Mohon tunggu...
Diah
Diah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Qadariyah di Mata Islam

26 September 2018   00:04 Diperbarui: 26 September 2018   00:15 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit yang dipahami pada umumnya. Dalam sejarah pemikiran islam, terdapat lebih dari satu aliran yang berkembang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama-ulama kalam dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'an. Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan ada pula ayat yang menunjukkan bahwa segala yag terjadi itu ditentukan oleh Allah, bukan kewenangan manusia. Dari perbedaan pendapat inilah lahir aliran Qadariyah dan Jabariyah. Aliran Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan kata lain, manusia mempunyai qudrat (kekuatan atas perbuatannya).Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetapi, menurut Ahmad Amin,ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma'bad Al-jauhani dan Ghilan Ad-dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M. iftiraq (perpecahan) itu sendiri muai terjadi setelah Utsman bin Affan Radhiyallahu'anhu terbunuh. Pada masa kekhalifahan Utsman, belum terjadi perpecahan serius. Namun, ketika meletus fitnah di antara kaum muslimin pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, barulah muncul kelompok Khawarij dan Syi'ah. Sementara pada masa kekhalifahan Abu Bakar Radhiyallahu'anhu dan Umar Radhiyallahu'anhu bahkan pada masa kekhalifahan Utsman Radhiyallahu'anhu, belum terjadi sama sekali terjadi perpecahan yang sebenarnya.

Selanjutnya, para sahabat justru melakukan penentangan terhadap perpecahan yang timbul. Janganlah dikira para sahabat mengabaikan atau tidak mau tahu tentang fenomena negatif ini. Dan jangan pula disangka mereka kurang tanggap terhadap masalah perpecahan ini, baik seputar masalah pemikiran,keyakinan,pendiri maupun perbuatan.

Bahkan mereka tampil terdepan menentang perpecahan dengan gigih. Mereka telah teruji dengan baik dalam sepak terjang menghadapi perpecahan tersebut dengan segala tekad dan kekuatan.Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaannya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan, pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja,sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam faham Mu'tazilah.

Faham Qadariyah itu mengingkari  takdir Allah Taala dengan maksud ilmunya, melampaui didalam menetapkan kemampuan manusia dengan menganggap mereka bebas berkehendak. Di dalam perbuatan manusia, Allah tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) mengenainya dan ia terlepas dari takdir. Mereka menganggap bahwa Allah tidak mempunyai pengetahuan mengenai suatu kecuali selepas ia terjadi. Mereka berpendapat bahwa Qur'an itu adalah makhluk,ini disebabkan pengingkaran mereka terhadap sifat Allah. Mengenal Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah. Mereka mengingkari melihat Allah (ruqyah), karena ini akan membawa kepada penyerupaan (tasybih). Mereka mengemukakan pendapat tentang surge dan neraka akan musnah (fana'), selepas ahli surge mengecap nikmat dan ahli neraka menerima azab siksa. (qadariyah.blogspot.com)Jika manusia tidak memiliki daya dan segala perbuatannya dipaksa oleh Allah, maka sejauh mana eksistensi manusia sebagai khalifah dimuka bumi, bagaimana fungsi berita gembira dan ancaman yang Allah berikan, serta untuk apa Allah menyediakan ganjaran atas segala perilaku manusia selama hidup.Keyakinan bahwa manusia dipaksa (majbur) dalam melakukan segala sesuatu akan membuat manusia menjadi malas berusaha karena menganggap semuanya merupakan takdir yang tak dapat diubah, juga dapat menyebabkan manusia memiliki rasa tanggung jawab terhadap segala sesuatu. Begitupun sebaliknya, jika seluruh perbuatan manusia berada dalam tangan manusia itu sendiri tanpa andil Sang Pencipta, maka seberapa kuat kemampuan manusia untuk mengelola alam ini sementara kemampuan kita sangat terbatas.

Maka dimana letak batas kreatifitas kita. Dengan keyakinan ini, maka dimana letak keimanan kita terhadap qadha dan qadar Allah SWT. Mereka beranggapan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa Allah adalah yang menetapkan dan yang menciptakan perbuatan manusia akan membawa pada prinsip fatalisme atau keterpaksaan dan bukan free will atau bebas dan dapat memilih. Ini menjadikan pengutusan Rasul-rasul menjadi suatu yang sia-sia tiada guna, sehingga tidak diperkenankan adanya taklif, tidak adanya dasar pemberian pahala dan siksa, janji dan ancaman, serta pujian dan celaan.Mereka juga mengatakan bahwa tidak boleh Allah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, atau yang menginginkan setiap yang diperbuat manusia, karena kadang-kadang manusia berbuat zlim. Dan perbuatan zlim tidak diperkenankan berasal dari Allah SWT, dan Allah juga tidak mungkin menginginkan perbuatan zalim, karena Tuhan itu adil. Dan orang yang adil tidak mengerjakan kezaliman tidak pula menginginkan kezaliman.

Di sini Qadariyah menganalogikan keadilan Tuhan dengan keadilan makhluk. Sebagaimana perbuatan zalim merupakan perbuatan buruk jika dilakukan oleh manusia, maka begitu pun ia adalah suatu keburukan pula jika berasal dari Allah SWT. Paham qadariyah dalam beberapa masalah, misalnya mengenai sifat-sifat Allah, mereka menafikan adanya sifat-sifat Allah, khususnya dalam sifat ma'ani. Ghailan mengatakan bahwa sifat-sifat tersebut bukan sesuatu yang berbeda dengan dzat, melainkan identik dengan dzat Allah. Al-Qur'an menurutnya adalah qadim, tidak baharu seperti yang dikatakan oleh Jahm bin Safwan, iman adalah pengakuan dengan hati dan lisan saja, sedangkan amalan bukan bagian dari iman, dan tentang politik Ghailan mengatakan bahwa khalifah atau imam itu boleh dilantik dari selain kaum Quraisy selagi ia mampu menjalankan ajaran al-Qur'an dan sunnah nabi dan tentunya juga ada konsensus umat atasnya. (islamadalahrahmah.blogspot.com).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun