Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lidahmu Begitu Tajam, Mengapa?

23 Februari 2020   14:29 Diperbarui: 23 Februari 2020   14:34 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi diolah dari bacaterus.com

Setiap orang berhak berbicara, karena Tuhan telah menganugerahkan manusia lisan yang sempurna. Semuanya bisa berkata apapun sesuka dirinya. Namun jangan lupa, di sekeliling kita pun ada telinga-telinga dan hati yang menggantung di dada manusia lain yang bisa merasakan akibat buruk dari perkataanmu yang menyayat hatinya.

Semakin maraknya akun-akun media sosial, semakin memudahkan orang mencela. Banyak di antara kita dengan bebasnya mengemukakan pendapat tanpa menyaring kalimat. Menyampaikan kritikan tanpa memerhatikan perasaan. Betapa teganya. Mereka lupa berkaca, sudah bebaskah diri dari cela. Lupa bercermin, sudah bersihkan diri sehingga bisa bertindak jadi hakim atas kehidupan orang lain. Jangan lupa, kita memang punya mata untuk melihat kehinaan, tetapi kita tidak selalu tahu kebenaran apa yang ada di balik keburukan yang terlihat sepintas dari luar tersebut.

Karena zaman sekarang, tidak semua pencuri adalah penjahat. Banyak yang mencuri karena alasan rasa lapar yang mendera. Sekarang, tidak semua yang ketergantungan adalah murni pengobat. Namun bisa jadi ia adalah korban ketidakberesan dalam keluarga dan masalah pribadinya. Tidak semua perceraian tercipta karena kekerasan dalam rumah tangga dan perselingkuhan, sebab ternyata ada perpisahan yang terjadi karena alasan syariat. Karena takut Tuhannya melaknat dan mendapat siksaan pedih di akhirat.

Kita tidak pernah benar-benar tahu. Sedalam apapun menyelami masalah orang lain, kita tidak akan pernah mampu sepenuhnya tahu. Karena kita bukan mereka yang sedang mengalaminya. Boleh jadi, ketika seseorang menangis di hadapan kita, kita menganggapnya cengeng, lebay, bahkan berlebihan. Namun jangan salah, ketika kita berpikiran begitu, itu karena kita tidak tahu apa-apa, tentang kesedihan yang dirasakan oleh orang tersebut. Bohong, ketika berkata, "aku mengerti perasaanmu," jika masih mengucapkan kalimat, "gitu aja ditangisin, udah lupain aja!"

Melupakan kesedihan dan meniadakan rasa sakit di dalam hati tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Maka, memberikan "ruang pemulihan" dan membiarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri adalah pilihan terbaik daripada terus-menerus mencampuri dan memberikan saran-saran yang sebetulnya belum tentu berarti.

Masalah yang menimpa seseorang dengan orang yang lainnya bisa saja mirip atau serupa kadarnya. Akan tetapi kadar ketahan terhadap masalah yang dihadapi tidak sama rata. Allah menciptakan pundak dengan kekuatan yang berbeda-beda. Jadi, jangan pernah menyama ratakan, ya!  

Mari sama-sama belajar untuk menjaga lisan. Tidak baik berucap sembarangan. Saling mengingatkan memang sebuah tindakan kebaikan, tetapi tidak boleh dilakukan serampangan apalagi jika menggunakan kata-kata yang  tidak menyenangkan dan menyakitkan.  

Menurut dokter spesialis kejiwaan Teddy Hidayat yang dikutif oleh Kompas, bahwa 80-90 persen bunuh diri berhubungan dengan gangguan mental-emosional terutama depresi. Sekitar 40 persen penderita depresi berpikir serius untuk melakukan bunuh diri dan 15 persen di antaranyabenar-benar melakukannya. Nah lho, kalian tentu tidak mau kan seseorang tiba-tiba hilang karena harus bunuh diri akibat dari perlakuan atau tajamnya kata-katamu?

Kebanyakan depresi yang muncul disebabkan oleh bullying. Korban bullying merasa tidak siap menghadapi dunia yang penuh dengan caci-maki, merasa dirinya tidak diterima oleh lingkungan di sekitarnya. Akibatnya ia melihat bahwa kehidupannya tidak lagi berguna. Tidak ada tujuan. Karena kesalahan yang ia lakukan tidak teramaafkan. Kekurangan yang ia miliki tidak dimaklumi, seolah ia adalah orang paling hina di dunia.

Saya tidak sedang menggurui, melainkan lebih kepada instrospeksi diri. Saya sadar betul, bahwa setiap orang pasti memiliki kekurangan yang dihadirkan dengan kelebihan yang melengkapinya. Setiap manusia pernah berbuat kesalahan dan sangat berhak memperbaikinya. Tuhan saja Maha Pengampun, mengapa kita tidak? Itu saja. Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun