Mohon tunggu...
Serigalapemalas
Serigalapemalas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nihilistik

Penulis pemalas yang nggak suka-suka amat menulis

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Bukti Twitter Membentuk Netizen yang Beretika

9 November 2019   07:06 Diperbarui: 9 November 2019   14:53 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Twitter, media sosial paling underrated dalam kurun waktu belakang ini. Dengan tampilan full text dan murni mengandalkan trending serta kejenakaan penggunanya, membuat twitter seakan tak menarik bagi pengguna baru yang sudah terjerumus ke Instagram dan Facebook. Setidaknya hal ini diamini oleh beberapa tahun lalu kala Twitter nyaris kolaps.

Namun, seleksi alam tak menghentikan laju Twitter. Mereka bertransformasi menjadi media para pembangkang yang muak dengan drama Instagram dan Facebook yang melewati batas wajar ke alayan.

Menjadi diri sendiri, mengamini kesengsaraan dalam balutan kebersamaan serta menjadi senjata paling ampuh untuk menyuarakan pendapat, merupakan indikasi bahwa Twitter berada dalam tingkat evolusi berbeda dalam media sosial.

Twitter, turut meningkatkan budaya membaca penggunanya

Beda halnya dengan sosial media lain, di Twitter kita tak bisa menyimpulkan isi postingan berdasar judul saja. Apalagi jika itu berupa thread/utas. Karena bisa saja, isi cuitan tersebut memuat alur plot twist atau kiasan yang perlu ditelaah lebih dalam.

Ditambah, dengan minimnya grafik atau gambar dalam suatu postingan, membuat penggunanya mau tak mau harus membaca sampai habis dan dibuat tak manja oleh indahnya visual layaknya instagram.

Kalimat baru, pemahaman baru dan isu baru yang sedang diangkat dan kebetulan trending, membuat pikiran warga Twitter terangsang untuk mencari makna sebenarnya dengan apa yang dibicarakan orang.

Maka tak heran jika para pengguna baru akan kebingungan dengan istilah mutual, sambat maupun rl yang bertebaran di base, beranda maupun halaman trending topic.

Lambat laun, Twitter menciptakan suatu kelompok netizen yang taat membaca dan melahap habis postingan tanpa memaki-maki duluan. Mereka juga santai dengan isu-isu panas yang sedang terjadi karena ketelitian dan kedewasaan mereka dalam bermedia sosial.

Baca juga: Terjebak dalam lingkungan 'Toxic'

Rakyat twitter, netizen paling dewasa di antara para pengguna sosial media lain?

Twitter adalah tempat pelarian sempurna bagi netizen yang sudah muak dengan drama sosial media. 

Kala Facebook semakin liar, Youtube kian menghawatirkan dan instagram bergerak jauh menjadi budak eksistensi yang minim esensi, maka Twitter akan jadi wadah paling nyaman untuk mengeluarkan semua keluhan kita.

Dengan di tempa oleh isu-isu sensitif serta di dukung oleh pengguna lamanya yang menjunjung kebebasan berpendapat, kalem dan terus terang, membuat warga Twitter lambat-laun menjadi salah satu pengguna sosial media yang dewasa dan cerdas.

Tapi balik lagi, tentu tak semuanya. Namun, jika disandingkan dengan instagram apalagi Facebook, pengguna Twitter dirasa lebih dewasa dalam bersikap dalam dunia maya.

Adat diisi lembaga di tuang, peribahasa tersebut dirasa cocok untuk rakyat Twitter. Sebab, dalam menggunakan sosial media lain di luar Twitter, mereka biasanya tetap menjaga etika dan kebiasaan mereka yang bersahaja.

Santai namun kritis

Rebahan dan gamblang, fusi yang sudah melekat dalam citra rakyat Twitter. Setidaknya untuk generasi milenial dan Gen Z yang santai. 

Di Twitter, mereka menjadi diri sendiri yang tak malu mengakui keadaan diri. Seakan, kemiskinan yang di instagram malu di eksploitasi,  di sini mereka bebas berekspresi. Dan malah, berlomba-lomba menjadi manusia paling sengsara dalam abad ini.

Namun, di balik tameng rebahan yang selama ini digaungkan, pun mereka bisa jadi pribadi yang paling kritis dan berhati besar yang menjadi garda terdepan dalam urusan kemanusiaan. Hal ini bisa diwakili dengan fitur universal 'please do your magic' yang berarti kode umum kemanusiaan bagi pengguna twitter.

Dengan fakta demikian, bukan berarti Twitter lebih superior, tinggi dan memiliki pengguna yang baik hati ketimbang media sosial lain. Sebab, hal ini berdasar observasi pribadi yang tentu saja bisa dipatahkan dengan mudah oleh pembaca kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun