Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Anak Lelaki

11 Mei 2020   21:19 Diperbarui: 11 Mei 2020   21:32 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Michael Podger/Unsplash

"Hidup memang tidak selalu berpihak kepada pelakunya, Amira," ujar Johan.

Tatapan lelaki itu datar. Ia menghela napas panjang mengusir sesal yang bertumpuk. Mengapa aku tidak bertemu denganmu di masa lalu? 

Amira, perempuan itu teralu baik untuk disakiti. Johan tidak habis pikir, mengapa lelaki bernama Hendrik begitu tega menyakiti Amira.

Bagi Johan sendiri, Amira adalah perempuan yang istimewa. Selain cantik dengan tampilan terbaik seorang peremuan, mata bulat, kulit putih mulus dengan tubuh tinggi semampai. Amira pun memiliki kecerdasan yang hebat. Pemikiran yang brilian. Bahkan, dalam beberapa situasi Amira selalu mampu mengendalikan sikap. Kepandaiannya membawa diri, membuat perempuan itu terlihat semakin anggun dalam penilaiinnya.

Siapa sangka, jika di balik senyumnya yang selalu terkembang ada luka yang begitu dalam disembunyikan. Hendrik sang suami benar-benar telah membuat kehidupan perempuan usia 28 tahun itu porak-poranda. Kelainan seksual yang dimilikinya membuat hubungan suami istri tidak lagi sehat. Kehidupan rumah tangga pun carut-marut. Hendrik menyukai lawan jenis, pun sesama jenisnya.

"Aku mohon maaf, jika boleh tahu, sejak kapan Hendrik begitu?" Dengan sangat hati-hati Johan melontarkan pertanyaan.

Lelaki itu begitu takut melukai hati perempuan yang telah lama dicintainya. Hanya saja ia harus pandai-pandai menyembunyikan rasa. Walau sudah lama ia ingin sekali memiliki pengganti istrinya yang telah lama pergi, tidak berarti ia harus menyatakan cinta kepada perempuan bersuami.

Mengungkapkan perasaan kepada perempuan sehebat Amira hanya akan mengundang tamparan keras di pipinya. Oh tidak, tentu tidak. Amira tidak akan sekasar itu. Ia bukan perempuan tempramen. Hanya saja malu rasanya jika Johan sampai terlalu berani menyatakan perasaannya.

Amira menunduk. Matanya berkaca-kaca. Sebutir bulir air meluncur begitu saja di pipinya yang putih. Segera ia menyekanya dengan jemarinya.

"Baik, aku tarik lagi pertanyaanku. Tidak usah kau jawab," ucap Johan dengan penuh rasa sesal.

"Dia sudah begitu sebelum menikahiku," ujar Amira di tengah isak tangisnya. "Namun ia merahasiakannya dariku. Aku baru tahu kemudian, ketika aku sedang mengalami masa nifas pasca melahirkan. Ia sering bepergian dan pulang larut malam dan membiarkanku begadang sendirian menunggui bayi kami yang rewel. Ketika ia pulang begitu larut dan tertidur lelap, aku tidak sengaja mengangkat sebuah telepon."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun