Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menulis dan Psikologi Waktu

22 September 2016   16:15 Diperbarui: 23 September 2016   04:08 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: pixabay.com

Jika seandainya ada perlombaan mem-posting artikel dalam waktu yang sama, kita akan berpacu untuk menyelesaikan artikel. Nah, setelah waktu berakhir, kita tengok artikel-artikel yang diunggah di sebuah blog, pasti hasilnya berbeda-beda, baik tema, maupun gaya bahasanya, bukan? 

Menurut ahli psikologi Amerika, Phillip Zimbardo dalam buku "The Time Paradox"---sebagaimana yang dijelaskan Pak Komaruddin Hidayat dalam karya beliau, "Life's Journey", semua orang diberi jatah waktu yang sama, 24 jam. Yang membuat berbeda, ya paradigma kita, yaitu cara kita memaknai waktu yang berjalan. Tentu saja, cara memaknai waktu sangat dipengaruhi oleh keadaan psikologis seseorang. Ya, penjelasan inilah yang dimaksudkan sebagai psikologi waktu.

Meskipun waktu telah membagikan jatah kepada semua makhluk dengan seadil-adilnya, gara gara keadaan jiwa kita itulah, kita berbuat di muka bumi ini, dan hasilnya tak ada yang sama. Bahkan, hari, tanggal, bulan dan tahun akan menjumpai hal yang berbeda dengan keadaan saat ini. Misalnya hari ini (22 September) kondisinya seperti ini, tahun depan di tanggal yang sama akan lain lagi situasinya. Termasuk juga dengan zaman kerajaan, bila dibadingkan dengan era kekinian, akan menemukan hal yang sangat mencolok, iyaa 'kan?

Demikian halnya di dunia tulis menulis. Seperti ilustrasi yang telah saya paparkan di atas, perbedaan hasil tulisan yang dikerjakan pada waktu yang sama pastinya, dipengaruhi oleh kondisi psikis penulisnya masing-masing.

Dulu, jam memang diciptakan untuk penanda waktu, tapi sekarang, apa yang dilakukan jam terhadap psikologis kita? Yup, merampas kebebasan karena harus mengingat agenda ini, agenda itu dan sebagainya. Nah, orang introvert dan ekstrovert tentunya punya cara pandang mereka terhadap jam jika menulis bersama-sama. Jika diberi waktu yang seragam perilaku dan cara pikir keduanya akan bekerja secara berbeda.

Si outies membutuhkan waktu yang lebih cepat untuk menuangkan isi kepalanya sehingga menyelesaikan tulisan lebih dulu. Lain halnya dengan si innies, dia butuh waktu lebih lama untuk berpikir, merangkai kata menjadi sebuah naskah. Tentu, mereka pasti mengeluh jika dibayang tenggat waktu dan dalam hatinya memohon waktu tambahan untuk menuangkan unek-uneknya, bukan?

Hal yang sama juga terjadi jika berkaitan dengan passion. Bagi yang tak menyukai dunia menulis, waktu akan berjalan terasa lambat. Menjalaninya aja sudah nggak betah, waktu terasa berjalan lamaaa sekali, sampai-sampai dia menunggu masa tersebut segera berakhir.

Beda yang punya minat kuat dan bergairah dalam menulis, waktu akan terasa cepat berlalu, tahu-tahunya udah masuk tahun baru. Mereka akan berkata: "duuh, gara-gara keasyikan nulis cerita, eh waktu makan malam udah tiba. Coba kalau sehari tiga puluh jam, pasti aku akan puas merangkai kata"

Dan, perlu diketahui juga, waktu bukan dihitung dari jumlahnya, namun kualitas sangat berpengaruh pada hasil karya yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya, coba lihat buku-buku yang akan diterbitkan oleh penerbit. Ada buku yang ditulis pengarang dan langsung terbit dan menjadi best seller karena kualitas tulisannya, ada yang buku yang kualitasnya buruk sehingga ditolak terbit berkali-kali, ada juga buku yang awalnya gagal terbit, namun karena usaha penulis untuk memperbaiki kualitas tulisan, akhirnya buku karangannya bisa dipajang di rak toko buku.

Jadi, hasil tulisan-tulisan yang dihasilkan itu, tak peduli jumlah waktu yang diperlukan, tentu sangat bergantung dengan kualitas pemikiran yang dihasilkan penulisnya. Pastinya kualitas yang dimaksud berkaitan dengan hal-hal dan nilai yang baik, juga bermanfaat yang telah terekam dalam benak seseorang, yang diperoleh dari sumber-sumber yang baik pula. Dengan kondisi seperti ini, akan lebih mudah mencapai hasil terbaik, bukan?

Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun