Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menerka Calon Presiden: Berambut Putih dan Berwajah Keriput?

1 Desember 2022   21:34 Diperbarui: 1 Desember 2022   21:51 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ganjar Pranowo. Sumber: voi.id

Diceritakan, seorang ibu sedang menghadapi masalah yang pelik. Beliau lalu mengahdap Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Hendak menyampaikan dan meminta petunjuk untuk penyelesaian masalah ke Sinuhun.

Setelah mendengar paparan dan berpikir, Sinuhun lalu menjawab pendek dan bergegas, "Watu ireng, jambul wanen."

Giliran si ibu yang kebingungan. Hendak bagaimana memaknai "sanepa" dari Sinuhun. Bagaimana ini, hendak mencaritemukan pemecahan masalah, tetapi kok malah harus memecahkan teka-teki.

"Sanepa" adalah ungkapan untuk menggambarkan perumpamaan.

**

Singkat cerita, si ibu lalu mendapatkan petunjuk awal bahwa yang dimaksud adalah "(seperti) batu hitam, dan memiliki rambut yang berwarna putih". Masalah pertama dapat dipecahkan.

Masalah kedua adalah: Siapa gerangan pribadi yang dimaksud?

Singkat cerita yang kedua, sosok tersebut mengarah kepada Prof. Dr. Selo Soemardjan.

Tentang Selo Soemardjan, tirto.id sempat mengunggah profil secara cukup lengkap di tautan berikut https://tirto.id/selo-soemardjan-dari-camat-jadi-profesor-sosiologi-cLLG

Singkat cerita yang kedua, persoalan tersebut dapat diselesaikan dengan pendampingan Prof. Selo.

**

Jaman sudah berubah dalam banyak tatanilainya. "Sanepa" mungkin dapat tidak lagi menarik. Semua perlu cepat diputuskan dengan terang-benderang. Masalah perlu diatasi secepat dan sekilat menuang bumbu mie instan.

Lalu dalam sekejab didapat rasa mie goreng, rasa rendang, rasa soto ayam, rasa kaldu ayam dan seterusnya. Tidak perlu ditanyakan mengapa saya hafal. Untuk hal yang kriuk dan gurih, tentu terminologinya tidak akan jauh dari saya.

Hidup yang dapat tidak sederhana perlu dipecahkan dengan segera. Setidaknya didapat substitusi dengan rasa artifisial yang dijajakan di toko-toko waralaba.

Seolah-olah tetapi bukan sebenarnya. Mirip tetapi berbeda. Sama tetapi lain. Enak tetapi kurang nikmat. Heboh tetapi hampa. Aroma tidak sesedap rasanya. Eh, rasanya tidak sesedap aromanya. Halah!

Pokoknya semua harus cepat dan segera. Seperti mimpi Orde Baru di masa lalu tentang "tinggal landas" tetapi toh berujung pada "tinggal di landasan".

Apalagi pada masa sekarang ketika semua harus cepat terjadi dan terealisasi "at any cost".

Coba simak sedikit silang-kata dan silang-pendapat tentang ciri-ciri seorang pemimpin yang dilontarkan oleh Presideng Jokowi yang kemduian ditanggapi oleh Partai Demokrat.

Tempo.co mengutip tanggapan dari Partai Demokrat atas pernyataan Presiden Jokowi tentang "sanepa" untuk "rambut putih dan wajah yang berkerut" sebagai ciri-ciri pemimpin yang peduli kepada persoalan berbangsa.

Seperti ditayangkan pada tautan https://nasional.tempo.co/read/1661727/demokrat-kritik-analogi-jokowi-keriput-dan-rambut-putih-tanda-penuaan

Kutipan dua paragrafnya adalah sebagai berikut:

"Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengkritik ucapan Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal sosok pemimpin yang layak dipilih. Jokowi sebelum menyinggung soal pemimpin berambut putih dan keriput yang sebaiknya dipilih oleh masyarakat pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024."

"Kamhar menilai ucapan Jokowi itu sebagai pembodohan kepada masyarakat. Dia menyatakan tak ada satu pun literatur yang bisa menyatakan bahwa rambut putih dan keriput sebagai ciri pemimpin yang mengetahui penderitaan dan memperhatikan rakyat."
 
**

Kalau saja pada cerita pertama, misalnya, si ibu marah kepada Sinuhun, mungkin akan banyak hal negatif yang menimpa. Setidaknya tidak ditemukan jalan keluar. Itu paling minimal.

Tetapi karena si ibu cukup rendah hati dan mau menerima masukan, maka masalah terpecahkan. Dalam pendampingan Prof. Selo, yang oleh Kompas dicatat sebagai Bapak Sosiologi Indonesia.

Pada kasus kedua, Jokowi pasti lebih banyak dipahami sebagai politikus alih-alih sebagai narasumber. Sehingga Partai Demokrat merasa perlu menanggapi dengan cepat dan tangkas. Meski, bagi saya, yang tertampilkan kemudian adalah kedangkalan cara berpikirnya.

Bila dan konteks "sanepa", maka saya setuju dengan Presiden Jokowi. Berambut putih dapat dimaknakan sebagai yang mau berpikir keras dan cermat. Syukur-syukur bijaksana.

Muka yang berkerut dapat dipahami sebagai yang "bahkan tidak memedulikan dirinya sendiri". Mencurahkan pikiran dan akal-budi untuk bangsanya.

Maka, tanggapan Partai Demokrat yang memakai kutipan diksi "literatur" justru menampakan tidak literatifnya tanggapan itu. Tidak saja bagaimana cara menyampaikan, tetapi juga bagaimana disampaikan.

**

Bagaimana jika sosok yang dianggap dimaksud adalah Ganjar Pranowo? Wajahnya berkerut dan rambutnya memutih?

Bagi Ganjar diskusi dangkal tentang "rambut" putih dapat dengan sederhana dipupus: rambutnya disemir hitam. Selesai!

Bagi Ganjar diksusi tentang wajah yang berkerut dapat selesai dengan cepat: tinggal foto diri dengan kamera jahat. Langsung deh kinclong dan mulus.

Tetapi rasanya lalu ada diskursus yang terasa hilang lalu menjauh sayup, yaitu bagaimana kita mencermati pemimpin yang dapat diusahakan untuk dihadirkan kelak. Dengan keterbatasan pilihan sosok, dengan segala kekurangan dalam mekanisme. Dan dalam segala keruwetan pada level implementasi.

Pastur yang juga pakar filsafat Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ mengatakan bahwa salah satu kriteria seorang pemimpin yang baik adalah figur yang memiliki visi: akan dibawa ke mana masa depan suatu bangsa.

Bukan sekedar seseorang yang mampu memecahkan berbagai persoalan. Bukan sekedar yang bisa membawa gerbong yang berisi para pendukungnya ke kursi-kursi tampuk kekuasaan. Sambil membagikan roti.*

I Maguwo I 01 Desember 2022 I 07.02 I

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun