Mohon tunggu...
Cahaya Mabda
Cahaya Mabda Mohon Tunggu... Aktivis Dakwah Pemuda

I want to change the world

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dusta Kurikulum Berbasis Cinta

12 Agustus 2025   08:35 Diperbarui: 12 Agustus 2025   07:30 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kementerian Agama (Kemenag) beberapa waktu terakhir menggulirkan wacana "kurikulum berbasis cinta" (KBC). Di permukaan, istilah ini terdengar indah dan positif: cinta, kasih sayang, dan toleransi. Namun, di balik retorika tersebut, terselip agenda yang patut diwaspadai. Program ini bukan sekadar pendidikan karakter, melainkan upaya sistematis untuk mengubah pola pikir umat Islam --- terutama generasi muda --- agar menjauhi ajaran Islam kaffah dengan dalih memerangi radikalisme.

Istilah "cinta" dalam kurikulum ini cenderung diartikan secara liberal yaitu menerima semua keyakinan dan menganggapnya benar, menghapus batas akidah, dan menolak prinsip al-wala' wal-bara' (loyalitas kepada kebenaran dan berlepas diri dari kebatilan). Akibatnya, siswa bisa diarahkan untuk menganggap semua agama setara di hadapan Allah.

Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebut KBC sebagai transformasi besar dalam dunia pendidikan nasional, sebagai respons terhadap krisis kemanusiaan, intoleransi, dan degradasi lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. KBC diklaim lebih humanis, inklusif, dan spiritual. Apakah benar demikian? Nyatanya KBC identik sekali dengan proyek moderasi beragama. Padahal, proyek tersebut justru lahir dari Barat dan jauh dari pemahaman Islam yang sahih.

Kurikulum yang terlalu menekankan cinta tanpa sikap kritis bisa menghasilkan generasi apatis. Ketika umat Islam di Palestina, Uighur, atau tempat lain ditindas, mereka diajari untuk merespons dengan "cinta dan doa" saja, tanpa diarahkan untuk mengambil sikap politik atau solidaritas yang nyata.

Proyek moderasi bekerja secara gradual, melemahkan keyakinan, mengikis identitas, dan memutus generasi dari akar sejarah perjuangan Islam. Dalam beberapa dekade, hasilnya bisa berupa umat yang secara nominal beragama Islam, tetapi pola pikirnya sepenuhnya sekuler dan liberal. Inilah sebagian kecil dari "dusta" KBC. Niat hati ingin membangkitkan kaum Muslimin, namun ada bahaya terselubung yang justru menghancurkan secara dasar.

Kurikulum yang aman dan benar bagi umat adalah kurikulum yang berpijak pada aqidah Islam, bukan pada definisi "cinta" versi Barat atau lembaga internasional. Islam mengajarkan kasih sayang, tetapi juga ketegasan dalam membela kebenaran. Pendidikan Islam harus mengajarkan aqidah yang lurus, syariat yang lengkap, dan sejarah peradaban Islam yang gemilang. Dengan itu, generasi tidak hanya berakhlak mulia, tetapi juga memiliki visi perjuangan untuk menegakkan Islam di seluruh aspek kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun