Mohon tunggu...
Dian LestariGunawan
Dian LestariGunawan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Artikel Utama

Kehidupan Akhirat ala Meksiko dalam Film Kartun

14 Desember 2020   08:15 Diperbarui: 28 November 2022   16:12 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Coco. (Kredit: DISNEY ENTERPRISES via kompas.id)

Sangat jarang ditemukan representasi budaya Meksiko di dunia perfilman, terutama di dunia Hollywood. Tentunya ini adalah salah satu isu di Amerika karena banyaknya imigran Meksiko yang pastinya ingin merasa dilihat atau direpresentasi oleh media. 

Namun selama beberapa dekade terakhir, industri film telah semakin berkembang dan menjadi lebih inklusif dengan memberikan representasi kepada banyak budaya, termasuk budaya Meksiko.

Dapat dikatakan bahwa film merupakan sebuah media komunikasi massa. Hal tersebut dikarenakan film memberikan sebuah pesan atau informasi kepada khalayak dengan jumlah yang besar. Film menggunakan bentuk model komunikasi linear di mana pesan akan disampaikan dengan proses komunikasi yang bersifat searah.

Representasi budaya yang ada di media dapat memberikan dampak yang besar bagi orang-orang yang direpresentasikan. 

Dengan adanya film yang merepresentasikan tentang budaya Meksiko, bukan hanya sekedar menghibur penonton, namun juga mampu mengedukasi secara akurat tentang kebudayaan Meksiko.

Poster film
Poster film "The Book of Life" (2014) dan "Coco" (2017). Sumber: Joys of Asia

Di artikel kali ini, penulis akan menggunakan film "Coco" (2017) dan "The Book of Life" (2014) menjadi contoh film yang memiliki budaya Meksiko sebagai fokus utama. Skenario-skenario yang ada di dalam kedua film tersebut memvisualisasikan budaya Meksiko dari cara kehidupan hingga mitos rakyat Meksiko mengenai kematian. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah analisis teks.

Teori yang akan digunakan penulis dalam menganalisa kedua film tersebut adalah teori representasi nasionalisme dan sara. Representasi dalam film merupakan hal yang penting karena manusia terdiri dari kelompok sosial yang beragam dan akan selalu ada kesenjangan di dalam masyarakat.

Di negara barat yang tentunya didominasi oleh orang-orang berkulit putih, masyarakat dari etnis minoritas lainnya seringkali mendapatkan perlakuan tidak adil dan terdapat diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari.

Teori selanjutnya yang akan digunakan penulis adalah teori semiotika. Dengan menggunakan teori semiotika, makna pesan yang ada di dalam film akan lebih tersampaikan. Semiotika merupakan sebuah metode analisis yang menggunakan analisis tanda.

Teori semiotika yang digunakan adalah oleh Ferdinand de Saussure yang membagi tanda menjadi dua, yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified).  Penanda adalah objek yang dapat kita lihat secara langsung dan memiliki wujud secara fisik. Sedangkan petanda adalah makna yang ada pada tanda yang diberikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun