Suster-suster yang bertanggung-jawab terhadap fasilitas fisik pelayanan, tidak segan akan "mendulitkan" (baca: menyentuhkan ujung jarinya) untuk mengecek apakah sudah besih sesuai standar atau belum.
Ini dapat terjadi baik di rumah sakit, sekolah atau di panti asuhan. Tempat di mana suster-suster memilih ladang pengabdian. Mendedikasikan seluruh hidup dan karyanya untuk kebaikan bersama. Tidak mengherankan saluran air atau kamar mandi selalu terlihat bersih dan terjaga.
Maka salah satu yang paling menyenangkan adalah kalau berkunjung ke tempat mereka berkarya.
Akhir bulan lalu saya ke Banjarmasin. Ke tempat salah satu karya para suster di sebuah rumah sakit di tengah kota. Menurut para suster dari ordo SPC itu, Banjarmasin adalah salah satu kota yang paling kondusif dari sisi hubungan sosial.
Bila para suster berkeliling rumah sakit, para pasien tidak canggung memanggil mereka. Meminta didoakan supaya segera sehat. Di antara mereka juga terdapat para para haji dan hajjah. Menjumpai suster bergandengan tangan dengan seorang ibu berhijab terasa menyejukkan. Mereka bertukar sapa dengan muka ramah dan tulus. Dan memeluk satu sama lain.
Benarlah bahwa beragama adalah hanya laku cinta dan mencintai. Agama bukan Tuhan. Agama adalah cara mencintai Tuhan secara vertikal dengan pengejawantahan secara horizontal kepada sesama. Tidak mungkin mencintai Tuhan tetapi membenci sesama manusia.
Bagaimana cara para suster tidak berterus terang?
Sorenya, setelah urusan pekerjaan selesai saya ditanya oleh seorang suster, "Bapak menginap di mana?"
Lalu saya sebutkan nama sebuah hotel.
"Kalau begitu kita barengan saja ya. Kami bertiga juga hendak bertemu pemiliknya," kata seorang suster dengan logat Batak Toba.
"Kita ke biara sebentar ya pak. Kita bawa mobil kami saja," lanjut suster.