Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Gumreki, Warisan Leluhur yang Hampir Punah dari Pusat Jawa

3 Juli 2019   15:15 Diperbarui: 5 Juli 2019   01:46 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang manggoloyudo terlihat memimpin arak-arakan gumreki (sumber: Dok. Pri)

"Tanah airku Indonesia, negeri elok amat kucinta, tanah tumpah darahku yang mulia, yang kupuja sepanjang masa,"

Sepenggal syair Rayuan Pulau Kelapa hasil gubahan Ismail Marzuki tersebut tiba-tiba terngiang di telinga tatkala bus antarkota membawa saya ke suatu tempat indah, di sudut negeri elok nan kaya raya ini.

Dari arah Solo ke Semarang, turun di simpang empat Pasar Sapi. Saya memilih untuk melanjutkan perjalanan dengan menggunakan bus mini, yang mengantarkan saya ke tempat menakjubkan.

Perjalanan dimulai dengan menyusuri Jalan Raya Salatiga-Magelang, menuju ke sebuah dusun bernama Kopeng Krajan, Kabupaten Semarang.

Nampak jelas, sejauh mata memandang beribu pinus berdiri di bentangan alam, sebagai kaki dari sebuah gunung besar di pulau Jawa, Gunung Merbabu. Kabut mulai sirna saat sinar mentari menghangatkan bumi Kopeng.

Perhatian saya tiba-tiba tertuju pada suatu arak-arakan di satu sudut dusun tersebut.

Suatu adat istiadat setempat yang unik. Semacam budaya yang jarang, bahkan tidak pernah saya lihat di kehidupan perkotaan. 

Melihat suatu kebudayaan yang agung seperti ini adalah sebuah keberuntungan bagi saya. Sungguh pemandangan yang jarang terjadi.

Adat budaya yang diberi nama "gumreki" biasanya diadakan sebagai sebuah ungkapan syukur di mana suatu trah keturunan tertentu di dusun tersebut berkumpul bersama dalam sebuah pertemuan keluarga untuk merayakan suatu peristiwa penting.

Disebut sebagai sebuah peristiwa langka, karena adat ritual ini hanya terjadi jika dalam sebuah trah terdapat 4 keturunan yang semuanya masih lengkap. 

Nah, bisa dikatakan ini adalah hal yang langka di masa sekarang ini, bukan? Mengingat usia seseorang sangat jarang bisa mencapai angka 100 tahun.

Jadi, bukankah ini peristiwa yang langka? Dan bukankah ini adalah sebuah keberuntungan bagi saya untuk ikut ambil bagian menyaksikan peristiwa yang hampir punah di tanah tercinta ini?

Tentu saja yang membuat "gumreki" ini menjadi budaya yang jarang dilakukan oleh penduduk sekitar, adalah rangkaian acara pada budaya ini tergolong rumit dan memakan biaya besar.

Gumreki dan keunikannya
Gumreki pada dasarnya adalah ritual ruwatan berbalut adat Jawa, di mana di dalamnya terdapat uraian ucapan syukur beserta dengan doa supaya dijauhkan dari segala malapetaka.

"Kalau doa-doa, yang pasti disesuaikan dengan agama dan kepercayaan masing-masing keluarga, tapi yang namanya nguri- uri (melestarikan) budaya Jawa, ya pasti ada doa dari sesepuh sini juga, Mbak," begitulah ujar Budi Riyanto (31) seorang warga dusun Kopeng.

Sebuah keluarga besar yang terdiri lebih dari 40 orang dan berkumpul menjadi satu memang bukan hal yang biasa. Mengingat usia seseorang sekarang jarang yang mencapai lebih dari 90 tahun, bahkan hampir mencapai 100 tahun.

Keunikan kedua pada adat ini, adalah pada syarat diberlakukannya adat istiadat gumreki ini. 

Selain itu, syarat untuk diadakannya ritual Gumreki ini adalah dari 4 keturunan tersebut harus berjumlah minimal 40 orang. Jika kurang dari 40 orang, tentu saja adat istiadat ini tidak bisa dilakukan. 

Maka wajar bila budaya gumreki adalah budaya yang langka, dan mungkin hampir punah. 

Prosesi gumreki
Diawali dengan pawai (arak-arakan) terdiri dari seorang pemimpin di depan (manggoloyudo), lalu disertai dengan para pengiringnya. Di belakang pengiring ada keluarga yang akan mengadakan ruwatan tersebut, berbaris sesuai dengan urutan usia paling tua.

Arak-arakan tersebut nantinya akan menuju ke sebuah sungai yang biasa digunakan untuk ritual mandi dan doa bagi keluarga besar tersebut.

Setelah diadakan ritual ruwatan, prosesi berikutnya adalah "wayangan". Wayangan ini adalah pertunjukan wayang yang wajib digelar oleh sang empunya hajat. Entah itu wayang kulit ataupun wayang orang.

Setelah usai wayangan, maka penduduk sekitar akan disuguhi beragam pertunjukan tarian lokal.

Ada beragam tari dan pertunjukan yang digelar saat itu. Namun pada saat itu, saya hanya mampu menikmati tari Topeng Ireng, dan tari Gedrug dari daerah Cepogo, Boyolali.

tarian topeng Ireng (dok. pri)
tarian topeng Ireng (dok. pri)

antusiasme warga melihat tarian gedrug (dok.pri)
antusiasme warga melihat tarian gedrug (dok.pri)

Yang menarik perhatian adalah tari Gedrug. Tarian yang berasal dari daerah Cepogo, Boyolali ini kembali mengusik rasa penasaran saya. Tarian ini dibumbui oleh racikan mistis berbalut adat istiadat lokal.

Tertampak pada setiap topeng yang dipakai oleh para penari yang terdiri dari beragam karakter buto (monster raksasa) menghiasi busana tari tradisional Rampak Gedrug ini.

Ternyata memang benar dugaan saya. Tarian ini, seperti diungkap oleh Budi, merupakan tarian yang dipercaya sebagai pengusir roh jahat. 

Usai tarian Gedrug menutup hari istimewa di dusun Kopeng Krajan. Langkah saya meniti kebudayaan di sudut kecil negeri kaya adat istiadat ini pun segera disudahi oleh mentari yang mulai luruh di langit barat Kabupaten Semarang. 

Rangkaian upacara Gumreki boleh saja berakhir. Namun keunikannya tetap selalu tertera di dinding pesona negri ini.

Bus mini kembali mengantar saya ke simpang empat Pasar Sapi, untuk pulang kembali ke Solo. Berharap akan datang kembali kesempatan untuk bertemu keunikan budaya lain di sudut negeri tercinta......Indonesia.

Salam literasi anak negri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun