Daripada pakai kertas yang diadakan dari serat kapas---yang ujung-ujungnya, ngimpor dari luar sana, mengapa tak memaksimalkan pohon pisang Abaka yang melimpah di pulau-pulau terdepan, Talaud?
Secara, kualitas kertas yang dihasilkan dari tanaman bernama ilmiah Musa textilis, lebih terdepan dibanding serat kapas. Tak heran, Dollar Amerika sampai mempercayakan tanaman ini, yakan?
Tapi, itu belumlah cukup. Karena masih ada pe-er-nya menyangkut sumber daya manusia. Butuh yang namanya ahli bikin watermark, benang pengaman dan sebagainya, biar uangnya semakin kuat dan tak gampang goyah dihantam pemalsuan? Dan itu hanya bisa diperoleh lewat pendidikan yang memadai, tentunya!
Nah, mumpung waktu edarnya tak terlalu lama, nih. Mending rencanakan dari sekarang. Jangan hanya berkutat di desain, bahan kertasnya kudu ganti ke bahan lokal dan harus diproduksi di dalam negeri itu juga!
Filipina aja pede uang Peso-nya dari bahan yang dihasilkan dari negerinya sendiri, masa' Indonesia enggak?
Ya, semoga saja uang 1000 rupiah kertas tidak jadi pergi di masa depan, sampai redenominasi tiba.
Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!