Apa yang terlintas dalam benak jika mendengar kata "guru"?
Jawabannya beragam; pengajar dan pemberi ilmu, orangtua kedua di sekolah, bahkan pahlawan tanpa tanda jasa. Semuanya benar. Namun, intinya adalah pemberi ilmu, bukan?
Memang sih, banyak anak-anak yang bercita-cita menjadi guru, namun hanya sebagian yang berhasil digapainya. Ya, karena panggilan hidup jadi pengajar itu yang mengantarkannya seperti ini.
Ada juga yang berubah di masa depan karena berbagai alasan. Masalah bakat, kepribadian, atau kesempatan untuk menggeluti bidang lain yang lebih cocok, itu semua yang membuat keinginan menjadi guru bukanlah yang terbaik.
MENULIS, CARA LAIN MENJADI "GURU"
Tapi, jangan sedih dulu. Walaupun gagal menjadi guru, bukan berarti tak bisa menyalurkannya. Kan ada jalan lain yang bisa ditempuh!
Yakni, dengan menulis. Okelah, untuk semua kalangan, memang bisa kok jadi penulis. Malah, bagi guru dan pengajar masa kini, menulis adalah kewajiban.
Orang yang berbicara dengan mengalir lancar, bahkan dengan tangan dinginnya bisa tampil layaknya motivator yang menyemangati sesama, juga ada yang menulis dan menerbitkan buku!
Akan tetapi, dunia kepenulisan tak berpihak pada satu golongan saja. Semua, sama rata, punya kesempatan untuk menggurat pena. Termasuk, orang pendiam, pemalu, dan introvert.
Justru itulah, dengan kekurangan bersosialisasi, kegiatan menulis bisa menolong dirinya untuk berkarya, dan berdaya dalam menyebarkan ilmu pada khalayak yang tak bisa dijangkau dengan pembicaraan.
Nah, karena sama-sama memberikan ilmu pengetahuan, maka penulis bisa saja disebut "Guru". Hanya saja, antara penulis dan guru kan medianya berbeda, begitu juga komunikasinya.