Mohon tunggu...
Diana Hidayatul Ajizah
Diana Hidayatul Ajizah Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Berusaha jadi versi terbaik setiap hari, meskipun kadang best version-nya masih suka ngantuk di jam kuliah pagi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

20 Tahun Sudah Jadi Apa??: Sebuah Renungan di Era Media Sosial

29 Juli 2025   08:25 Diperbarui: 29 Juli 2025   08:25 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Remaja (Sumber: Pexels/Beau Ervin)

"20 tahun sudah jadi apa?"Pertanyaan itu mungkin terdengar sederhana, tapi bagi banyak orang, bisa menjadi pemicu overthinking yang cukup dalam.

Jujur, itu juga yang sering mampir di kepalaku. Nggak banyak yang tahu, tapi terkadang aku merasa seperti dikejar-kejar target yang bahkan aku sendiri belum sepenuhnya mengerti. Apakah harus punya rumah? Lulus kuliah? Sudah mapan kerja? Sudah nikah?

Di era sekarang, terutama dengan derasnya arus media sosial, usia 20-an seolah menjadi 'deadline tak tertulis' bagi berbagai pencapaian. Lihat saja, beranda Instagram, TikTok, hingga LinkedIn kita dipenuhi dengan "kisah sukses" anak muda: ada yang umur 22 sudah punya bisnis, 25 keliling Eropa, 23 jadi manager. Tanpa sadar, kita mulai membandingkan hidup kita yang baru saja berjalan dengan highlight kehidupan orang lain.

Padahal, kenyataannya tak sesederhana itu.
Istilah quarter-life crisis sendiri dicetuskan oleh Robbins dan Wilner, yang menggambarkannya sebagai perasaan bingung, cemas, dan tertekan saat masa transisi dari kehidupan kuliah ke "dunia nyata." Rentang usianya bisa dimulai sejak remaja akhir hingga pertengahan usia 30-an, tapi gejala ini paling sering dan paling kuat dirasakan di usia 20 tahunan (Kirana, UIN Mataram).

Namun begitu, media sosial bukanlah musuh utama. Jika dilihat dari sudut pandang yang lebih sehat, media sosial justru bisa menjadi pemantik semangat. Postingan orang yang terlihat "sukses" bisa kita jadikan inspirasi selama kita tidak menelannya mentah-mentah dan menjadikannya bahan perbandingan yang menyiksa diri sendiri. Kuncinya adalah: jadikan kisah mereka motivasi, bukan tekanan.

Jujur aja deh, hidup ini terlalu singkat buat mikirin terus-menerus apa kata orang. Yang penting kita tetap belajar, berkembang, dan bersyukur dengan apa yang sedang kita jalani hari ini. Karena semua orang punya "timeline"-nya masing-masing.

Mau kamu 20 tahun baru belajar kenal diri sendiri, atau 25 tahun baru mulai dari nol lagi, itu tetap valid. Kita nggak hidup untuk membuktikan sesuatu ke orang lain kita hidup untuk bertumbuh, bukan untuk berlomba.

Jadi, 20 tahun sudah jadi apa?
Jawabannya: sedang jadi versi terbaik dari diri sendiri, pelan-pelan, tapi pasti.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun