Setelah menikah dan memiliki anak, saya mengakui bahwa rasa cemas atas kesehatan finansial atau keuangan menjadi hal yang terkadang membuat saya merenung. Meski kemudian saya tersadar bahwa Tuhan tidak mungkin membiarkan hambaNya kelaparan. Jangankan manusia yang berakal, cicak yang tidak bisa terbang saja bisa menangkap nyamuk untuk dimakan.
Namun, saya tetaplah manusia biasa yang bisa saja merasa takut, cemas, kalut atau bahkan bingung akan melakukan apa. Beruntungnya istri saya selalu berkata "sudah, Pak. Tidak usah terlalu dipikirkan."
Suatu ketika ada momen yang membuat saya yakin bahwa ketika isi dompet dan saldo ATM berjumlah tidak lebih dari 100 ribu, Tuhan tidak lepas perhatian kepada hambaNya.
Kala itu di dompet saya hanya ada uang sekitar 20 ribuan. Saat hendak berangkat kerja istri saya berkata "Susu anak hampir habis, Pak." Sebuah kalimat yang tentu saja membuat saya tidak boleh terdiam. Lalu saya kenakan seragam dinas dan berangkat bekerja sambil bernyanyi lagu berjudul Kehidupan dari God Bless.
Seribu satu problema, menyesak di dalam dada
Apa itu?
Susu Anakku
Setelah saya sampai di tempat kerja, dimulailah operan jaga oleh Perawat sebelumnya, kala itu hanya ada 1 pasien di Bed dan rekan sejawat saya berkata.
"Mas, kamu yang ngrujuk, ya! Tinggal nunggu ambulans"
"Baiklah, siap," jawab saya.
Kala itu saya merujuk pasien dengan masalah Cedera Kepala dan membutuhkan rumah sakit yang memiliki fasilitas CT Scan dan ketersediaan pelayanan dokter spesialis neurologi. Karena kebetulan saya bekerja di Klinik, sudah pasti pasien tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal jika hanya dirawat di tempat saya bekerja.
Tak berselang lama, sopir ambulans datang, saya dan beberapa keluarga pasien masuk ke dalam ambulans untuk menuju rumah sakit rujukan. Sirine-pun menyala sebagai tanda bahwa ambulans sedang membawa pasien untuk sesegera mungkin tiba di RS rujukan.
Di dalam perjalanan, saya mengamati keluarga pasien yang dengan sabar menjaga pasien, mata saya juga terus awas mengamati pergerakan dinding dada pasien, pastinya untuk memastikan bahwa pasien masih tetap bernafas selama dalam perjalanan.
Selama perjalanan, saya baru menyadari bahwa pasien tersebut adalah pasien umum tanpa memiliki BPJS. Di mana rumah sakit rujukan tersebut akan memberikan fee pengganti transport untuk perawat dan driver yang merujuk pasien tersebut. Dalam hati saya berkata, "Ya, Tuhan inikah jalan rezeki untuk anak saya?"
Sesampai di RS Rujukan, saya mengantarkan pasien ke IGD dan melaporkan kondisi terkini serta terapi yang telah diberikan saat pasien berada di Klinik. Setelah itu saya mengisi buku daftar pasien rujukan di ruang informasi dan di sanalah saya mendapatkan voucher dari petugas bagian informasi.
Singkat kata, voucher tersebut senilai 100 ribu rupiah, setelah saya tukar voucher di bagian kasir, saya mendapatkan amplop coklat berisi uang 100 ribu. Dan di dalam ambulan saya bagi uang tersebut 50:50 dengan sopir ambulans.
Tak terasa air mata saya menetes dalam perjalanan, seketika saya merasa Tuhan sedang berkata, "Jangan khawatir, rezeki anakmu aman, Aku yang ngatur." Saya-pun menyeka air mata seakan Tuhan tidak ingin berlama-lama melihat saya menangis.
Setelah pulang dinas, saya putuskan untuk membelokkan kendaraan ke minimarket sebelum pulang ke rumah. Uang 50 ribu dari hasil rujuk pasien tersebut saya pergunakan untuk membeli susu formula untuk anak saya seharga 37 ribu.
Sesampainya saya di rumah, anak kecil berumur 2 tahun itu datang memeluk saya sembari berkata "Terima kasih, Bapak." Lalu saya mendapati sisa susu anak saya di toples hanya cukup untuk sekali minum saat itu.
Dari peristiwa ini, seakan memberikan petunjuk agar kita tidak perlu terlalu khawatir akan masa depan, karena Tuhan maha mengetahui dan juga maha pemberi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI