Mohon tunggu...
Dewi Yuliyanti
Dewi Yuliyanti Mohon Tunggu... Lainnya - Pegawai

Urip iku urup

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Melangitkan Karya, Membuanakan Jiwa Tanpa Ketaksaan" Sebuah Awal Gerakan Literasi Budaya

27 Agustus 2022   18:43 Diperbarui: 31 Agustus 2022   14:19 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu, 21 Agustus 2022  bertempat di Perpustakaan Nasional adalah hari yang membahagiakan bagi Komunitas Literasi Elang Nuswantara. 

Sebagian  para penulis  komunitas Elang Nuswantara yang tinggal di luar Jabodetabek rela mengeluarkan uang dari kocek pribadinya untuk berkumpul  bersama dalam acara peluncuran buku ini.  

Peluncuran tiga buah buku prosa budaya filmis karya dari 93 anggota Elang Nuswantara adalah bukti kecintaan para penulis terhadap Warisan Budaya Indonesia. Literasi dan Budaya memang tidak dapat dipisahkan.

Elang Nuswantara adalah sebuah komunitas penulis pencinta budaya dan alam Indonesia yang beranggotakan para pejuang literasi Nuswantara dari Indonesia timur sampai barat. 

Berlatar belakang beragam, mulai dari Gen Z, Gen Milenial hingga Gen X. Yang menyatukan para Elang Nuswantara adalah semangat untuk nguri-nguri budaya dan mencintai Nuswantara, menyampaikan pesan-pesan leluhur dengan cara kekinian.

Elang Nuswantara (EN) yang lahir di tanggal 14 bulan Maret 2022 digawangi oleh Kirana Kejora, seorang writerpreneur dan produser film, sebagai pengampu kelas menulis. 


Bekerja sama dengan Miyaz Script Agency - Dandelion Publisher melahirkan pasukan Elang Merah. Karya Murni Publisher melahirkan pasukan Elang Putih, dan bersama komunitas Ibu-Ibu Doyan Nulis melahirkan pasukan Elang Biru.

Menurut Kirana Kejora yang dikenal dengan jargon "perilaku nomor satu, karya nomor dua", nama masing-masing pasukan elang dberikan sesuai atmosfer kelas dan kelahirannya. 

Mentor ketiga elang yang dikenal anti memuji pasukan dan mentor galak sekaligus founder Elang Nuswantara berhasil membidani tiga buah buku prosa budaya filmis, berkonsep writerpreneur. Ini terlihat dari cover, judul dan tagline yang tersemat pada ketiga buku tersebut didesain dan dikemas dengan menarik.

Ketiga buku yang diluncurkan memiliki kalimat pamungkas yang sangat berarti sebagai rangkuman seluruh cerita pendek yang terkandung di dalamnya. “Sang Mistikus Kasih” karya 47 Elang Merah menuangkan kalimat sakti semesta tak pernah meminta. Dia akan senantiasa menjaga jika kamu mengasihi dengan hati nurani. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun