Mohon tunggu...
Dhelano Roosel
Dhelano Roosel Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilkada DKI, Debat Terakhir Sebelum Masa Tenang

11 Februari 2017   09:04 Diperbarui: 11 Februari 2017   09:39 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ajang pemilihan kepala daerah Provinsi DKI Jakarta merupakan pemilihan kepala daerah yang paling disorot oleh media. Salah satu rangkaian pemilihan kepala daerah DKI Jakarta, debat antar calon, juga tidak terlepas dari sorotan media massa. Dalam debat terakhir rangkaian pemilihan kepala daerah DKI Jakarta ini, tema yang diangkat adalah masalah kependudukan, perlindungan anak, pemberdayaan perempuan, anti narkoba, dan kebijakan pada penyandang disabilitas. Acara debat terakhir ini memiliki durasi waktu sebanyak 120 menit dan diharapkan dapat meyakinkan para pemilih terhadap pilihan mereka. Tulisan ini akan mencoba menganalisis isi dari perdebatan yang terjadi antara pasangan calon kepala daerah DKI Jakarta pada tanggal 10 Februari 2017.

Debat terkahir dalam rangkaian Pilkada DKI Jakarta ini terdiri dari 4 sesi. Sesi yang pertama adalah penyampaian visi misi dan jawaban pasangan calon terkait pertanyaan dari panelis. Sesi yang kedua adalah pembahasn tentang isu narkoba dan tanggapannya. Sesi ketiga adalah interaksi antar pasangan calon dimana mereka saling tanya jawab dengan batas waktu yang telah ditentukan. Terkahir adalah penutup, dimana mereka memberikan pernyataan komitmen yang ditujukan kepada masyarakat Jakarta. Pada sesi pertama terlihat bahwa pasangan calon yang mampu menyampaikan visi dan misi mereka dengan baik sesuai dengan tema yang diajukan adalah pasangan nomor urut 3 yakni Anies-Sandi. Penyampaian yang dilakukan oleh pasangan nomor urut 3 ini cukup jelas dengan menjabarkan gagasan mereka, yakni Jakarta ramah anak, ramah perempuan, tidak ramah narkoba. Mereka juga bisa dengan baik menjelaskan program-program apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai gagasan tersebut. Hal ini berbeda dengan kedua pasangan lainnya yang hanya berfokus pada penjelasan masalah yang ada dan menurut saya gagal menyampaikan visi mereka untuk Jakarta. 

Sesi debat Pilkada DKI yang kedua menanyakan pasangan calon tentang permasalahan narkoba yang ada di DKI Jakarta. Dalam menjawab permasalahan mengenai narkoba, Anies-Sandi berjanji untuk membuat masyarakat kebal terhadap peredaran narkoba. Cara yang mereka gunakan adalah dengan memperluas RW siaga. Mereka juga berjanji membuat peraturan daerah yang menghukum para pengedar. Solusi yang diberikan oleh Anies-Sandi ini membutuhkan dana yang besar karena setiap kegiatan yang diadakan oleh RW siaga yang merek maksud membutuhkan uang dalam pelaksanaannya. Selain itu, peraturan daerah yang disebutkan pada sesi ini kurang lengkap sehingga disalahkan oleh Basuki-Djarot pada sesi berikutnya.

Berbeda dengan Anies-Sandi, Agus-Silvy menjawab pertanyaan seputar rehabilitasi pengguna narkoba yang dianggap tidak efektif. Dalam hal ini, Silvy menjelaskan tentang pendidikan agama di keluarga yang menjadi sangat penting. Oleh karena itu, mereka juga akan berfokus pada lingkungan RW untuk memberikan pendidikan dini. Selanjutnya, Agus menjelaskan bahwa para pengguna narkoba yang direhabilitasi juga harus mendapatkan pendidikan agar bisa bermanfaat bagi masyarakat. Jawaban dari pasangan nomor urut satu ini masih kurang sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Hal ini disebabkan oleh penjelasan dari Sylvi terkait dengan pendidikan di tingkat keluarga yang sebenarnya tidak ada kaitannya sama sekali dengan pusat rehabilitasi yang menjadi pertanyaan mereka. Agus yang berusaha menjawab setelah dipersilahkan oleh Sylvi tidak memiliki banyak waktu untuk menjelaskan program mereka terkait dengan rehabilitasi pengguna narkoba.

Pertanyaan bagi pasarngan nomor urut 2 adalah terkait dengan kondisi Jakarta yang tidak ramah bagi anak, dimana banyak anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan pornografi. Djarot menjelaskan bahwa ia dengan Basuki Tjahaja Purnama akan membuat komunitas yang baik agar lingkungan dan akses masyarakat terjauh dari narkoba. Ia juga menjelaaskan bahwa penegakkan hukum tentang narkoba ini harus konsisten agar peredaran narkoba tidak merajalela. Respon diberikan oleh Djarot ini kurang lengkap dimana mereka tidak menjelaskan secara jelas fungsi dari komunitas tersebut dan kaitannya dengan pertanyaan yang diajukan oleh moderator. Hal ini mengakibatkan seolah pertanyaan yang diajukan oleh moderator tadi tidak terjawab oleh pasangan calon nomor urut 2. Hal ini juga diperparah dengan koreksi yang dilakukan oleh Djarot kepada pasangan nomor urut 3 terkait dengan Peraturan Daerah yang hendak dibuat oleh Anies-Sandi yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Pada sesi berikutnya, para pasangan calon dipersilahkan untuk saling bertanya kepada pasangan calon lainnya. Pertanyaan pertama diajukan oleh pasangan nomor urut 1 kepada pasangan nomor urut 3. Sylvi menanyakan tentang konstitensi Basuki- Djarot dalam membasmi kekerasan pada perempuan. Dalam hal ini, terlihat bahwa pasangan Agus-Sylvi berusaha membawa permasalahan personal pada ajang debat yang sebenarnya tidak diperbolehkan. Pertanyaan ajang debat seharusnya berfokus pada visi misi pasangan calon terkait dengan tema yang dibahas. Dengan pertanyaan yang sangat personal tersebut, tanggapan dan jawaban dari masing-masing kandidat menjadi tidak relevan dengan jalannya debat. Menurut saya pertanyaan ini tidak pantas ditanyakan oleh Sylvi, terutama pernyataan dia yang menyatakan bahwa ia adalah perempuan.

Kesempatan bertanya berikutnya diberikan kepada Basuki-Djarot untuk bertanya kepada Anies-Sandi. Pasangan nomor urut dua menanyakan rumah tanpa uang muka yang hendak diberikan oleh Anies-Sandi kepada masyarakat Jakarta. Anies-Sandi menjawab bahwa rumah tanpa uang muka terebut adalah skema pembelian rumah terbaru bagi masyarakat dengan kredit jangka panjang selama 30 tahun. Skema pembayaran ini dipelajari dari Singapura dan hendak diterapkan di Jakarta. Pemberian kredit jangka panjang ini memerlukan perizinan yang rumit dan melibatkan pemerintah dalam perjanjian yang sangat panjang. Pelaksanaan skema ini harus dipelajari lebih lanjut apabila memang harus diterapkan. Selain itu, Anies-Sandi kurang bisa menjelaskan secara lengkap dimana letak pembangunan rumah yang dijanjikan bagi masyarakat ini.

Kesempatan ketiga diberikan kepada pasangan Anies-Sandi untuk bertanya kepada pasangan nomor urut satu. Pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan pengelolaan satuan polisi Pamong Praja. Pasangan nomor urut satu menjawab dengan memberikan contoh kasus dimana Satpol PP berhasil merapihkan pedagang kaki lima dan menjadikannya tempat kuliner yang layak dikunjungi. Dalam menjawab pertanyaan tersebut sayangnya pasangan nomor urut satu kembali menyindir Basuki-Djarot. Penilaian saya kepada pasangan ini menjadi semakin buruk karena sindiran yang ditujukan kepada pasangan lain tersebut tidak perlu dilakukan karena jawaban mereka sudah cukup baik.

Selanjutnya, Basuki-Djarot diberikan kesempatan untuk bertanya kepada Agus Sylvi. Pertanyaan yang diberikan oleh Djarot berkaitan dengan rumah pinggir sungai dan sistem pemberian dana Rp. 1 milyar yang rawan akan praktek korupsi. Pasangan nomor urut 1 itu justru menceramahi Basuki-Djarot karena mencurigai masyarakat dan tidak menjelaskan sistem “akuntabel” secara lengkap. Menanggapi hal tersebut, Basuki-Djarot kembali mempertanyakan permasalahan rumah pinggir sungai dengan pemberian contoh. Akan tetapi, dalam menjawab pertanyaan tersebut, Agus-Sylvi kembali menyinggung sifat pasangan calon nomor urut dua yang mereka anggap selalu curiga kepada masyarakat. Respon ini tidak pantas untuk diucapkan dalam debat Pilkada DKI yang terakhir. Hal ini dikarenakan, jawaban dari pasangan nomor urut 1 ini tidak sesuai dengan pertanyaan yang diberikan oleh pasangan calon lainnya. Basuki-Djarot dalam hal ini telah menanyakan program pasangan calon nomor urut 1 yang sebenarnya telah relevan dalam acara debat Pilkada DKI.

Kesempatan kelima diberikan kepada Pasangan Anies-Sandi untuk bertanya kepada Basuki Djarot. Pertanyaan yang diberikan adalah soal kekerasan yang terjadi pada anak di sekolah. Ahok menjawab bahwa hukuman tindak kekerasan yang dilakukan siswa adalah pengeluaran siswa tersebut dari sekolah. Menanggapi hal ini, Anies tidak setuju dengan pendapat Ahok dan menginginkan adanya pembinaan bagi para pelaku kekerasan di sekolah. Ahok kembali memberikan tanggapan bahwa penegakkan hukuman bagi siswa harus tegas sebagai bentuk pencegahan terhadap kekerasan di sekolah. Jawaban dari Ahok ini sebenarnya masih memiliki perdebatan karena dalam hal ini pelaku kekerasan dapat dikatakan masih dibawah umur dan tidak perlu sampai dikeluarkan. Akan tetapi, penulis setuju dengan pendapat Ahok yang memberikan perjanjian tertulis bagi seluruh siswa dan orang tua mereka terkait perilaku kekerasan siswa tersebut.

Berikutnya, kesempatan diberikan kepada pasangan nomor urut 1 untuk bertanya kepada Anies-Sandi. Sylvi bertanya tentang inkonsistensi dalam menjalankan pemerintahan akibat kepentingan pribadi. Menjawab pertanyaan tersebut, Anies-Sandi menjelaskan sistem Open Government yang mereka janjikan akan mereka laksanakan dalam pemerintahan mereka. Konsep Open Government merupakan sebuah konsep baru dalam pelaksanaan pemerintahan dimana masyarkat diberi akses yang luas dalam proses perumusan kebijakan. Konsep tersebut dikatakan baru karena merujuk pada ketersediaan informasi di internet yang dapat diakses oleh siapa saja. Penjelasan akan Open Governmenttidak dijelaskan dengan baik oleh Anies-Sandi dan terkesan sebagai gagasan yang baru dibentuk setelah rangkaian acara debat ini dilaksanakan. Hal ini saya katakana karena, konsep tersebut tidak dijelaskan sama sekali dalam visi-misi yang mereka miliki. Penggunaan konsep Open Government memerlukan kajian lebih dalam karena menyangkut berbagai macam data yang dimiliki oleh pemerintah. Menanggapi hal tersebut, pasangan nomor urut justru menyinggung permasalahan prinsip konsistensi yang merujuk pada perubahan minat Sandiaga Uno yang sebelumnya ingin menjadi Gubernur menjadi Wakil Gubernur saja. Saya jelaskan kembali bahwa pertanyaan ini tidak sesuai dengan tema debat malam itu dan menimbulkan jawaban yang tidak relevan juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun