Arak-arakan tersebut nantinya akan menuju ke sebuah sungai yang biasa digunakan untuk ritual mandi dan doa bagi keluarga besar tersebut.
Setelah diadakan ritual ruwatan, prosesi berikutnya adalah "wayangan". Wayangan ini adalah pertunjukan wayang yang wajib digelar oleh sang empunya hajat. Entah itu wayang kulit ataupun wayang orang.
Setelah usai wayangan, maka penduduk sekitar akan disuguhi beragam pertunjukan tarian lokal.
Ada beragam tari dan pertunjukan yang digelar saat itu. Namun pada saat itu, saya hanya mampu menikmati tari Topeng Ireng, dan tari Gedrug dari daerah Cepogo, Boyolali.
Yang menarik perhatian adalah tari Gedrug. Tarian yang berasal dari daerah Cepogo, Boyolali ini kembali mengusik rasa penasaran saya. Tarian ini dibumbui oleh racikan mistis berbalut adat istiadat lokal.
Tertampak pada setiap topeng yang dipakai oleh para penari yang terdiri dari beragam karakter buto (monster raksasa) menghiasi busana tari tradisional Rampak Gedrug ini.
Ternyata memang benar dugaan saya. Tarian ini, seperti diungkap oleh Budi, merupakan tarian yang dipercaya sebagai pengusir roh jahat.Â
Usai tarian Gedrug menutup hari istimewa di dusun Kopeng Krajan. Langkah saya meniti kebudayaan di sudut kecil negeri kaya adat istiadat ini pun segera disudahi oleh mentari yang mulai luruh di langit barat Kabupaten Semarang.Â
Rangkaian upacara Gumreki boleh saja berakhir. Namun keunikannya tetap selalu tertera di dinding pesona negri ini.