Pendukung pembebasan melihat bahwa kasus hukum yang menjerat Tom Lembong sarat dengan kepentingan politik. Mereka meyakini bahwa abolisi adalah cara untuk mengoreksi proses hukum yang dianggap tidak adil atau bermuatan politis.
Bagaimana Pendapat Para ahli atas bebas nya Tom Lembong setelah mendapat Abolisi?
1. Prof. Mahfud MD (Guru Besar Hukum Tata Negara, UII) memiliki pandangan bahwa keputusan Presiden Prabowo memberikan abolisi pada Tom Lembong adalah langkah tepat, karena mencerminkan aspirasi dan "jeritan hati masyarakat" terhadap kasus yang dianggap bernuansa politik
2. Yusril Ihza Mahendra (Menteri Hukum & HAM era sebelumnya, akademisi hukum tata negara) menyatakan secara tegas bahwa langkah Presiden Prabowo sudah sesuai dengan UUD 1945 dan UU Darurat No.11/1954 serta telah melalui konsultasi dengan DPR,
3. Amir (penasihat hukum Tom Lembong) menyambut abolisi tersebut sebagai bentuk evaluasi terhadap penegakan hukum yang dinilai sarat keganjilan. Ia berharap agar aparat penegak hukum yang bertindak tidak profesional dievaluasi.
4. Hanifah Dwi Jayanti / Yance Arizona (pengamat hukum tata negara melalui Hukumonline) mengkritik bahwa penggunaan abolisi dalam konteks tersebut menunjukkan dominasi politik atas hukum, sehingga memperlihatkan bahwa hukum masih berada di bawah kendali kekuasaan politik.
5. Prof. Umbu Rauta (UKSW) menyatakan bahwa meskipun abolisi itu sah secara konstitusional dan memiliki landasan hukum (Pasal 14 ayat 2 UUD 1945), penggunaannya hendaknya didasarkan pada pertimbangan rasional dan prosedur objektif. Ia melihat abolisi dapat berfungsi untuk meredam tuduhan kriminalisasi atau sebagai alat negosiasi politik.
6. Nanda Aulia (pengamat hukum dari Medan) berpendapat bahwa pemberian abolisi ini mencerminkan ketundukan hukum pada kekuasaan politik dan sarat kepentingan politik semata.
7. Irvan Saputra LBH Medan, menyatakan pemberian abolisi itu "tidak tepat secara hukum" dan cacat prosedural karena Tom seharusnya divonis bebas secara hukum, bukan dibebaskan lewat abolisi. Mereka berpandangan bahwa pengadilan seharusnya sudah memutusnya bebas agar nama baiknya bisa kembali dipulihkan secara sah.
8. Abdul Fickar Hadjar (Pakar Hukum Pidana, Universitas Trisakti) menyoroti bahwa vonis penjara 4,5 tahun untuk Tom Lembong sebenarnya sudah agak berlebihan. Ia menilai tindakan Tom adalah kebijakan administrasi, bukan tindak pidana korupsi. Ia bahkan menyebut putusan pengadilan sebagai "norak", penuh pertimbangan yang tidak relevan hukum, dan berharap banding atau kasasi akan menghasilkan pembebasan.
9. Edi Hasibuan (Ketua ADIHGI) menegaskan bahwa abolisi hanya berlaku untuk individu tertentu secara personal. Ia juga memperingatkan bahwa dampak keputusan tersebut bisa memengaruhi kepercayaan publik terhadap penegakan hukum secara lebih luas