Mohon tunggu...
Diah Erna
Diah Erna Mohon Tunggu... Guru - penulis lugu

menulis itu menyegarkan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Si Mbok dan Emansipasi Perempuan

20 April 2020   16:54 Diperbarui: 20 April 2020   16:57 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Bahkan, mendapat beasiswa s2 dari P2Tk Dikdas Kemendikbud di UM. Apakah perjuangan simbok berakhir? Tidak! Baginya perjuangan terus berlanjut. Simbok tipe orang yang gigih jika ingin mendapatkan sesuatu, bahkan terkadang menjalani pekerjaan di luar kemampuannya. Meskipun diabetes menjalari tubuh rentanya, hingga saat ini beliau masih aktif berdagang dan menggarap sawah. Beliau juga aktif dalam jamaah pengajian, bahkan mahir membaca Al Quran padahal baru belajar juga setelah berusia uzur.

Apa yang membuat Simbok dibilang berhasil mengentaskan anak-anaknya pada pendidikan tinggi? Jawabannya hanya satu: kegigihan. Kegigihan dalam mempertahankan prinsip, kegigihan dalam berusaha, kegigihan untuk terus berdoa. Prinsipnyalah yang sukses mengantarkan keberhasilan putra putrinya meluluskan pendidikan. Menurutku penanaman karakter inilah yang perlu diteladani ibu-ibu zaman sekarang.

Nggak muluk-muluk hidup itu, bisa menyaksikan anak-anak keturunannya sukses dan berakhlak baik, cukuplah bagiku. Itu bisa kalau kau utamakan pendidikan, begitulah komentar simbok jika ditanya keinginan. Beliau benar-benar Kartini bagiku, tak ada yang lain. Inilah hebatnya emansipasi perempuan karena pendidikan utama berada di tangan lembut ibu dan kegigihan seorang ibu. Mengapa? Ibulah awal mula yang mengajarkan apa pun. 

Pernah saya dihukum fasilitator ketika Pelatihan Mentalitas Dasar di perusahaan gegara tidak bisa menunjukkan foto idola (di mana saya menyebutkan ibu sebagai idola). Dahulu belum  musim HP kamera dan saya tipe orang yang nggak suka menyimpan foto dalam dompet. Beberapa teman menawarkan foto ibunya, tapi saya tidak akan bohong dan mengganti simbok dengan ibu manapun. 

Alhasil, fasilitator marah dan tidak mau melanjutkan pelatihan hingga saya berhasil membawa foto ibu ke hadapannya. Dengan kegigihanlah, dalam waktu 50 menit saya bisa PP Klaten  Weru (56 km) hanya untuk mengambil foto simbok. Betapa ini menjadi pengalaman berharga bahwa panutan kegigihan yang dicontohkan simbok telah melekat pada diriku.

Panutan. Itulah yang diperlukan zaman sekarang. Simbok tidak perlu menjelaskan pentingnya disiplin, beliau memberi contoh kedisiplinan lewat pengaturan kerja, ibadah, dan istirahat. Simbok tak segan mengajak saya ke sawah atau mengambil kedelai ke desa sebelah untuk mengajarkan tanggung jawab dan pentingnya menghargai uang sekaligus mengajarkan kerja keras. 

Bahkan, simbok tak perlu menggembar-gemborkan pentingnya pendidikan, cukup mengajak saya ke rumah paklik untuk pinjam uang agar saya bisa kuliah atau kegigihannya belajar membaca Al Quran.  

Ada kegetiran yang enggan beliau bagi. Namun, guratan di wajah dan renta tubuh telah melukiskan segalanya. Beliau berpesan kepada cucunya (putra almarhum kakak) Ayahmu itu patuh, menjalankan agama dengan baik, dan mengutamakan pendidikan. Jadi, apa pun yang terjadi. Teruslah menuntut ilmu setinggi-tingginya karena pendidikan yang akan mengantarmu ke gerbang kebaikan. 

Jadi, setiap perempuan pasti punya kiprah masing-masing dalam keluarga, masyarakat, maupun hidupnya karena setiap perempuan itu istimewa.  Selamat Hari Kartini dengan berkiprah tiada henti untuk mengabdi pada negeri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun