Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kau Kini Terkenang Abadi

19 Juli 2020   20:50 Diperbarui: 19 Juli 2020   21:47 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Pikiran Rakyat Depok

Sebagai orang yang pernah mengenal sedikit tentang sastra, kita semua tentu akan tahu dan mengenal sosok sastrawan terbaik bumi pertiwi yang selalu melahirkan gagasan baru dalam dunia fiksi maupun non fiksi dan masih relevan sampai sekarang. Dialah Sapardi Djoko Damono, Sastrawan klasik Indonesia yang biasa dikenal dengan sebutan SDD.

Pria kelahiran Surakarta 20 Maret 1940, memiliki tulisan sastra yang sederhana namun penuh makna dan menginspirasi banyak orang. Kini, beliau sudah kembali ke hadirat Sang Pencipta, tepat di hari Minggu, 19 Juli 2020 pada usia 80 tahun. Usia yang panjang dengan hidup yang sudah diberikan sepenuhnya pada dunia, mendedikasikan dirinya sebagai pengajar, serta memberikan spirit pada kaula muda untuk berani menghadapi tantangan perkembangan zaman.

Saya kagum dan bangga dengan setiap coretanmu yang sangat dalam akan makna, bahkan ketika kini engkau tiada, engkau masih sempat melukis kenangan: 'pada suatu hari nanti, Jasadku tak akan ada lagi, Tapi dalam bait-bait sajak ini, Kau tak akan kurelakan sendiri // Pada suatu hari nanti, Suaraku tak terdengar lagi, Tapi di antara larik-larik sajak ini, Kau akan tetap kusiasati // Pada suatu hari nanti, Impianku pun tak dikenal lagi, Namun di sela-sela huruf sajak ini, Kau tak akan letih-letihnya kucari' (1991) - (IDN Times, 19/7/2020). Inilah salah satu puisi Sapardi Djoko Damono yang ia dedikasikan dan kini menjadi catatan kenangan istimewa yang saya gunakan untuk mengenangnya.

Untuk saya, puisi tersebut sangatlah menarik. Karena diksi yang dipakai Sapardi, memang sederhana. Walau demikian, liriknya memiliki makna yang sangat dalam, sehingga pesan dari puisi tersebut tersampaikan pada setiap pembaca. Saya kira, puisi tersebut begitu romantis, sebab didalamnya tergambar bagaimana kasih sayang seorang Sapardi yang seakan-akan tidak pernah usai seperti yang tertuang dalam larik 'kau  takkan kurelakan sendiri'.


Dari puisi ini pula, saya melihat bahwa Sapardi mampu menyatukan unsur-unsur ke dalam wujud penyampaian bahasa penyair. Meskipun Sapardi menggunakan bahasa yang lugas dalam menyampaikan perasaanya, akan tetapi, ia tidak meninggalkan ciri khas bahasa sastra yaitu bahasa estetik. Oleh karena itu, ia memilih diksi yang berakhir dengan hurif i-i-i-i pada tiap baitnya. Seperti pada kata nanti, lagi, ini, sendiri dan seterusnya. Ia juga tetap menggunakan kata-kata yang bermakna kias, seperti kata jasadku, suaraku, dan impianku.

Akhhh,, sungguh kaya kalau kita berusaha masuk dalam setiap puisi yang dibuatnya. Saking kaya makna, saya hanya bisa menjelaskan secara sederhana apa yang saya peroleh ketika membaca puisi tersebut. Setiap kita akan berbeda tafsiran, tetapi esensi puisi Sapardi tidak akan pernah using dan tergantikan. Setiap puisinya memiliki jiwa yang seakan hidup ketika dibaca orang lain. menghidupi puisi Sapardi akan membawa kita pada ketenangan batin dan kebahagiaan tersendiri. Hanya itu yang bisa saya rasakan dan tuliskan.

Selamat jalan pujangga kebanggaan Indonesia, penyair terbaik yang pernah kami miliki. Kepergianmu mengingatkan kami bahwa 'yang fana adalah waktu' dan kita abadi. Sampai kapanpun ketika kita menulis, maka kita akan dikenang oleh beribu generasi. Bahkan coretan penuh makna yang sering engkau buat akan menjadi pelajaran terbaik bagi kami semua yang masih berziarah di dunia ini.

Engkau akan selalu dikenang selamanya. Teriring salam dariku, yang diungkap 'Dalam Doaku'. Itulah serpihan kecil tulisan yang engkau lantunkan pada kami dalam sajak penuh makna. Memang hanya itu yang bisa saya katakan, sebab dalam doa, kita dekat. Dalam doa, kita akan saling bertemu. Tuhan yang menghidupkan, Tuhan pulalah yang mengambil kembali ciptaan-Nya. Yakinlah bahwa setiap kita akan menuju jalan yang sama, yakni situasi batas dalam kefanaan duniawi. Tetapi, keabadian Surgawi akan menanti kita, jika selama hidup kita memberi diri sepenuhnya kepada orang lain. Sapardi Djoko Damono sudah memberikan segala yang ia miliki. Apresiasi dan hormat patut diberikan setinggi-tingginya. Ia tidak saja dikenang sebagai pujangga atau sastrawan, tetapi 'pahlawan' yang membuka nurani generasi bangsa lewat goresan tinta kaya makna akan hidup yang sesungguhnya.

Requiescat in Pace (RIP) 'Sapardi Djoko Damono'

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun