaksi belanja daring sebenarnya bisa dikatagorikan sebagai kejahatan siber. Kejahatan siber yang bisa dijerat hukum melalui pasal 28 ayat (2) UU ITE dengan hukuman maksimal 6 tahun penjara serta denda maksimal Rp 1 miliar.

Pun jerat hukum KUHP pasal 378 bisa dikenakan bagi penjual daring yang wanprestasi. Adapun ancaman hukumannya pidana penjara maksimal 4 tahun.

Pasal dalam UU Perlindungan Konsumen, UU ITE, maupun PP PSTE hingga KUHP sebenarnya telah ideal dalam memberi perlindungan bagi konsumen daring. Tinggal mengedukasi para pelaku e-commerce supaya mengimplementasikan semua aturan tersebut.

Ruang gerak "oknum" penjual curang dalam e-commerce pun bisa dipersempit dengan Peratutan Pemerintah (PP) No 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Dalam pasal 15 ayat 1 PP No 80 Tahun 2019 itu mengharuskan semua e-commerce memiliki izin usaha yang diberlakukan pada 2020 nanti. 

PP ini sebenarnya merupakan langkah tepat bagi kepentingan perlindungan konsumen. Dengan adanya izin itu, pelaku e-commerce yang beritikad tidak baik bisa dilacak sehingga mempermudah upaya konsumen yang dirugikan menempuh jalur hukum.

Pemerintah bisa langsung menindak tegas penjual daring yang curang. Tak sekadar mencabut izinnya, tetapi juga melakukan tindakan hukum.

Hal serupa bisa diberlakukan pemerintah terhadap pengelola marketplace yang tetap wajib bertanggung jawab bilamana ada penjual di bawah naungannya yang telah merugikan konsumen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun