Mohon tunggu...
Dhita Salsabila Putri
Dhita Salsabila Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA

An enthusiast individual who is curious about how the world works and how is it felt to be outside out of her comfort zone

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dakwah 2.0: Tantangan Menyulam Pesan Islam Dalam Era Digital

31 Agustus 2023   11:51 Diperbarui: 31 Agustus 2023   12:23 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Era digital yang semakin berkembang pesat, membuat komunikasi dan penyiaran informasi telah mengalami transformasi yang luar biasa. Di tengah gemuruh teknologi digital ini, upaya untuk menyebarkan ajaran agama atau dakwah telah memasuki babak baru yang menarik dan menginspirasi. Maka dari itu dakwah saat ini beralih menjadi konsep dakwah 2.0 yang merupakan respons terhadap perubahan ini. Konsep dakwah 2.0 sendiri merupakan aktivitas dakwah yang dilaksanakan dengan mengandalkan jejaring media sosial menggambarkan evolusi komunikasi penyiaran Islam melalui penggunaan media tradisional dan media sosial.

Dalam beberapa dekade terakhir, internet telah mengubah fundamental bagaimana kita memperoleh dan berinteraksi dengan informasi. Fenomena media sosial adalah salah satu pendorong utama di balik perubahan ini. Platform-platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok telah memungkinkan miliaran orang untuk terhubung tanpa batas geografis, membentuk komunitas, berbagi pikiran, dan mengekspresikan diri dalam berbagai bentuk. Kehadiran media sosial tidak hanya mengubah cara kita berkomunikasi, tetapi juga bagaimana kami membentuk identitas pribadi dan bersosialisasi.

Berdasarkan data hasil riset We Are Social dan Meltwater, angka pengguna internet (netizen) di Indonesia per Januari 2023 melonjak hingga 212,9 juta. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 10 juta atau 5% jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 202 juta pengguna.

Hal ini membuktikan bahwa masyarakat semakin melek digital dan tingkat melek digital yang tinggi memungkinkan para penceramah agama atau tokoh-tokoh dakwah untuk mengemas pesan-pesan keagamaan secara lebih menarik dan relevan dengan audiens muda yang lebih terbiasa dengan teknologi. Konten-konten visual, video, dan podcast dapat digunakan untuk memberikan penjelasan tentang ajaran-ajaran agama secara lebih interaktif. Selain itu, melek digital juga membuka peluang untuk berdialog dengan audiens secara langsung melalui fitur-fitur interaktif pada media sosial, sehingga memungkinkan terjalinnya diskusi yang lebih mendalam tentang isu-isu keagamaan.

Pada hakikatnya, dakwah adalah salah satu elemen penting serta memiliki kedudukan yang sangat fundamental dalam agama Islam. Tanpa adanya dakwah, ajaran Islam tidak akan dapat tersebar dan dipahami oleh umat manusia. Disamping alasan tersebut, agama Islam juga menginspirasi umatnya untuk berperilaku baik serta mengajak individu lain untuk menjembatani diri menjadi sosok yang bermoral dan berpengetahuan. Oleh karena itu, nyaris tak terelakkan untuk menyebut Islam sebagai agama dakwah. Dengan demikian, hubungan antara Islam dan dakwah menjadi dua entitas yang tak dapat dipisahkan. Agama Islam memerlukan dakwah agar nilai-nilai ajarannya dapat dihembuskan, dan dakwah menggantungkan diri pada Islam sebagai dasar utamanya."telah mengalami transformasi signifikan sepanjang sejarahnya.

Pengamalan dakwah merupakan suatu kewajiban yang tidak terelakkan bagi seluruh komunitas umat Islam. Tanggung jawab untuk menyebarkan ajaran ini didasarkan pada argumen yang signifikan yakni Allah subhanahu wata'ala berfirman "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS. An-Nahl:125). Melalui ayat-ayat tersebut, kita dapat mengerti bahwa kewajiban melaksanakan dakwah berlaku bagi seluruh kaum muslimin dan muslimat.

Dari mulai dakwah lisan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di Mekah dan Madinah, hingga dakwah melalui tulisan, radio, televisi, dan akhirnya memasuki era digital dengan media sosial. Media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan platform lainnya, telah membuka peluang baru dalam menyebarkan pesan-pesan agama dengan cepat dan luas kepada khalayak yang lebih global.

Namun terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi para dai dalam melakukan dakwah di media sosial. Para dai yang berupaya untuk melakukan dakwah melalui media sosial menghadapi sejumlah tantangan yang kompleks. Pertama, mereka harus bersaing dengan konten-konten lainnya di platform media sosial yang seringkali bersifat menghibur dan ringan. Menarik perhatian audiens untuk konten dakwah di tengah banjir informasi ini bisa menjadi sulit. Kedua, karakteristik media sosial yang cenderung singkat dan cepat berubah menuntut para dai untuk menyampaikan pesan dakwah dengan padat dan menarik dalam waktu singkat. Ini bisa menjadi tantangan untuk menyampaikan pesan-pesan yang dalam dan kompleks dengan cara yang mudah dipahami.

Selanjutnya, media sosial sering kali menjadi wadah bagi beragam pandangan dan opini, termasuk yang mungkin bertentangan dengan ajaran agama. Para dai perlu mengatasi konflik informasi dan mampu memberikan penjelasan yang akurat dan persuasif tanpa menimbulkan gesekan yang tidak perlu. Selain itu, dalam lingkungan media sosial yang anonim, para dai juga berhadapan dengan komentar negatif, penghinaan, dan bahkan ancaman. Mereka perlu membangun ketahanan emosional untuk tidak terpengaruh dan tetap menjaga etika dan akhlak dalam berinteraksi.

Aspek lain yang penting adalah keaslian dan integritas konten. Terkadang, dalam upaya untuk mendapatkan jumlah pengikut atau likes yang lebih tinggi, ada risiko konten dakwah menjadi terlalu sensasionalis atau mengesampingkan substansi ajaran agama. Para dai perlu menjaga kesetiaan terhadap nilai-nilai agama dalam menyampaikan pesan-pesan mereka. Terakhir, adaptasi terhadap perkembangan teknologi dan tren media sosial juga diperlukan. Para dai harus terus memperbarui pengetahuan mereka tentang platform yang sedang populer dan bagaimana memanfaatkannya secara efektif untuk menyebarkan dakwah.

Namun secara keseluruhan, transformasi dakwah yang menggunakan media sosial ini memiliki banyak implikasi positif yang mendalam pada cara-cara komunikasi penyiaran Islam di era modern. Dakwah 2.0 membawa paradigma baru dalam menyampaikan pesan-pesan agama, di mana penggunaan teknologi dan media menjadi sarana utama untuk mencapai audiens yang lebih luas. Media sosial memungkinkan para dai dan aktivis Islam untuk berinteraksi langsung dengan umat, menjawab pertanyaan, memberikan nasehat, dan menginspirasi melalui berbagai bentuk konten seperti teks, gambar, audio, dan video.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun