Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Maaf Ainun, Kau Cinta Ketigaku

13 Maret 2016   01:53 Diperbarui: 22 Maret 2016   00:27 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="foto dok. Aini Nurbaina"][/caption]

Perpisahan anak-anak kelas XII SMA Ganesha kali ini benar-benar berkesan.
Aini Nurbaina, yang biasa dipanggil ”Ainun” duduk diam. Acara ini benar-benar dirasa merupakan pertemuan terakhir dengan sahabat sekelasnya yang tergabung dalam G5. Juga dengan teman-teman lain. Apalagi guru-guru. Perlahan ia melihat ke arah guru-gurunya. Ia melihat betapa mereka telah hampir tiga tahun bersama-sama. Ainun mendesah.
Gadis itu terhenyak ketika hadirin bertepuk tangan. Gadis itu melihat ke panggung. Hati Ainun berdetak ketika melihat ke panggung. Alwii ……, gumamnya. Gadis itu mengamati mantan ketua OSIS yang siap mempersembahkan lagu. Di sebelahnya pembawa acara tengah menyampaikan kata pengantarnya.
Hadiriiin yag berbahagia. Perpisahan kadang menyakitkan, tapi kadang membawa kenangan. Mungkin itu awal yang baik. Namun ….. aaahhh…. Perpisahan, kadang menjadikan kita sentimental, kadang membawa kita menjadi dewasa! Kita sambut mantan ketua OSIS kita, Alwiiiiii Komaraaaaa!”
Riuh rendah tepuk tangan anak-anak kelas XII yang baru menempuh ujian nasional melihat mantan ketua OSIS yang tampan itu melampaikan tangan.
Lagu yang akan dibawakan adalah Sampaiiii … menutup ….. mataaaaaa!
Ssstt! Bisik Tamia, sahabat Ainun seraya mencubit lengan Ainun yang tenah terbengong-bengong.
“Apa?”
“Relakan. Kamu nggak usah bengong kayak gitu. Norak tahu!”
“Tapi dia tampan bangeeet Taaam…… “ kata Ainun sambil memegang erat lengan Tamia sambil mengguncang-guncangkannya.
“Tapi dia milik orang lain.”
“Haa…aaakh… jangan ngomong gitu!”
“Memang dia ada perhatian sama kamu?”
“Ada, waktu aku duduk sendirian di depan kelas, dia lewat. Dia bilang punten teteh!”
Oooomaigaaad! Itu bukan perhatian, itu namanya unda usuk! Sopan santun tahu!” kata Tamia dilanjutkan dengan tawa terkekeh-kekehnya. Dalam hati merasa kasihan juga melihat Ainun yang tampak kehilangan kesadaran ketika bicara matanya sambil tertuju kepada Alwi.
Ketika intro lagi mulai dimainkan anak-anak band, aplaus awal mulai membahana. Ainun terkesima. Kedua tangannya yang mengepal ditempelkan ke dadanya.     

[caption caption="sampai menutup mata - sofie"]

[/caption]

_________________________________________________________________________________

Jika pembaca ingin mendengarkan lagu Sampai Menutup Mata (Sofie Djasmin) masuk ke link ini :

https://www.4shared.com/mp3/mUXYLVSDce/sampai_menutup_mata.html 

atau klik blog :    edufiksi.blogspot.co.id   (kemudian klik sekali, anda akan mendengar lagi ini)

_____________________________________________________________________________________________________

 Ketika lagu usai, aplaus bertambah meriah. Semua tahu itu lagu perpisahan. Sebuah lagu yang sangat pas dengan suasana perpisahan. Demikian pula Ainun, lagu itu dirasakan sangat indah. Indah karena sakit oleh cinta, oleh kecewa karena cinta. Entah cinta yang mana.

Sejak Ainun mengenal Alwi, ia sama sekali tak berani mengungkapkan apa yang ia rasakan. Sama-sama menjadi pengurus OSIS, ia sering dekat dengan pemuda itu. Tapi apa? Ia tak pernah melihat sebuah tanda-tanda aneh, semacam perhatian atau ketertarikan si ketua OSIS itu kepada dirinya.
“Lihat Nuuun!” tiba-tiba Tamia berteriak mengagetkan Ainun. Ainun yang ditabok lengannya kaget. Dan terlebih lagi ketika mata gadis itu melihat ada seorang gadis lain yang naik ke panggung dan memberikan bunga kepada Alwi. Yang lebih menyakitkan Ainun, Alwi kemudian menerimanya dengan tersenyum manis kepada gadis itu.
“Ooooohh…. Tamiiii…… aku pingsan! Taaaam…”
“Hei jangan pingsan! Norak kamu ah! Lihat gitu saja pingsan.”
“Kita pulang saja Tam!”
“Ainuuuun …… tahan laah! Alwi itu kan bukan apa-apamu! Biarkan saja kenapa?”
“Tapi aku sakiiit…. sakiit banget tuh di sini!” kata Ainun sambil menunjuk dadanya.
Pukul 14.30.
Acara perpisahan kelas XII yang diisi dengan macam-macam hiburan usai. Semuanya puas, kecuali Ainun. Dengan langkah gontai ia meninggalkan tempat duduk. Dandanan khas daerah menambah berat beban di badannya. Pula, make-up yang memoles wajahnya juga membuat dirinya merasa semakin aneh tak ada gunanya. Alwi tak memperhatikan sama sekali.
Keempat teman lain yang mengajak foto bersama tak digubrisnya. Namun teman-temannya memaksanya untuk berfoto. Ainun dipaksa berjalan ke arah gerujukan ruang lobby sekolah.
“Nuun! Ini berapa?” tanya Tamia sambil menunjukkan dua jari di depan mata Ainun.
“Dua….” kata Ainun dengan loyo.
“Naah… masih waras! Ayo senyum ah! Ini masa-masa akhir kita berpakaian mahal, nyewa di salon! Sayang kalau dilewatkan begitu saja!”
Akhirnya dengan menyuruh orang lain, kelima anggota G5 berfoto bersama-sama. Beberapa kali Ainun diteriaki karena wajahnya cemberut, manyun, atau kuyu. Akhirnya usai sudah sesi berfoto di taman gerujukan ruang lobby . Mereka berlima hendak melanjutkan berfoto di tempat lain, namun langkah mereka terhenti ketika ada seseorang mendatangi. Kelima anggota G5 itu terkesima ketika seorang pemuda ganteng menganggukkan kepala dengan sopan.
“Emmm maaf, mau tanya , acara perpisahan sudah selesai?”
“Emm… su…. sudah. Ini baru saja selesai.” yang menjawab adalah ketua kelompok, Erika.
“Em maaf …. ini Erika ya?” tanya pemuda itu kea rah Erika. Gadis yang disebut tampak girang.
“Iiii… iya… saya Erika …” katanya sambil tertawa sumringah.
“Erikaaaa! Ingat Ilham Erika, ingat bunga Amarylis Kembar!” Herlin nyelutuk.
“Huuuuh, kaliah nggak bisa lihat orang lain seneng!” kata Erika merengut diingatkan sahabatnya.
“Maaf, kalian jadi bertengkar! Ilham itu siapa?”
“Pacarnya Erikaaa!” kini yang menimpali Ayu. Erika benar-benar mati kutu.
“Maaf ya, aku tahu ini Erika, dulu kelasnya dekat Multimedia."

"Woow!"

"Sering juga lewat depan Graha OSIS!”
“Kakak tahu? Kakak alumnus sini ya?”
“Heheeee.... iya. Dua tahun yang lalu.”
“Tahu Erika kenapa?”
“Dulu agak hafal,ya itu tadi sering lewat. Dulu kayaknya ada kelompok. Semacam gank gitu.. Erika cs!"

"Haaah, kita dianggap gank?"

"Bukan begitu, bercanda... maaf... mmm ... rasanya hari ini wajah Erika kayaknya belum berubah.”
“Masak sih? Kakak mengenal saya?” Erika heran. Ada sebersit harapan yang ditampakkan di wajahnya.
“Iya, kayaknya salon Erika beda ya? Kalian yang berempat, aku lupa, nggak tahu siapa saja, make-up nya benar-benar menutupi wajah aslinya!”
“Hahaaaa…. tuuuh teman-teman, wajah kalian munafik, tidak dikenal orang. Aku? Anak jujuuur….. ke salon, tiga jam dipoles, oiii ...... wajah tetap Erika!” seru Erika.
“Iiiih… kamu Ka! Tiga jam di salon ikut ngerias sih! Dandan Cuma bedakan tiga menit! Lah ya pantas, keluar salon ya tetap Erika!”
Mendengar celutukan teman-temannya, teman lainnya tertawa. Erika ikut tertawa. Namun tampak ada rasa malu diejek oleh anggota kelompoknya. Ketika itu pemuda yang baru dating mengedarkan pandangan satu-satu ke arah teman Erika yang lain. Semuanya memakai baju daerah.
“Emmm.. maaf semuanya ya. Dulu waktu saya di sini, kalian masih kelas X.”
“Oooo….. “
“Nggak ada yang ingat aku?”
“Enggak. Kakak siapa ya?”
“Sudahlah, aku bukan siapa-siapa. Aku ke sini hanya ada sedikit perlu, mau ketemu anak sini. Kalau nggak salah sih dulu suka bareng dengan Erika, namanya Aini … ya Aini.”
“Ainiiii? Ainuuunnn!” hampir bersamanaan keempat teman Ainun berteriak sambil melihat ke arah Ainun. Pemuda itu mengarahkan pandangannya ke arah Ainun. Yang dilihat salah tingkah.
“Oooo....  ini Aini? Benar Erika?” tanyanya kepada Erika yang wajahnya tampak kecewa.
“Iya… iya … dia Aini Ainun kak! Pacarnya mantan ketua OSIS yang tadi nyanyi di panggung!”
“Oooo… begitukah? Emm, bisa bicara dengan Aini saja?” tanya pemuda minta ijin.
“Nuuun! Tuh si kakak mau bicara! Kita pergi yooo…..” Ayu celutuk sambil mengajak lainnya pergi.
“Maaf, aku tidak mengusir kalian.”
“Nggaaak… nggaak apa-apa, Nun, temanin tuh si kakak!” kata Erika sambil menggelandang teman-temannya pergi.
“Erikaaa…. Yuu…. aduuh Taaam! Jangan pergi!”
“Huuuihhh…. ke kantin sebentar kok!”
Tak menunggu komentar Ainun lagi, keempat temannya pergi. Kini Ainun sendirian gelisah di hadapan pemuda itu.
“Aini? Benar ini Aini?” tanya pemuda itu sambil mengernyitkan dahi.
“Iya, saya Aini.”
“Duduk, ayo duduk ….”
Kebetulan sofa di ruang lobby kosong, pemuda itu mempersilakan Ainun duduk. Bagaikan besi tersedot magnet, perlahan Ainun memenuhi permintaan pemuda itu. Pemuda itupun duduk. Namun masih beberapa saat, pemuda itu melihat wajah Aini serasa tak percaya.
“Seandainya bukan saat acara perpisahan, aku tentu mengenali wajah Aini.”
“Oooh …. “
Make up kadang membuat bingung orang lain. Tapi benar ini Aini ya?”
“Iya, iya … benar Aini. Teman Erika, teman Ayu , juga Herlin dan Tamia yang tadi itu.”
“Ooo…. emm. …. maaf, Aini mengenal aku nggak?” tanya pemuda itu menyelidik.
“Iya, masih ingat. Kak Latif kan?” kata Ainun pelan.
“Hah? Aini masih ingat aku?” pemuda itu terkejut. Namun wajahnya sumringah melihat tajam mata Aini.
“Masih.”
“Alhamdulillaaaaaahh…….. “ kata pemuda yang disebut Aini bernama Latif dengan wajah sumringah. Pemuda itu bersandar ke punggung sofa sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Aini menggigit bibir. Ia heran melihat rona perubahan di wajah Latif. Beberapa saat kemudian Latif menata duduknya. Ia tersenyum.
“Kita nggak perlu kenalan ya? Aini Nurbaina kan?"

"Iya Kak. Kakak tahu namaku?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun