Perjalanan cintaku tidaklah mudah.
Penuh onak, duri, dan kerikil tajam. Rasanya sangat menyakitkan.
Kegagalan dalam percintaan seakan menjadi hal yang biasa di hidupku. Air mata menjadi teman setia kala duka menyapa. Perihnya perasaan terus mendampingi rutinitas hariku ketika luka mengoyak hati.
Namun berlarut dalam kesedihan, bukanlah hal yang menyenangkan.
Seiring waktu, seiring proses dalam menapaki kehidupan ini-pada suatu momen tertentu- semua pedih, kecewa, dan air mata itu tak berarti apa-apa. Semua akan menjadi baik-baik saja.
Tidak lebih penting, apakah luka itu sembuh atau tidak.
Bukan berarti aku tak pernah menyerah.
Trauma percintaan membuatku tak mampu membuka diri. Hari-hariku hanya ruang sunyi tanpa kidung rindu. Hatiku bagaikan taman tanpa bunga. Jiwaku gersang bagai kemarau tanpa hujan bertahun-tahun.
Hingga suatu hari, kala duduk di taman penuh bunga, aku memandang kupu-kupu yang terbang mengitari bunga untuk mencari nectar sebagai makanannya. Ia terbang dari bunga yang satu ke bunga yang lain. Tanpa lelah. Hingga tiba-tiba hujan turun.
Aku berlari mencari tempat berteduh. Sambil menunggu hujan reda, mataku terus menatap sekelilingku yang penuh bunga. Tapi tak kutemukan kupu-kupu. Dimanakah ia?