Di era digital seperti sekarang, anak-anak kita tumbuh di tengah derasnya arus informasi. Hanya dengan sekali klik, mereka bisa mengakses jutaan data, video, atau berita dari seluruh dunia. Namun, di sisi lain, semakin banyak informasi yang justru tidak selalu membuat mereka semakin bijak. Fenomena hoax, budaya instan, dan kecenderungan "copy-paste" tanpa analisis kritis menunjukkan bahwa pendidikan kita menghadapi tantangan serius.
Di sinilah filsafat pendidikan hadir. Ia tidak sekadar bicara teori, melainkan memberikan kompas arah dan menunjukkan apa tujuan sebenarnya dari pendidikan? Apakah hanya menyiapkan anak untuk bekerja, atau membentuk manusia yang kritis, inspiratif, dan bermakna? Tujuan filsafat pendidikan mencakup tiga hal penting: inspirational, preskriptif, dan investigative. Ketiganya, jika dihidupkan kembali, mampu menjadi jawaban atas tantangan pendidikan di era digital.
Tulisan ini akan membahas bagaimana ketiga tujuan filsafat pendidikan itu dapat diterapkan, sekaligus relevansinya dalam membentuk generasi yang tidak hanya cerdas teknologi, tetapi juga bijaksana dan berkarakter.
Latar Belakang Masalah
Mengapa kita perlu membicarakan tujuan filsafat pendidikan? Pertama, karena pendidikan tidak pernah netral. Pendidikan selalu dipengaruhi nilai, ideologi, dan arah pembangunan bangsa. Jika tujuan pendidikan hanya diarahkan pada pencapaian angka ujian atau kompetensi kerja maka lahirlah generasi yang pintar secara teknis tetapi miskin empati dan refleksi.
Berdasarkan Laporan Programme for International Student Assessment (PISA, 2022) menempatkan Indonesia di peringkat menengah bawah dalam literasi membaca, matematika, dan sains. Sementara itu, survei Kominfo (2023) mencatat lebih dari 60% masyarakat Indonesia pernah terpapar berita bohong (hoax). Angka ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis dan analitis masih lemah, padahal inilah kompetensi utama di era digital.
Selain itu, tuntutan global juga semakin kompleks. Dunia kerja kini membutuhkan generasi yang tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga mampu berinovasi, bekerja sama lintas budaya, serta memiliki landasan moral. Di sinilah filsafat pendidikan dengan tujuan inspirational, preskriptif, dan investigative menjadi relevan. Ia mengajarkan pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan, melainkan transformasi manusia.
Pembahasan
1. Tujuan Inspirational: Menyalakan Api dalam Diri Peserta Didik
Inspirasi adalah energi yang menggerakkan manusia. Dalam pendidikan, tujuan inspirational berarti pendidikan harus mampu menyalakan semangat belajar, rasa ingin tahu, dan motivasi untuk terus berkembang. Di era digital anak-anak mudah terdistraksi oleh media sosial, game online, atau konten hiburan. Jika pendidikan tidak mampu memberi makna lebih belajar akan terasa membosankan. Oleh karena itu guru perlu menjadi "sumber inspirasi" bukan sekadar penyampai materi.
Contoh nyata bisa kita lihat dari gerakan project-based learning di sekolah. Siswa diajak membuat proyek lingkungan, seperti mengolah sampah plastik menjadi produk kerajinan. Dari sini, mereka tidak hanya belajar sains dan ekonomi tetapi juga merasa bangga karena karyanya bermanfaat. Inilah esensi tujuan inspirational yaitu membuat peserta didik merasa pendidikan relevan dengan hidupnya sehingga ia terdorong untuk terus belajar.