Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menanti Jokowi, Calon Presiden atau Presiden RI?

24 Maret 2019   16:03 Diperbarui: 24 Maret 2019   16:25 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami berjalan ke biara melintasi sebuat taman sebelum masuk ke biara. Dengan lahan sekitar 6 hektare, masih terdapat kolam dengan biawak yang berenang ke sana ke mari.

Karena tidak mungkin duduk manis di kursi penumpang, saya minta ijin untuk boleh mengemudikan mobil. Dengan begitu tentu saya merasa lebih nyaman. Sedikit berguna bagi para suster, setidaknya hehehe.

Kami mampir ke katedral sebentar. Sebuah bangunan berusia 100 tahunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya.

"Bapak mandi dulu saja, kami tunggu di lobby," kata suster setelah kami sampai di hotel.

Bergegas mandi dan berganti baju, lalu menjumpai para suster. Saya berfikir kami akan bertemu pemilik hotel.

"Kita ke luar sebentar ya pak," sapa suster setelah saya sampai di lobby lagi. Saya menduga kami akan menemui pemilik hotel di suatu tempat.

Suster menjadi penunjuk jalan. Setelah melewati patung bekantan di sebuah taman, kami lalu menyusuri tepian sungai Martapura. Berbelok beberapa kali, lalu kami malah sampai di sebuah rumah makan ikan bakar.

Saya baru tersadar ternyata para suster tidak berterus terang. Mereka hanya hendak mentraktir ikan bakar dari sungai Martapura. Dengan sambel sangat enak, semacam sambel andaliman di Batak.

"Bapak kan tamu kami," kata Mbak Ning, salah satu suster sambil tertawa. Ternyata Mbak Ning adalah kakak dari Rama Vikep DIY Adrianus Maradiya, Pr. Kalau tidak keliru, ada tiga pastur dan satu suster dari keluarga Mbak Ning.

"Saya senang di Banjarmasin. Kami boleh melayani dengan gembira," kata Mbak Ning di sela perjalanan. Waktu itu Mbak Ning baru saja pulang dari Ungaran, menunggu ibunya yang gerah sepuh.

Di Yogyakarta, Rumah Sakit Panti Rapih adalah juga rumah sakit yang dikelola para suster. Dari tarekat CB. Loyal customers rumah sakit ini sudah sampai ke garis cucu pada saat ini. Ambulan pertama yang dimiliki adalah "paringan" (pemberian) Ngarso Dalem Sri Sultan Yogyakarta. Panglima Besar Jenderal Sudirman tercatat pernah dirawat di Panti Rapih. Sebuah puisi yang dituliskan oleh Panglima Besar dipahatkan pada sebuah batu marmer. Dan ruang perawatan itu kalau tidak keliru sudah dijadikan sebagai benda cagar budaya, bersama dengan "onder de bogen".  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun