Belakangan, banyak pidato dan pernyataan pejabat yang dinilai meresahkan. Cenderung menimbulkan kesalahpahaman. Diksinya terkesan serampangan. Bahkan ada pula yang cara bicara, dan gagasan yang dilontarkannya dirasa terlampau sederhana jika disampaikan oleh seorang pejabat negara. Apakah itu merupakan indikasi bahwa pejabat kita kurang nutrisi bacaan? Lantas bagaimana mengatasi darurat baca pejabat kita hari ini?
Ada sebuah pertanyaan sederhana, tetapi sejatinya sangat dalam, mengapa sih pejabat harus banyak membaca buku?
Pertanyaan ini sama sekali bukan untuk menguji, apalagi menghakimi. Ini hanyalah suara hati dari rakyat kecil yang masih punya harapan besar terhadap pemimpin bangsanya. Membaca, bagi seorang pejabat, seharusnya bukan hanya sekadar hobi. Namun ia adalah bekal yang bisa menambah dan mencerminkan kapasitas diri, memperkaya wawasan, dan menuntun pada kebijakan yang lebih bijak.
Membaca sebagai Nutrisi Pikiran
Seperti halnya menulis, membaca adalah nutrisi. Ia membuat gagasan lebih berbobot, kata-kata lebih terarah, dan kalimat lebih mudah dipahami. Begitu pula dalam berbicara, pejabat yang gemar membaca akan lebih tenang, matang, dan penuh pertimbangan dalam menyampaikan pandangan. Kata-katanya tidak lagi mengambang. Ya, karena ada dasar ilmu dan keluasan perspektif di balik setiap ucapan.
Kita tentu sering mendengar pepatah "buku adalah jendela ilmu". Maka, alangkah idealnya bila bangsa ini ditangani oleh mereka yang rajin membuka Jendela itu. Membaca buku sebagai jendela menuju pengetahuan yang seharusnya dimiliki dan dikuasai. Sebab, mengelola negara bukanlah perkara sederhana. Ia membutuhkan orang-orang yang mau terus belajar, termasuk dari buku.
Saat Jabatan Tidak Linier dengan Latar Belakang Pendidikan
Kita memahami bahwa tidak semua pejabat menempuh jalan linier antara latar pendidikan dengan posisi yang kini diemban. Ada yang kuliahnya tidak berkaitan langsung dengan bidang garapan, bahkan ada yang memperoleh jabatan tanpa bekal akademik yang kuat. Namun, itu bukanlah akhir dari segalanya. Belum terlambat untuk memperbaiki segalanya.
Membaca buku menjadi jembatan penting. Meski tidak mengenyam pendidikan khusus di bidang tertentu, seorang pejabat bisa memperkaya dirinya lewat bacaan. Dengan membaca, kekosongan pengetahuan bisa diisi, wawasan bisa dilengkapi, dan pidato pun tidak lagi terasa serampangan.
Kapan Seharusnya Mulai Membaca?
Membaca Itu Sederhana. Tidak selalu menuntut waktu khusus yang panjang. Ada beberapa cara sederhana yang bisa dilakukan:
Membaca di waktu luang.
Lima belas menit setiap pagi, siang, dan malam, jika konsisten dilakukan, akan membawa perubahan besar.
Menargetkan buku sesuai bidang kerja.
Misalnya pejabat di bidang energi membaca buku-buku energi, pejabat pendidikan membaca literatur pendidikan. Dengan begitu, setiap kata yang keluar terasa berkelas karena lahir dari pemahaman.
Mengikuti informasi terkini.