Mohon tunggu...
Dianing Widya
Dianing Widya Mohon Tunggu... -

Novelis | Pengelola Lembaga Sosial SPIRIT KITA [www.spiritkita.org] | Ibu rumah tangga | Blog: dianing.wordpress.com | Twitter: @dianingwy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pilih Aigner, Louis Vuitton atau Tas Etnik?

9 Agustus 2012   16:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:01 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dianing Widya, penulis buku Gossip Licious.

Asyik sekali, tentu, punya tas bermerek Aigner atau Louis Vuitton. Saya membayangkan, orang-orang yang memakai tas itu pasti sangat bahagia. Kapan ya bisa punya tas bermerek seperti itu?
Belum jauh aku membayangkan, aku mendengar pintu diketuk. Dari teras rumah terdengar salam, aku menjawab sambil menuju ke pintu. Dari kaca pintu aku tahu yang datang adalah mbak In. Ia menenteng sebuah tas. Dari corak dan motif tas tangan itu etnik Lampung.
Mbak In duduk, dan aku masih saja terus memperhatikan tas cantik yang dibawanya. Lampung memang dikenal dengan motif kapal pada kain tapisnya, dan saya ingat betul motif itu, pernah saya lihat pada bangunan di Taman Budaya Lampung.
"Cantik nggak Jeng?" saya tercekat. Kekagumanku pada motif tas itu, ternyata sangat terbaca oleh Mbak In. Mbak In menaruh tas itu di tanganku.
"Kamu baru punya tas etnik Aceh sama Padang kan? Sengaja aku bawa ini untukmu."
Saya tersenyum menatap mbak In. Memang tetanggaku yang satu ini luar biasa. Selalu tahu seleraku. Aku lebih suka benda-benda yang beraroma etnik. Saat mengenakan baju batik Pekalongan misalnya, lalu dengan sendal batik juga, dan tas tangan etnik Aceh, membuat kepercayaan saya bertambah.
Saya raba sulaman dari benang emas yang mengelilingi tepi tas. Sungguh tas yang cantik. "Pasti mahal," ucapku dalam hati. Tas ini tentu dibuat dengan cita rasa seni tinggi. Membutuhkan ketekunan, ketelatenan dan kesabaran. Tak bedanya dengan seni batik. Membutuhkan ketelatenan yang tinggi. Pantas harganya mahal.
"Cantik dan murah Jeng." Saya menatap mbak In. Mbak In tersenyum.
"Jauh lebih murah ketimbang Ginza Tanaka, Clutch, Chanel Diamond, Hermes dan entah apalagi namanya. Didengar saja sudah aneh di telinga." Aku terenyum dan mengangguk-angguk.
Sejenak aku terdiam. Ingin tahu pendapat mbak In tentang gaya hidup mewah bagi perempuan.
"Kita ini memang sering tergiur oleh penampilan Jeng," ucap mbak In tak aku duga.
"Maksudnya?"
"Demi gengsi Jeng, tas harus merek luar negeri. Harganya pun tak masuk akal."
"Mereka bisa beli mbak In, bukan masalah bagi mereka."
Kali ini mbak In menatapku. Aku jadi salah tingkah.
"Iya sih semoga saja benar-benar uang sendiri, uang halal. Bukan dari korupsi." Aku tertawa lirih. Suasana sejenak hening kembali.
"Tapi Jeng." Mba In menatapku. Tatapannya kali ini serius.
"Sebenarnya kita ini punya potensi besar untuk membawa kebaikan." Aku terdiam, berharap mbak In bicara lagi.
"Kalau tas mahal menjadi gaya hidup bagi sebagian perempuan, biasanya mereka adalah korban dari iklan yang gencar, seolah-olah dengan tas mahal harga diri bisa naik berlipat-lipat. Padahal memakai tas etnik juga bisa menjadi gaya hidup lo. Dan kita melestarikan kebudayaan kita. Sekaligus membantu para pengrajin negeri kita. Bukan memperkaya perusahaan-perusahaan luar negeri yang mengeluarkan tas bermerek itu. Dengan tas etnik, dari kita untuk kita juga."
Aku menggangguk-angguk. "Hmm, iya juga ya."
"Nah, sekarang yang diperlukan adalah keterlibatan semua pihak untuk mengangkat pamor tas etnik kita. Ya pemerintah, ya swasta, ya kita-kita. Trend dan gaya hidup kan diciptakan, bukan lahir dengan sendirinya. Kita punya banyak ahli marketing, kenapa tidak kita ajak untuk mengangkat citra tas-tas etnik kita menjadi lebih tinggi. Untuk beberapa produk sudah berhasil, seperti batik, sehingga menjadi sangat terkenal dan bisa dibikin menjadi busana yang modis."
"Kita sudah memulainya mbak. Memakai busana dan tas etnik ke mana-mana."
"Tidak cukup kita-kita saja jeng. Ini harus menjadi agenda besar semua pihak untuk mempromosikannya. Kita harus ramai-ramai berteriak: tas etnik, yes….!"
-------------


  • Catatan:

  • Tulisan ini pernah dimuat di sebuah majalah lokal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun