Mohon tunggu...
Dhany Wahab
Dhany Wahab Mohon Tunggu... Penulis - Lembaga Kajian Komunikasi Sosial dan Demokrasi [LKKSD]

IG/threads @dhany_wahab Twitter @dhanywh FB @dhany wahab Tiktok @dhanywahab

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kaum Milenial dan Pemilu Digital

11 Juni 2021   13:50 Diperbarui: 13 Juni 2021   08:16 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun 2022, pengembangan Sipol (Sistem Informasi Partai Politik), Sidalih, Sidapil (Sistem Informasi Daerah Pemilihan), Silon (Sistem Informasi Pencalonan), Silog (Sistem Informasi Logistik), E-Tracking, Sikum (Sistem Informasi Penyelesaian Kasus Hukum), dan Sirekap. Tahun 2023, pembangunan dan pengembangan Sidakam (Sistem Informasi Dana Kampanye) dan Sirekap.

Seluruh sistem informasi tersebut akan diintegrasikan ke dalam satu website data. Tanpa adanya integrasi, permasalahan TI KPU akan terus berulang, yakni terpisahnya setiap sistem informasi pemilu sehingga kinerja masing-masing sistem kurang efisien, terjadinya perbedaan data pada setiap sistem, tidak rapinya infrastruktur TI KPU, dan kurang teraturnya operator pada masing-masing sistem. (https://rumahpemilu.org/rencana-kpu-digitalisasi-pemilu-dan-pilkada-2024/)

Sistem digitalisasi pemilu untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang super cerdas harus dibarengi dengan literasi demokrasi kepada seluruh segmen pemilih. Karakter milenial yang akrab dengan virtual lifestyle menjadi peluang dan tantangan untuk diberdayakan guna menumbuhkan pemilih yang cerdas (smart voters).

Generasi milenial mempunyai ambisi besar untuk sukses tetapi lebih tertarik dengan kewirausahaan (entrepreunership). Kaum milenial berperilaku instan, kreatif, inovatif dan informatif tetapi mudah bosan. Mereka mencintai kebebasan dan lebih dekat dengan media sosial. Tingkat percaya diri yang tinggi dan lebih menghargai passion.

Kalangan milenial menyukai hal yang lebih detail dan mengutamakan pengembangan diri. Selain itu mempunyai keinginan mendapatkan pengakuan dan memiliki daya saing tinggi, melek digital dan teknologi informasi. Generasi milenial yang akan menjadi pemilih terbesar dalam perhelatan pemilu dan pilkada mendatang diharapkan bisa menjadi pemilih mandiri dan kritis.

Dengan mencermati potensi pemilih yang mempunyai karakter milenial maka semua pihak harus berbenah. Partai politik sebagai peserta pemilu harus mampu menyuarakan keinginan dan kebutuhan dari generasi milenial. Kontestasi gagasan dan programatik lebih diunggulkan daripada mengkampanyekan idiom emosional dan praktik politik pragmatis.

Pendekatan serta kampanye politik gaya milenial melalui media sosial (medsos) menjadi prasyarat untuk meraih dukungan di era pemilu digital. Komunikasi, informasi, dan kampanye politik via medsos dalam rangka mendapatkan suara serta dukungan, meningkatkan kredibilitas sebuah entitas politik, maupun komunikasi publik layak dan patut dipertimbangkan untuk pertarungan dan perjuangan kontestasi politik.

Media sosial berhasil memainkan peran yang sangat penting bagi aktor politik dalam mendapatkan suara dan dukungan, khususnya dari para milenial. Dengan medsos semua bentuk partisipasi politik dapat difasilitasi dengan baik dan komprehensif, bagi para aktor politik, berikut parpol beserta kadernya. Mereka akan mendapatkan peluang serta ruang yang luar biasa efektif apabila dilakukan pemberdayaan seoptimal mungkin dalam rangka meraih suara, pikiran, dan hati para masyarakat, khususnya milenial yang menjadi keeper dalam dunia digital.

Bagi para milenial, eksistensi medsos seharusnya dapat menjadi filter yang paling mudah dicapai dalam menyeleksi dan menyortir siapa calon kepala daerah maupun legislatif yang paling layak menduduki jabatan strategis tersebut. Atas dasar hal itu pula para milenial tidak perlu lagi kebingungan atas sikap dan pilihan politik untuk ke depannya.

Bagi penyelenggara pemilu menyiapkan perangkat keras (hardware) dan piranti lunak (software) untuk penyelenggaraan pemilu berbasis digital menjadi keharusan. Dukungan regulasi sangat dibutuhkan untuk memastikan hasil pemilu digital legitimate dan konstitusional. Membuka ruang seluas-luasnya bagi kaum milenial untuk terlibat sebagai penyelenggara pemilu, khususnya menjadi petugas badan ad-hoc.

Kesuksesan pemilu digital (digital election) bergantung dari kesiapan infrastruktur jaringan internet di tanah air. Selain kesiapan infrastruktur digital, pendidikan pemilih (voters education) dan literasi digital perlu ditingkatkan agar masyarakat non milenial mampu menguasai teknologi informasi secara optimal. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun