"Mak, doakan Yuni sekolahnya lekas selesai ya, biar bisa selalu menemani Emak." Teriakku ketika selesai solat. Sambil melipat mukena aku ingin tetap bercakap-cakap sama Emak yang sedang sibuk di dapur. Biasaya Emak sedang berkemas bekal untuk aku bawa senin pagi ke tempat kost.
"Ngomon apa, Yun, ...? Kamu gak boleh diam di rumah. Lanjutkan sekolah sampai jadi sarjana, sana!" Emak sambil melipat bungkusan berisi serundeng dan kentang mustofa.
"Aku sedih lihat Emak kerja keras di sawah membiayai sekolah Yuni," Aku memelas. Mataku mulai berkaca-kaca. Ini tahun terakhirku sebagai anak SMK.
"Justru karena agar Kau tidak seperti Emak, sekolahlah yang tinggi! Agar seperti Abah mendapatkan pekerjaan bagus di kota. Genggam dunia dengan ilmu pengetahuan, Yun. Kalau berhasil, Emak akan sangat bangga dan berbahagia." Senyum emak merekah, bersamaan dengan dua genangan air yang leuncur dari sudut matanya.
Aku berhambur memeluk Emak erat-erat, tidak peduli kerudung dan seragam sekolahku kembali kusut.
Suara klakson motor memaksa kami untuk melepaskan pelukan. Mang Ahmad ojek langganan sudah menjemput. Siap mengantarkanku ke pinggir jalan, menunggu bis jurusan Tasik-Cirebon yang akan tiba dalam beberapa menit.
"Mak, Yuni pergi dulu." Kucium punggung tangannya yang kasar karena bekerja keras menghidupiku.
Aku akan belajar sunguh-sunguh, Mak. Biar kubawakan dunia ini untuk Emak, gumamku sambil berurai air mata. Â
Panawangan, Desember 2019