Di tengah dinginnya udara Kota Batu, ada seorang pelukis yang menyalakan hangatnya kehidupan melalui warna dan sapuan kuasnya. Ia adalah Gusbandi Harioto, atau yang akrab disapa Kokot, sosok seniman yang tetap setia pada jalur realisme meski zaman terus berubah.
Lahir pada 15 Agustus 1961 di Kota Batu, Gusbandi tumbuh tanpa pendidikan seni formal. Ia menamatkan sekolah di SMAN 1 Batu dan mengasah bakatnya secara otodidak. "Sebenarnya saya tidak pernah berpikir ingin jadi seniman," ujarnya suatu kali, "tapi naluri saya memang sudah ke arah situ."
Ketertarikannya terhadap seni mulai terasa sejak kecil, namun baru benar-benar ia tekuni pada tahun 1987, ketika bergabung dengan kelompok kecil seni rupa di Batu. Pada masa itu, menjadi seniman bukan pilihan yang mudah. Stigma masyarakat menganggap seniman dianggap tidak memiliki arah hidup, berpenampilan urakan, dan tanpa penghasilan pasti. Namun, Gusbandi memilih untuk tetap melangkah di jalan yang ia yakini. "Kalau sudah merasa ini jalan hidupmu, ya dijalani saja," katanya dengan mantap.
Awalnya, Gusbandi berkarya dalam gaya abstrak sebelum akhirnya jatuh cinta pada realisme. Ia sempat mengeksplor impresionisme pada tahun 1993, tetapi kembali lagi ke realisme dua tahun kemudian. "Realisme itu dasar dari semuanya. Tidak mudah, tapi di situ letak tantangannya," tuturnya.
Studio Gusbandi sangat sederhana, hanya ruang tengah rumahnya yang ia ubah menjadi tempat berkarya. Di ruangan itu, ia menempelkan kanvas di dinding, menyorotinya dengan lampu seadanya, dan mulai melukis di tengah hiruk-pikuk keluarganya. Dari ruang yang sederhana itu, lahirlah karya-karya realis yang menggambarkan hiruk pikuk pasar tradisional dan kehidupan sosial masyarakat kecil.
"Pasar itu miniatur kehidupan," ucapnya. "Di sana ada interaksi, ada emosi, ada cerita. Semua yang terjadi di kehidupan ini bisa kamu temukan di pasar."
Karya-karya Gusbandi sering kali menghadirkan interaksi sosial yang hangat dan jujur, digambarkan dengan teknik pointilisme yang ia padukan dalam gaya realis. Baginya, seni tidak hanya tentang keindahan visual, tetapi juga tentang kejujuran dan refleksi diri.
Sejak 1988, Gusbandi aktif mengikuti pameran seni. Ia memulai dari Gelar Akbar Seni Rupa 2 di Batu, lalu melanjutkan ke Gelar Seni Rupa Jawa Timur pada 1990, Solo pada 1991, dan Jakarta pada 1992. Dalam pameran di Jakarta itu, ia bahkan masuk dalam 44 pelukis muda pilihan se-Indonesia. Walau belum pernah mengadakan pameran tunggal, rencana itu kini tengah ia pertimbangkan.