Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Let's talk about life.

IG: cakesbyzas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Aib Dijadikan Konsumsi Publik?

5 April 2025   08:00 Diperbarui: 5 April 2025   06:58 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak seharusnya aib disebarkan di ruang publik (freepik)

Dalam Islam, aib seseorang adalah sesuatu yang harus dijaga. Rasulullah sangat menekankan pentingnya menjaga rahasia dan keburukan diri sendiri maupun orang lain. Dalam sebuah hadits, beliau bersabda:

"Barang siapa yang menutupi aib saudaranya, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat." (HR. Muslim)

Hadits ini mengajarkan kalau menjaga aib, baik diri sendiri maupun orang lain, bukan cuma sekadar etika sosial, tapi juga bagian dari ibadah yang akan mendatangkan perlindungan dari Allah. Sebaliknya, siapa yang suka mengungkap aib orang lain, ia bisa mendapatkan balasan yang setimpal. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:

"Wahai orang-orang yang beriman dengan lisannya tapi belum masuk ke dalam hatinya! Janganlah kalian mengghibah kaum Muslimin dan jangan mencari-cari kesalahan mereka. Sebab, siapa yang mencari-cari kesalahan saudaranya, maka Allah akan membuka aibnya, dan siapa yang Allah buka aibnya, maka Allah akan mempermalukannya di rumahnya sendiri." (HR. Abu Dawud)

Jelas kalau Islam melarang perilaku mencari-cari kesalahan dan menyebarkannya. Bahkan kalau seseorang mengetahui kesalahan orang lain, lebih baik ia mendoakan dan menasihati secara pribadi daripada menyebarkannya ke publik.

Mengumbar aib diri sendiri juga termasuk perbuatan yang tidak dianjurkan. Rasulullah bersabda:

"Setiap umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa. Termasuk terang-terangan adalah seseorang yang berbuat dosa pada malam hari, kemudian di pagi harinya ia berkata: 'Wahai fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu.' Padahal Allah telah menutupi aibnya, tapi ia malah menyingkapnya sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini menunjukkan kalau kalau Allah sudah menutupi kesalahan kita, tidak seharusnya kita membuka aib tersebut kepada orang lain. Sebaliknya, kita dianjurkan untuk bertaubat dan memperbaiki diri tanpa perlu membagikan keburukan kita ke publik.

Menjaga Lisan dan Jari dalam Era Digital

Di zaman sekarang, menjaga lisan tidak cuma berarti menahan ucapan, tapi juga menahan jari dari menulis dan menyebarkan hal-hal yang tidak perlu. Dunia digital membuat kita lebih mudah berbicara tanpa berpikir panjang, tapi dampaknya bisa jauh lebih besar dibandingkan percakapan langsung.

Kalau kita tergoda untuk mengungkapkan sesuatu yang buruk, tanyakan kepada diri sendiri: Apakah ini benar-benar perlu? Apakah ini akan membawa manfaat? Bagaimana kalau saya yang berada di posisi orang yang aibnya diungkap? Kalau jawabannya lebih banyak mengarah ke hal negatif, maka lebih baik menahan diri.

Menjadi pribadi yang menjaga rahasia dan keburukan diri maupun orang lain bukan berarti kita tidak boleh berbagi cerita atau pengalaman. Tapi, pastikan kalau tujuan dari berbagi itu adalah untuk memberi pelajaran, bukan sekadar mencari perhatian atau melampiaskan emosi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun