Mohon tunggu...
Dhimas Raditya Lustiono
Dhimas Raditya Lustiono Mohon Tunggu... Perawat - Senang Belajar Menulis

Perawat di Ruang Gawat Darurat | Gemar Menulis | Kadang Merasa Tidak Memiliki Banyak Bakat

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Budaya Saling Tolong Demi Menjaga Stabilitas Keuangan

20 Juni 2020   13:46 Diperbarui: 20 Juni 2020   13:41 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir bulan April lalu salah satu hal yang tidak mengenakkan menimpa pada diri saya, yaitu matinya smartphone yang sudah saya miliki sejak tahun 2016. Smartphone tersebut-pun  sudah pernah saya bawa ke counter yang menawarkan jasa service smartphone, tetapi hasilnya zonk. 

Salah satu teknisi disana mengatakan kalau smartphone tersebut sudah seperti mayat yang tidak bisa diberi roh, alias mati total.

Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil tabungan di atm, dan juga mengambil sebagian dari gaji saya untuk membeli smartphone baru. Saya agak terhenyak ketika mengetahui bahwa rata-rata harga smartphone mengalami kenaikan 200 ribu untuk setiap merk. 

Mbak-mbak SPG yang cantik jelita itu bercerita bahwa sejak covid-19 menjadi pandemi, harga smartphone mengalami kenaikan karena sulitnya mencari bahan dan sulitnya pengiriman barang.

Dari peristiwa ini saya mencoba menyimpulkan bahwa kita harus menjaga dan merawat barang elektronik yang kita miliki saat ini. Nyatanya Harga gawai masih sulit mengalami penurunan, sedangkan harga gawai second masih tidak bisa diprediksi. 

Kita semua tahu bahwa selama pandemi covid-19, daya beli masyarakat menurun drastis, apalagi tidak semua masyarakat bisa menjalani work from home yang dianjurkan oleh pemerintah. Semua orang butuh makan, anak sekolah yang belajar di rumah juga membutuhkan kuota untuk mengikuti pembelajaran, sedangkan SPP dan cicilan panci masih tetap ditagih.

Kondisi sulit ini rupanya melahirkan benih-benih oknum, salah satunya adalah oknum yang memborong masker lalu menjualnya dengan harga yang fantastis. Harga masker Sensi 1 box normalnya dibawah 50 ribu, namun saat pandemi ada saja yang menjualnya hingga 300 ribu per box.

Saya yang bekerja sebagai perawat ikut merasakan imbasnya, kami terpaksa bekerja dengan menggunakan 1 masker selama 1 sif (kurang lebih 8 jam), jika masker yang saya kenakan basah karena noda darah, maka saya terpaksa berjalan layaknya pencuri untuk mengambil 1 masker baru. Kebijakan 1 man 1 masker ini diambil karena mahalnya harga masker dan sulitnya klinik mendapatkan masker dengan harga murah.

Selain itu, ada saja masyarakat yang datang ke klinik untuk membeli masker, padahal saat itu kami benar-benar kekurangan masker. 

Direktur kami pun sempat membuat status di whatsapp untuk meluapkan kekecewaannya, dia mempertanyakan darimana orang-orang mendapatkan masker lalu menjualnya dengan harga yang tidak masuk akal. 

Padahal tidak sedikit apotek diluaran sana yang menempelkan kertas pemberitahuan di depan pintu dengan tulisan "maaf masker habis".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun