Mohon tunggu...
D. Henry Basuki
D. Henry Basuki Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Kerinduan akan bersatunya seluruh lapisan masyarakat dalam suasana damai menjadikan tekun dalam Interfaith Comitte Kota Semarang (IFC), Hati Nurani Interfaith Forum (Hanif), Paguyuban Manusia Ranah Semesta (PAMARTA), Forum Keadilan dan Hak Azasi Umat Beragama (Forkhagama) serta Bhinneka Swa Budaya Nusantara (BSBN) Kiprah sebagai Pandita Agama Buddha dalam MAGABUDHI (Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia) bukan melulu melaksanakan pembinaan agama Buddha di pedesaan Jawa Tengah, namun berusaha mengembangkan serta memelihara budaya lokal maupun budaya nasional Indonesia yang pluralis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kerbau Hitam

23 Maret 2016   02:11 Diperbarui: 23 Maret 2016   11:42 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="kerbau hitam"][/caption]Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammă Sambuddhassa (3x)

Kali ini saya akan mengambil cuplikan relief Candi Borobudur yang berupa Jataka, panel ke 29, yaitu Kanha Jataka tentang seekor kerbau hitam bernama Ayyikakalaka yang dipelihara seorang nenek. Nenek sangat sayang pd kerbau ini sejak kecil hingga dewasa, memperlakukannya sebagai anaknya sendiri. Walau kondisinya miskin, nenek selalu memperhatikan agar Ayyikakalaka mendapat makanan enak, kenyang dan terawat.
Ketika sudah mencapai dewasa terbau ini sangat kuat. Timbul rasa kasihan thd Sang Nenek. Ayyikakalaka bertekad untuk bekerja agar bisa membantu beban Nenek. Suatu hari di desa tersebut ada saudagar lewat dengan membawa 500 pedati yang ditarik sapi. Ketika menyeberangi sungai, sapi sapi itu tidak ada yang kuat menarik pedati menyeberangi sungai. Saudagar itu minta pd herbau hitam Ayyikakalaka agar bantu menarik setiap kereta. Ayyikakalaka tidak mau begitu saja menarik sebelum harga tenaganya dijelaskan. Setelah saudagar tersebut bersedia membayar 2 keping emas unt setiap kereta, si kerbau hitam mau dan berhasil dengan mudah menarik setiap kereta sampai keseberang sungai. Setelah selesai, saudagar mengalungkan 500 keping emas pd leher Ayyikakalaka. Namun si kerbau hitam ini melompat-lompat. Menyadari kecurangannya, saudagar tersebut menambah 500 keping emas lagi dan pulanglah si kerbau hitam dengan segera tanpa mau ditegur siapapun dan berjalan dengan berhati hati. Menerima pemberian terebut sang Nenek penuh bahagia, kemudian memijat dan memandikan Ayyikakalaka dengan penuh sayang karena kerbau asuhannya tampak sangat keletihan.

Kalau cerita Jataka, jelas kerbau hitam ini adalah kelahiran Sang Bodhisattva sebelum terakhir lahir sebagai Pangeran Siddhartha dan menjadi Buddha Gotama. Kehidupan yang penuh perhatian, toleransi, cinta kasih dan kasih sayang pada sesama makhluk.
Kasih yang diwujudkan dengan usaha membalas budi Sang Nenek yang sudah merawatnya sejak kecil. Ini yang patut diteladani.
Kalau kerbau dianggap bodoh, dia kuat. Kekuatan itulah yang dipergunakan untuk mendapatkan duit untuk keperluan manusia.

Setiap orang hendaknya meneliti, kemudian mempergunakan potensi yang ada pada dirinya untuk menjaga kelestarian hidup. Pada kenyataannya, banyak orang yang merasa atau menyatakan tidak punya potensi untuk melaksanakan kebaikan. Kalau hal ini terjadi, maka orang tersebut belum dapat mengendalikan kilesa (keterikatan) serta besar rasa ego, sang aku yang penuh dengan kepentingan pribadi.
Kalau seelor kerbau punya usaha untuk memberikan apa yang dimiliki untuk orang yang merawatnya, apakah anda juga demikian ? Kalau orangtua mendapatkan rejeki, segera ingat untuk mensejahterakan anaknya. Kalau seorang anak mendapatkan rejeki banyak yang tidak memikirkan untuk mensejahterakan orangtuanya. Bila kita masih demikian, apakah tidak perlu segera dilaksanakan “revolusi mental” pada diri kita ?
Dalam Anguttara Nikaya II, IV, 2 disebutkan::
 “Kunyatakan, O Para Bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya oleh seseorang. Apakah yg dua itu? ~ IBU dan AYAH.”
 “Bahkan seandainya saja seseorang memikul Ibunya kemana-mana di satu bahunya dan memikul Ayahnya di bahu yg lain, dan ketika melaku kan ini dia hidup 100 tahun, mencapai usia 100 tahun; dan seandainya saja dia melayani Ibu dan Ayahnya dengan meminyaki beliau, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan beliau, serta membersihkan kotoran beliau disana bahkan perbuatan itupun belum cukup, dia belum dapat membalas budi Ibu dan Ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengangkat Orangtuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam 7 macam harta, dia belum berbuat cukup untuk beliau, dia belum dpt membalas budi beliau. 

Saat ini kita berada dalam waktu menjelang Tahun Baru 2016. Memasuki tahun yang baru, marilah kita merubah sesuatu yang tidak semestinya pada diri kita. Kita tempuh kehidupan seseuai dengan Dharma.
 Sabbe satta bhavantu sukhitattă.
 Semoga semua makhluk berbahagia. Sadhu, sadhu, sadhu.

ringkasan dhammadesana (khotbah) di Vihara TANAH PUTIH
Semarang, 27 Desember 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun