Mohon tunggu...
diah kumbang29
diah kumbang29 Mohon Tunggu... mahasiswa

pengalaman adalah guru terbaik

Selanjutnya

Tutup

Politik

perempuan dan politik dalam perspektif Islam

28 September 2025   02:43 Diperbarui: 28 September 2025   02:54 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai agama yang rahmatal lil'alamin, Islam hadir sebagai bentuk perlindungan untuk perempuan dan mengurangi budaya patriarki yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Dengan maraknya budaya patriarki, Bahkan sebelum datangnya islam, tradisi masyarakat Jahiliyah mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka karena dianggap beban atau aib bagi keluarga(Warjiyati, 2016). Klaim masyarakat terhadap perempuan merupakan seorang yang feminim, lemah lembut, pemalu, penyayang dan rapuh yang membuat budaya patriarki tumbuh dan berkembang di Masyarakat sehingga kaum laki-laki lebih dianggap mumpuni daripada kaum perempuan jika berpolitik. 

Dalam istilah modern kesetaraan perempuan disebut dengan Gender, yang biasanya dibaca "jender", bukanlah hal yang asing dalam dunia pemasaran. Walaupun demikian, masih banyak orang yang belum mengerti arti istilah gender dengan tepat. Sebenarnya, gender tidak hanya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi juga berbagai aspek lain seperti objek dan hal-hal yang ada di sekitar kita. Secara istilah, kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti "jenis kelamin", tetapi ada juga penjelasan lain yang menyatakan bahwa gender berarti sebagai "perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku"(Abdullah, 2009). jadi, pemahaman yang benar tentang gender penting agar tidak terjadi ketidakadilan, terutama dalam hal kesempatan perempuan untuk berpartisipasi di ranah publik seperti politik.

 Politik merupakan proses pembentukan dan penyebaran kekuasaan dalam masyarakat, terutama dalam sebuah negara. Proses ini melibatkan pembuatan keputusan penting. Indonesia sudah menerima dan menerapkan konvensi hak-hak sipil dan politik. Dalam konvensi itu, terdapat dua hak demokratis dasar yang diberikan kepada perempuan, yaitu hak untuk memilih dan hak untuk maju serta mencalonkan diri dalam pemilihan (Warjiyati, 2016). Berdasarkan hal tersebut, perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam politik, baik itu sebagai pemimpin ataupun pemilih dewan-dewan Lembaga.

Kedudukan Perempuan dalam politik masih menjadi perdebatan, ada yang tidak memperbolehkan dikarenakan Wanita lebih mendahulukan emosinya daripada nalarnya dan ada yang menyamaratakan kaum perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan hak-hak politiknya (Mubarokah, 2021). Sedangkan dalam Islam, dalam masa kekhalifahan salah satu Perempuan yang memimpin Umat adalah Siti Aisyah yang pernah memimpin perang melawan pasukan Ali bin Abi Thalib. Di Indonesia, perempuan yang memimpin kesultanan Aceh 1641-1675 yaitu Sulthanah Taj'al Alam Safiatuddin Syah yang mempertahankan kemerdekaan Kesultanan Aceh dengan mengutamakan ketaqwaan serta menjunnjung tinggi keadilan dalam memipin rakyat(Ramadhani & Wijiyanto, 2022). Sehingga, islam berhasil mengangkat derajat Perempuan dengan hukum-hukumnya yang memuat agat tidak adanya dikriminasi dan patriarki antara laki-laki dan perempuan. 

Seiring kemajuan bidang Pendidikan yang merata antara laki-laki dan perempuan dan Banyak wanita yang masuk dan berpartisipasi dalam berbagai pekerjaan serta kegiatan sosial, politik, dengan realisasi menjadi penguasa/pemimpin negara, ikut serta dalam memilih dewan-dewan legislative dan pencalonan partai-partai(Abdul Hadi, 2017). Terdapat hambatan yang dihadapi perempuan jika terjun berpolitik, diantaranya seperti 

1. Pemahaman tentang gender

2.Subordinasi perempuan dalam politik

3.Budaya politik patriarki

4.Hambatan yang bersifat individual

5.Hambatan yang bersifat kelembagaan

Hukum diperblehkannya perempuan terjun ke dalam bidang politik pada dasarnya dibolehkan, asal memenuhi persyaratan yang ada, dan juga dapat mempertanggung jawabkan dan mengimbangkan semua kewajibannya (Warjiyati, 2016). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun