Indonesia konon mendapat julukan sebagai negara agraris, sewaktu saya duduk di bangku sekolah dasar 25 tahun yang lalu. Benar adanya karena memang pada waktu itu sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani.Â
Saat ini apa yang menarik dari pertanian selain hasil panennya? Tidak banyak anak muda saat ini yang bercita-cita menjadi petani atau menggarap ladang, tetapi saat ini banyak yang tergila-gila memotret ladang pertanian. Sebuah anomali, tetapi demikian faktanya. Tidak percaya, mari berkunjung di Panyaweuyan - Majalengka, Jawa Barat.
Pukul 19.00 WIB kami sampai di Maja, sebuah kecamatan di Kabupaten Majalengka. Tujuan kami malam itu adalah mencari penginapan.Â
Badan kami sudah terlalu lelah, karena seharian kami menapaki aspal dari sisi selatan Jawa Barat. Alhasil kami tidak mendapatkan penginapan, dan salah seorang pemuda menyarakankan "sok atu manginap saja di rumah penduduk kalau tujuannya ke argapura, kalau tidak ada manginap saja di rumah pak kuwu". Atas sarannya kami melanjutkan perjalanan darat menuju Argapura.
Apuy menjadi salah satu pintu masuk pendakian menuju Puncak Ciremai-gunung tertinggi di Jawa Barat. Pukul 21.00 kami disampai juga di Apuy dan didatangi anak muda yang sedang beronda. Kami ditanya tujuan kami hendak ke mana, dari mana, berapa orang, dan hendak apa. Kami pun dibawa ke rumah pak Kuwu atau kepala dusun. Dusun yang sudah sepi malam itu, kami buat sedikit gaduh dengan kedatangan 6 orang asing.
Rumah pak Kuwu yang sudah gelap tetiba lampunya menyala setelah pagar di pukul-pukul dengan kayu. "Mari-mari masuk..." kata pak Kuwu dan saya masuk duluan diikuti teman-teman.Â
Saya menjelaskan maksud kedatangan kami, dan intinya kami hendak mencari penginapan malam ini dan jika tidak ada penginapan mohon ijin kami mendirikan tenda di lapangan balai desa. Pak Kuwu geleng-geleng "aduuuh... sudah.. sudah manginap di rumah saya saja, ada 3 kamar buat mas.. mas.. semua, satu kamar di lantai atas, dan 2 kamar di lantai bawah".Kami saling memandang dan serempak mengangguk.
Bukit Panyaweuyan
Pagi hari, Pak Kuwu sudah memanaskan pikap-nya. Arloji saya menunjuk pukul 05.00 WIB. Suhu udara masih di angka 19 derajat Celsius. "Mari-mari berangkat, katanya mau foto matahari terbit di Panyaweuyan, ini sudah disiapkan bekal sarapan oleh istri saya". Kembali kami saling memandang dan serempak mengangguk.
Pagi itu Pak Emo Prasiyta selaku Kepala Dusun Argamukti secara khusus tidak berkantor karena mengantar kami untuk menengok wilayahnya. Dengan seragam PNS-nya dia mengendarai pick up-nya menuju bukti yang dimaksud.
Mobil pick up sayur pun berhenti di tepi jalan persis di bawah bukit. Pak Emo langsung mangajak kami "ayo mumpung masih pagi, belum banyak warga yang ke kebun".Â
Suhu udara yang menyentuh 15 derajat Celsius dan tiupan angin yang kencang di elevasi 1.941 mdpl membuat kami harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk sampai di puncak bukit Panyaweuyan. Benar saja, di puncak bukit ini saya bisa memandang 360 derajat ke seluruh penjuru mata angin melihat bukit-bukit yang digores menjadi teras siring dengan dominasi warna hijau.
Potensi Wisata Majalengka
Bukit Panyaweuyan dikenal sebagai bukit Argopura, karena terletak di Kecamatan Argapura. Oleh pemerintah desa, bukit-bukit disini disulap menjadi objek wisata dengan penambahan fasilitas berupa jalan dan tempat parkir yang memadai.Â
Bagi pecinta fotografi lanskap di sinilah salah satu toko serba ada, dan tinggal memilih hendak membeli apa dan gratis.
Dari penghasilan, jelas lebih besar dari bertani dibanding menjadi kepala dusun, tetapi karena sudah menjadi tugas dan tanggung jawab maka harus dikerjakan. Sejak itulah dia menukarkan salah satu mobil pick up-nya dengan jenis sedan untuk berangkat kerja ke kantor yang berjarak tak lebih dari 100 m dari garasi rumahnya.
Sepertinya tempat ini tidak ada habis-habisnya untuk dipotret. Bagi yang hendak belajar fotografi, di tempat ini bisa menjadi ajang gladian. Hendak bermain komposisi, cukup melihat pola-pola ladang yang ada dan jika jeli akan menjadi suatu komposisi yang menarik.Â
Bagi yang suka dengan human interest, aktivitas petani di ladang adalah subjek yang bisa dipotret. Bagi yang suka makro, ratusan serangga banyak yang hinggap di ladang tinggal adu cepat dengan petani yang siaga dengan semprotan pestisidanya.
Desa Wisata
Berjarak sekitar 40 km dari Pusat Kota Majalengka dengan waktu tempuh 60 menit menjadikan Panyaweuyan sebagai salah satu objek wisata alam yang menarik. Tidak banyak di Indonesia yang bisa memberikan suguhan alam seperti di Panyaweuyan. Wisata di sini sama sekali tidak dipungut biaya.Â
Kedatangan turis bisa memberikan masukan yang berarti bagi Desa dalam menggerakan perekonomiannya. Dengan kita membeli di warung-warung desa, membawa oleh-oleh berupa sayuran segar yang langsung dibeli di petani, menginap di rumah-rumah penduduk yang disewakan secara tidak langsung sudah berkontribusi pada masyarakat setempat.
"Turis tidak butuh tempat mewah, yang penting bersih dan nyaman. Mereka akan sangat senang dengan apa yang asli di desa, baik makanan, minuman dan apapun. Tidak perlu menyajikan apa yang di kota untuk di desa, cukup berikan apa yang dimiliki desa ini. Turis yang sudah terbiasa klayapan, akan sangat mudah menyesuaikan diri dan tahu diri, percayalah pak". Kami saling memandang dan mengangguk.