Mohon tunggu...
Dhimas Raditya Lustiono
Dhimas Raditya Lustiono Mohon Tunggu... Senang Belajar Menulis

Perawat di Ruang Gawat Darurat | Gemar Menulis | Kadang Merasa Tidak Memiliki Banyak Bakat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengalaman Mengajar Siswa Autis Membaca Puisi

10 Agustus 2025   08:16 Diperbarui: 11 Agustus 2025   10:23 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: dokumen dari ponsel istri

Berbekal pengalaman mengikuti latihan monolog teater di kampus, saya memutuskan yakin untuk menerima tawaran mengajar ekstrakurikuler baca puisi di tempat istri saya bekerja, yakni di salah satu SLB (Sekolah Luar Biasa) di Kota Dawet. 

Berkat pengalaman ini, saya tersadar bahwa mereka (siswa SLB) sejatinya adalah manusia dengan beragam potensi, meski ada kekurangan yang ada pada dirinya.

Murid saya kala itu bernama Raafi, kesan pertama saat berjumpa dengannya, dia agak pemalu, bahkan dia sulit untuk memulai percakapan, namun ketika dirinya membaca puisi, dia adalah sosok penyair yang berhasil membuat saya terpukau oleh progresnya.

Meski dirinya mengidap autis, tapi dia adalah siswa yang tekun dan tidak mudah menyerah. 

Dia memang pernah kecewa saat tidak bisa membawa pulang trophy setelah mengikuti perlombaan, tapi dia masih mau berlatih kembali, kini 2 piala sudah dia sumbangkan untuk sekolahnya di ajang FLS2N dan FLS3N tingkat cabang dinas.

Saat latihan terkadang saya perlu sedikit membentak untuk memberikan contoh dalam membacakan puisi, alih-alih dia takut, ia justru merasa harus berlatih dengan lebih baik. 

Dampaknya, dia menjadi orang yang lebih percaya diri. Salah satu tantangan bagi Raafi adalah melantangkan suara agar bulat sempurna.

Terkadang dia diminta oleh pihak sekolah untuk menjadi petugas upacara, spesifiknya dia menjadi seorang pemimpin upacara. Dirinya juga merasa senang jika diminta oleh pihak sekolah untuk tampil membaca puisi di panggung dalam event tertentu seperti pelepasan siswa.

Hal yang membuat saya terharu adalah testimoni dari orang tuanya, di mana setelah sering belajar baca puisi, Raafi mulai berani menatap lawan bicara, kepercayaan dirinya bertambah seiring waktu, dia juga mulai berani memulai candaan.

Ketika Raafi terdiam, mudah diketahui bahwa dia seorang autis, tapi ketika dia berada di panggung dan membaca puisi, dia akan menjelma layaknya seorang aktor baca puisi profesional.

Kini dia telah mampu mengelola rasa percaya dirinya untuk tampil di atas panggung, menampilkan beragam sajak dengan diksi dan prosody yang sudah dia latih sejak kelas 2 SMPLB.

Raafi telah menjadi salah satu inspirasi, bahwa prestasi bisa dicapai oleh siapapun yang konsisten dan percaya diri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun