Mohon tunggu...
Ahmad Sofyan
Ahmad Sofyan Mohon Tunggu... wiraswasta -

Arsitek dan desainer web freelance yang suka nulis dan ngeblog. Mantan kolumnis majalah INTELIJEN.\r\n\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi 1 Oktober: Matinya Pancasila

12 Oktober 2011   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:03 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Almarhum Jendral A.H.Nasution semasa menjabat Ketua MPRS menerangkan, “Kami sebagai pimpinan MPRS, sudah berkonsensus tentang pengamalan Pancasila. Pancasila itunilai-nilai, perlu norma. Nilai itu tentang baik buruk dan untuk pelaksanaanya perlu norma. Yang penting itu norma-norma, itulah UUD 45. kalau ini sudah dilaksanakan, berarti sudah tercapai apa yang dimaksud oleh UUD 45.”

UUD 1945 adalah pagar dari Pancasila itu sendiri. Tolok ukur keberhasilan Pancasila sebagai ideologi dapat dilihat dari pengamalan pasal demi pasal dalam UUD 1945. Persoalannya, sejauh mana pelaksanaan UUD 45 sehingga dapat menyelamatkan Pancasila dari klaim ideologi yang gagal atau mati? Terlebih setelah UUD 45 diamandemen, apakah implementasi dan jiwa Pancasila dilaksanakan ?

Menurut Hakim Ad Hoc Mahkamah Agung, Prof Dr Krisna Harahap, amandemen UUD tanpa grand design dan kental kepentingan politik sehingga hasil akhirnya gado-gado hanya untuk memenuhi hasrat politik sesaat.

Salah satu syarat amandemen antara lain Pembukaan UUD 45 tidak boleh diubah, karena di dalam pembukaan UUD 45 itu ada Pancasila. Tetapi meski tidak diubah, Pembukaan tersebut tidak diimplemetasikan dalam pasal-pasal UUD amandemen. Justru pasal-pasal produk amandemen berdasarkan individualisme Barat dan kapitalisme. Jadi ada pertentangan antara pembukaan dan isinya. “Itu kenyataan. Jadi, ada pertentangan antara mukadimah dan pasal-pasal. Menurut saya ini sangat mendasar,” tegas Harahap.

Menurut Rizal Ramli, empat kali amandemen UUD pasca reformasi tidak membawa perbaikan kesejahteraan pada mayoritas rakyat. Hal ini disebabkan karena pada prosesnya dulu banyak disisipi kepentingan asing, khususnya di bidang ekonomi. “Ada banyak titipan kepentingan IMF dan Bank Dunia dalam draft empat kali amandemen sebelumnya. Kita bisa lihat hal itu di laporan-laporan USAID, Bank Dunia, dan lainnya.” ujar Rizal pada Dialog Kenegaraan “Urgensi Perubahan Kelima UUD 1945” di press room Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Rabu 6Juli lalu.

UUD yang diamandemen telah menjauhkan bangsa dari semangat Pancasila, dan Pancasila telah hilang dalam konstitusi bangsa Indonesia. Artinya, sebagai norma penjaga Pancasila, UUD 45 tidak ada lagi.

Kapitalisme yang bertentangan dengan jiwa kekeluargaan, gotong royong, persatuan, keadilan, dan ke-Tuhanan wajib dinyatakan sebagai musuh ideologis bangsa. Maka siapa pun, yang mementingkan kelompok atau dirinya sendiri, menggelorakan permusuhan, berlaku tidak adil, pro liberalisme, dan jauh dari wahyu-wahyu Tuhan, maka mereka itulah sejatinya musuh Pancasila.

Seharusnya ideologi dan konstitusi itu satu kesatuan. Karena, konstitusi merupakan wajah dari ideologi suatu bangsa. Jika bercermin pada UUD negara Soviet-Rusia maupun Amerika, jelas kedua UUD itu mencerminkan pandangan hidup yang dianut masing-masing negara.

Adanya perubahan pada UUD 45, maka yang terjadi adalah ketidakstabilan dimana-mana, sehingga menjurus kepada negara gagal. Ini sudah dirasakan rakyat dan mulai berpikir untuk kembali ke UUD 1945 sebagai norma penjaga Pancasila.

Sebagai bangsa yang berdaulat, kita memiliki takaran, filsafat, tradisi, dan sejarahnya sendiri. Maka, konstruksi ideology maupun UUD yang dibutuhkan Negara ini harus berdasarkan pada akar sejarah dan tradisi yang dimilikinya. Kita tidak pantas diatur oleh sistem nilai yang berasal dari tradisi yang berbeda.

Baca Juga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun