Mohon tunggu...
Syarief Kate
Syarief Kate Mohon Tunggu... Freelancer - Simple dan Senang Berbagi

| Menjadi insan yang bermanfaat bagi yang lain | Penulis Buku : ~Sudut Kota~ ~Biarkan Aku Menulis~ ~Negeri Seribu Alasan~ ~Demokrasi Rasa Kopi~ Founder Home Writing Institute

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cinta Tersandung Uang Panaik

6 Maret 2016   09:13 Diperbarui: 6 Maret 2016   09:28 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Masalah uang panaik (baca : mahar/uang belanja pernikahan) dalam budaya bugis-makassar tidak pernah berhenti untuk diperbincangkan. Sepanjang adat istiadat tersebut masih eksis, maka trending uang panaik akan selalu mewabah bahkan kadang melebihi trending topik di kalangan masyarakat.

Dalam sebuah perbincangan dan canda gurau teman saya berkata, berhati-hatilah kawan jangan sampai cinta tersandung uang panaik. Fenomena panaik sedikit banyak meresahkan kalangan anak muda yang ingin segera membina rumah tangga. Uang panaik telah lama menjadi polemik ditengah-tengah masyarakat terutama di Sulawesi Selatan.  Kejadian salah satu warga Bulukumba, Sulsel tahun yang lalu yang menghadiri acara pernikahan pacarnya menghebohkan dan menghiasi media lokal dan nasional. Sebelumnya santer diberitakan bahwa cinta kedua sejoli tersebut kandas ditengah jalan akibat pengaruh tingginya uang panaik.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman keluarga di salah satu kampung di Kabupaten Sulawesi Selatan mengindikasikan pernikaahan diibaratkan sebuah transaksi yang menggiurkan. Bagaimana tidak jika ingin menikahi wanita tamatan SMP meski 20 juta, SMA 30 juta dan sarjana yang memiliki kerjaan tetap (baca : pns) bisa mencapai 50 hingga 100 juta. Dan apalagi untuk kalangan artis di negeri ini lebih fantastis lagi.

Uang panaik yang lumayan jumlahnya dapat menimbulkan hal negatif. Misalnya, seorang pemuda datang secara baik-baik ke calon mertuanya dua sampai tiga kali, namun belum juga menimbulkan kesepakatan harga sehingga memilih kawin lari. Beberapa penelitian telah mengungkap kejadian kawin lari ini terjadi ditengah masyarakat akibat melonjaknya uang panaik. Dan memiriskannya lagi, diantara mereka baru pulang ke rumah mertuanya selang beberapa tahun kemudian dengan membawa uang yang tidak setinggi lagi dengan uang panaik yang diminta sebelumnya. Kepulangan mereka hanya untuk membersihkan nama keluarga dengan mengadakan syukuran, istilah bugisnya Maddeceng (baca : memulihkan nama keluarga besar antara keduanya)

Nabi Muhammad saw yang mengerti kondisi ummatnya berpesan bahwa sebaik-baik wanita adalah yang paling murah maharnya. Artinya dalam pernikahan tidak memberatkan kedua bela pihak. Rasulullah juga mewanti-wanti para orang tua jika telah datang seorang pemuda yang baik akhlak dan agamanya, maka tidak ada alasan untuk menolaknya demi menghindari fitnah yang lebih besar dan nyata. Pelajaran berharga bagi kalangan orang tua terhadap kejadian warga Bulukumba yang menggetarkan indonesia itu.

Selain itu, negara semestinya hadir untuk mengatur kebiasaan ‘transaksi nikah’ ditengah-tengah masyarakat khususnya di Sulawesi Selatan. Semua tentu berharap tidak ada lagi peristiwa cinta yang tersandung uang panaik dan beritanya menghiasi media sosial. Semoga!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun