Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bystander Effect: Waspadai Ini agar Empati Tak Mati Suri

16 Januari 2021   18:18 Diperbarui: 17 Januari 2021   21:47 1454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menumbuhkan empati sejak dini agar kita tidak terlarut dalam fenomena bystander effect| Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Anehnya, kejadian yang hampir sama seringkali saya alami. Artinya, terjadi kecelakaan kecil di jalan, namun tidak ada rasa empati orang-orang di sekitar untuk menolong. 

Bukankah ini pun juga kadang kita jumpai ketika kita berada di habitat baru? Tempat kerja baru, sekolah baru, tempat tinggal baru, saat semua masih terasa asing. Kadang muncul rasa sungkan, bahkan enggan untuk meminta tolong. Sering timbul pertanyaan, 'lhah siapa juga yang mo nolongin. Ini kan tempat baru?'

Meskipun ada juga yang karena kebutuhan mendesak akhirnya muncul dorongan untuk meminta tolong tanpa memedulikan apakah nantinya akan tertolong atau tidak.

Faktor-Faktor Pemicu Timbulnya Bystander Effect
dampak gempa Sulawesi Barat |via instagram.com @cnnindonesia
dampak gempa Sulawesi Barat |via instagram.com @cnnindonesia

Bystander effect dapat timbul dalam diri seseorang, karena:

1. Ada begitu banyak orang di sekitar tempat kejadian. Individu akan cenderung merasa bahwa orang lainlah yang bertanggung jawab untuk menolong atau melakukan tindakan atas kejadian tersebut. Ini yang oleh para ahli seringkali disebut sebagai defusi tanggung jawab.

2. Individu takut akan reaksi negatif atau justifikasi orang-orang sekitar, bila ia melakukan tindakan pada petistiwa yang sedang berlangsung. Biasanya peristiwa ini terjadi di kalangan anak-anak dan remaja saat terjadi bullying di lingkungan sekolah maupun dalam pergaulan sehari-hari. 

Terlebih bila terjadi bullying di sosial media, individu lebih memilih diam dari pada berinisiatif untuk memberi dukungan pada korban.

3. Individu takut terlibat lebih jauh atas peristiwa yang sedang terjadi. Fakta ini seringkali kita jumpai pada saat terjadinya tindakan KDRT dalam ranah privat. 

Seringkali, rasa pakewuh mengiringi penolakan tindakan pertolongan. Budaya pakewuh, atau sungkan inilah yang kemudian digunakan untuk melegalkan mati surinya empati.

4. Biasanya individu menunggu, apakah orang lain akan bereaksi menolong korban atau tidak. Atribusi pertolongan ditujukan pada clarity of need apakah korban benar-benar membutuhkan pertolongan atau tidak.

5. Individu menyadari akan bahaya yang mengancam bila ia melakukan tindakan pertolongan. Bahaya yang dimaksud adalah bila pelaku kejahatan bersenjata, atau korban secara mendadak mengalami kecelakaan berkaitan dengan kesehatan korban.

Cara Mengantisipasi Bystander Effect

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun