Mohon tunggu...
Dhanny Hamid Ustady
Dhanny Hamid Ustady Mohon Tunggu... Bersinergi untuk kebaikan.

Pertambangan, Pertanian, Politik dan semua sektor untuk menyejahterakan masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tegal Alas Sebuah Asa dari Kabupaten Blora

4 Juni 2025   12:16 Diperbarui: 4 Juni 2025   12:18 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gatot & Catur menjaga kemakmuran Blora ( EDIT AI) 

Tegal Alas: Sebuah Asa dari Tanah Blora

Di tengah hutan jati yang membentang di barat Blora, berdiri sebuah dusun kecil bernama Tegal Alas. Di sanalah Catoer, pemuda lulusan teknik geologi dari Semarang, pulang kampung setelah bertahun-tahun menimba ilmu. Bersama sahabat lamanya, Gatot---seorang aktivis tani dan pemerhati lingkungan---mereka punya cita-cita besar: membuat Blora tidak hanya sebagai daerah penghasil kayu dan tambang, tapi juga sebagai pusat kemajuan berbasis masyarakat.

"Kalau kita terus jadi penonton, SDA kita habis, rakyat kita tetap miskin. Sudah saatnya Blora berdiri di kakinya sendiri,"kata Catoer suatu sore saat mereka duduk di bawah pohon jati tua, menatap hamparan tambang rakyat yang kian hari makin digerus alat berat.

Gatot mengangguk. Ia baru saja pulang dari rapat dengan kepala desa dan beberapa tokoh masyarakat, memperjuangkan pembentukan Badan Usaha Milik Desa Bersama (Bumdesma) yang akan mengelola tambang kapur secara legal dan transparan.

Namun perjuangan mereka tak mudah. Otonomi daerah di atas kertas kadang kalah oleh kepentingan modal besar. Izin tambang masih didominasi oleh perusahaan luar. Tapi mereka tak patah arang. Catoer memulai pendataan potensi geologi desa-desa, sementara Gatot membuat pelatihan pengolahan batu kapur menjadi produk turunan: semen rakyat, batu bata ramah lingkungan, dan ukiran lokal.

Di tengah perjuangan itu, muncullah Dian, seorang antropolog muda dari Yogyakarta yang sedang meneliti budaya kerja masyarakat tambang. Dian tertarik pada pendekatan yang dilakukan Catoer dan Gatot: berbasis lokal, partisipatif, dan berkelanjutan. Dian tak hanya jadi pengamat, tapi ikut menyusun modul edukasi lingkungan dan ekonomi kreatif bagi ibu-ibu penambang.

Pertemuan antara Catoer dan Dian kian intens. Di balik obrolan teknis dan strategi desa, tumbuh rasa yang lebih halus. Saat hujan turun di suatu malam ketika mereka berdiskusi di balai desa, Catoer akhirnya mengutarakan perasaannya.

"Aku ingin Blora bangkit, dan aku ingin kamu jadi bagian dari kebangkitan itu... juga dari hidupku,"
 kata Catoer, sedikit gugup

Dian tersenyum, menggenggam tangannya.

"Blora bukan hanya tanah penelitian bagiku, Toer. Ini sudah jadi bagian dari rumah. Dan kamu..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun