Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Malu Bertanya Sesat di Jalan, Banyak Tanya Siapkan Uang

14 Desember 2011   23:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:16 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada pepatah mengatakan ''malu bertanya sesat di jalan'', sebuah pesan agar tidak gengsi bertanya jika memang tidak tahu. Namun, bagaimana jika ''banyak bertanya, memalukan'' atau ''bertanya kelihatan bodohnya''. Saat ini sepertinya, malu bertanya sesat dijalan, sebab banyak tanya malah tersesat dijalan. Coba saja iseng, saat jalan-jalan di ibu kota kita yang konon orangnya sudah acuh tak acuh. Katakanlah kita tanya tempat atau lokasi tertentu, jawaban menyayat hati yang harus diterima ''ngapa lu tanya gue.. noh...sono noh kalo mau tanya...'' nunjuk pos polisi. Mungkin jika anda bertanya di desa saya, bukan jawaban yang didapat, tetapi mungkin malah diantar sampai dilokasi yang kita tuju.

Rasa trauma itu bertambah saat bertandang ke ibu kota. Saat itu tiba di salah satu terminal yang terkenal akan preman-premannya, makan sikap santun dan tenang mungkin bisa jadi solusinya. Muter kesana kemari, tak ketemu juga bisa yang akan mengantar saya ke tujuan. Akhirnya bertanya pada seorang bapak-bapak, dan gayung bersambut, akhirnya dijawab sekaligus diantar menuju bus yang saya maksut. AKhirnya ketemu juga dengan busnya, lalu ucapan terimakasih kulayangkan dengan senyuman, tapi apa daya saat kaki melangkah masuk pintu bus, tangan ditarik bapak tersebut. Tak kira mau ngajak salaman, ternyata minta uang lelah dan rokok. Dengan santai saya jawab ''maaf pak saya gak lelah, lagian muter nie terminal 5 putara juga gak capek, karena saya mau naik gunung, lagian saya juga gak merokok''. Tapi apa boleh buat, 5000perak melayang juga, dan kesimpulannya malu bertanya sesat dijalan, banyak tanya keluar uang.

Berbeda jauh saat dilokasi yang saya tuju, yakni sebuah air terjun yang konon jarang dikunjungi orang. Air terjun yang terletak di lereng gunung yang mungkin susah dijangkau, sehingga tidak banyak dikunjungi orang. Dengan bantuan GPS dan peta, kaki ini melangkah dijalan setapak yang biasa digunakan penduduk mencari kayu. Ditengah jalan, ketemu dengan salah satu pemuda kampung lantas ditanya ''mau kemana, dengan siapa dll'', dan saya jawab apa adanya. Lantas dia menawarkan diri untuk mengantar saya ke lokasi. Dalam hati, ditarik bayaran juga gak masalah, daripada ilang di hutan gunung. Akhirnya sampai juga di lokasi yang ternyata cukup jauh juga. Singkat cerita akhirnya pulang dan masih bersama pemuda kampung tersebut. Saat masuk di kampung, tangan ini di tarik ''terlintas kejadian diterminal'', namun tiba-tiba sirna ''mari mas mampir dulu dirumah saya, kita minum dulu''. Akhirnya sampai disebuah rumah sederhana dan disambut ramah oleh tuan rumahnya, tak berapa lama keluar minuman teh panas yang cocok dengan hawa pegunungan. Saya kira bertandang ini sudah cukup, dan saatnya pulang, lagi-lagi tangan ini di tarik, rasa curiga muncul kembali, namun sirna begitu ''mas mari makan dulu seadanya''. Perut kenyang, badan hangat dan masih diberi buah-buahan khas sana sebagai bekal dijalan, bahkan tawaran menginap dan diantar sampai dijalan raya harus saya tolak, karena lebih dari cukup bahkan lebih saya telah mendapatkan segalanya.

Dalam perjalanan pulang terpikir, ''gak bakalan lagi tanya-tanya bahkan diantar orang saat diterminal'' dan ''pasti aku bakalan minta antar teman digunung dan suatu saat harus menginap dirumahnya''. Wajah mencurigakan begitu terlihat diwajah-wajah manusia-manusia lapar dibawah sana yang semuanya serba uang, namun wajah ketulusan begitu terpancar dari orang-orang kampung yang penuh dengan keiklasan. Namun, telor-telor ayam dengan warna dan ukuran yang sama, begitu lepas 21 hari menetas akan mengasilkan bulu ayam yang berbeda, begitu juga dengan manusia yang jauh lebih beragam.Memang malu bertanya sesat dijalan, banyak tanya harus keluar uang.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun