Sebagai agama yang rahmatal lil'alamin, Islam hadir sebagai bentuk perlindungan untuk perempuan dan mengurangi budaya patriarki yang sudah ada sejak masa Jahiliyah. Dengan maraknya budaya patriarki, Bahkan sebelum datangnya islam, tradisi masyarakat Jahiliyah mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka karena dianggap beban atau aib bagi keluarga(Warjiyati, 2016). Klaim masyarakat terhadap perempuan merupakan seorang yang feminim, lemah lembut, pemalu, penyayang dan rapuh yang membuat budaya patriarki tumbuh dan berkembang di Masyarakat sehingga kaum laki-laki lebih dianggap mumpuni daripada kaum perempuan jika berpolitik.Â
Dalam istilah modern kesetaraan perempuan disebut dengan Gender, yang biasanya dibaca "jender", bukanlah hal yang asing dalam dunia pemasaran. Walaupun demikian, masih banyak orang yang belum mengerti arti istilah gender dengan tepat. Sebenarnya, gender tidak hanya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi juga berbagai aspek lain seperti objek dan hal-hal yang ada di sekitar kita. Secara istilah, kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti "jenis kelamin", tetapi ada juga penjelasan lain yang menyatakan bahwa gender berarti sebagai "perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku"(Abdullah, 2009). jadi, pemahaman yang benar tentang gender penting agar tidak terjadi ketidakadilan, terutama dalam hal kesempatan perempuan untuk berpartisipasi di ranah publik seperti politik.
 Politik merupakan proses pembentukan dan penyebaran kekuasaan dalam masyarakat, terutama dalam sebuah negara. Proses ini melibatkan pembuatan keputusan penting. Indonesia sudah menerima dan menerapkan konvensi hak-hak sipil dan politik. Dalam konvensi itu, terdapat dua hak demokratis dasar yang diberikan kepada perempuan, yaitu hak untuk memilih dan hak untuk maju serta mencalonkan diri dalam pemilihan (Warjiyati, 2016). Berdasarkan hal tersebut, perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk berpartisipasi dalam politik, baik itu sebagai pemimpin ataupun pemilih dewan-dewan Lembaga.
Kedudukan Perempuan dalam politik masih menjadi perdebatan, ada yang tidak memperbolehkan dikarenakan Wanita lebih mendahulukan emosinya daripada nalarnya dan ada yang menyamaratakan kaum perempuan dan laki-laki dalam mendapatkan hak-hak politiknya (Mubarokah, 2021). Sedangkan dalam Islam, dalam masa kekhalifahan salah satu Perempuan yang memimpin Umat adalah Siti Aisyah yang pernah memimpin perang melawan pasukan Ali bin Abi Thalib. Di Indonesia, perempuan yang memimpin kesultanan Aceh 1641-1675 yaitu Sulthanah Taj'al Alam Safiatuddin Syah yang mempertahankan kemerdekaan Kesultanan Aceh dengan mengutamakan ketaqwaan serta menjunnjung tinggi keadilan dalam memipin rakyat(Ramadhani & Wijiyanto, 2022). Sehingga, islam berhasil mengangkat derajat Perempuan dengan hukum-hukumnya yang memuat agat tidak adanya dikriminasi dan patriarki antara laki-laki dan perempuan.Â
Seiring kemajuan bidang Pendidikan yang merata antara laki-laki dan perempuan dan Banyak wanita yang masuk dan berpartisipasi dalam berbagai pekerjaan serta kegiatan sosial, politik, dengan realisasi menjadi penguasa/pemimpin negara, ikut serta dalam memilih dewan-dewan legislative dan pencalonan partai-partai(Abdul Hadi, 2017). Terdapat hambatan yang dihadapi perempuan jika terjun berpolitik, diantaranya sepertiÂ
1. Pemahaman tentang gender
2.Subordinasi perempuan dalam politik
3.Budaya politik patriarki
4.Hambatan yang bersifat individual
5.Hambatan yang bersifat kelembagaan
Hukum diperblehkannya perempuan terjun ke dalam bidang politik pada dasarnya dibolehkan, asal memenuhi persyaratan yang ada, dan juga dapat mempertanggung jawabkan dan mengimbangkan semua kewajibannya (Warjiyati, 2016).Â
Islam hadir di tengah-masyarakat untuk menjawab persoalan yang terdapat isu yang menjadi perhatian khalayak, yaitu perempuan yang terjun dalam dunia politik. Sejarahpun membuktikan terdapat tokoh tokoh yang memimpin umat Islam seperti Siti Aisyah dan Sultanah Aceh yang memimpin dengan keberanian dan keadilan. Ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin yang membawa perubahan positif.
Untuk membangun hubungan yang setara antara laki-laki dan perempuan, kita hrus berusaha keras untuk menghapus perbedan dalam peran serta tanggung jawab di berbagai bidang kehidupan, sembari tetap memperhatikan keberadaan alami mereka. Ketidakadilan gender harus dihapuskan sepenuhnya agar pria dan Wanita dapat memiliki kedudukan yang setara, sehingga tidak ada keunggulan awal satu pihak atas yang lainnya(Abdullah, 2009).
Daftar Refrensi
Abdul Hadi. (2017). Posisi Perempuan dalam Sistem Politik Islam Perspektif Fenomelogi. Jurnal An Nisa'an, Vol. 12,(No. 1), 11.
Abdullah, J. (2009). KESETARAAN GENDER DALAM ISLAM Jihan Abdullah *. Musawa, 1(1), 107--114.
Mubarokah, L. (2021). Wanita dalam Islam. Journal of Islamic Studies and Humanities, 6(1), 23--31. https://doi.org/10.21580/jish.v6i1.7378
Ramadhani, D., & Wijiyanto, S. T. (2022). Sulthanah Taj'al Alam Safiatuddin Syah: Nilai Inspirasi dan Kontribusi dalam Memimpin Kesultanan Aceh 1641-1675. ... Pendidikan Dan Penelitian Sejarah, 3(2), 32--42. https://jurnal.ipw.ac.id/index.php/rinontje/article/view/127%0Ahttps://jurnal.ipw.ac.id/index.php/rinontje/article/download/127/129
Warjiyati, S. (2016). Partisipasi Politik Perempuan Perspektif Hukum Islam. Al-Daulah: Jurnal Hukum Dan Perundangan Islam, 6(1), 1--27. https://doi.org/10.15642/ad.2016.6.1.1-27
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI