Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilkada Bisa Dilaksanakan di Desa, Asalkan....

24 September 2020   14:45 Diperbarui: 25 September 2020   05:19 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Seruan penundaan pilkada semakin kencang terdengar!

Sudah berbagai pihak menyuarakan hal itu, bahkan tenaga kesehatan pula, sampai merengek ke Pemerintah agar Pilkada bisa ditunda (lagi). Habis, COVID-19 tak kunjung pergi!

Namun, Pemerintah tetap pada pendiriannya. Pilkada Serentak tetap digelar. Ya bagaimana lagi, kalau ditunda, ke depannya banyak daerah yang dipimpin oleh Pejabat Sementara dong?

Memang, kasus COVID semakin menjulang dan malah jadi beban, banyak korban yang nyawanya melayang nan berjatuhan yang sebentar lagi akan meraih angka ceban, terus ratusan dokter, juga gugur.

Di tengah hal itu, seolah-olah ada bisikan yang mendorong Pilkada jalan terus "Tenang saja, asalkan ada protokol kesehatan yang ketat, pasti bisa!" Lalu, apa bisa mewujudkan hal itu dalam kurang dari tiga bulan?

Melihat perilaku warga desa, malah diriku jadi ragu. Masih bebas kayak dulu. Gak pakai masker ke manapun mereka pergi, terus masih percaya bahwa kabar tentang korona hanyalah angin lalu.

Di warung-warung dan toko-toko, fasilitas cuci tangan hanyalah pajangan semata. Beribadah malah rapat tanpa jarak di masjid maupun saat shalat hari raya. Ya, itulah kenyataannya.

Ditambah lagi dengan kehadiran media apa pun bentuknya, sukses membuat masyarakat terbuai akan gagasan new normal. Seolah-olah, tatanan kehidupan ini telah kembali seperti semula. Akibatnya apa? Jadi abai!

Karena itulah, Pemerintah Provinsi harus mulai berperang dari sekarang; bersiap-siap menuju pelaksanaan Pilkada! Jangan hanya tahapan yang berjalan, pengendalian pandemi perlu diperhatikan!

Pintu masuk daerah harus diperketat dan kalau perlu, tutup! Warganya juga dilarang ke luar daerah, karena kedatangan dari wilayah zona merah bisa membuat jumlah pasien positif termasuk berada di desa, semakin merangkak naik.

Juga, protokol kesehatan harus digiatkan lagi, merasuk ke seluruh wilayah sampai terkecil sekalipun. Lebih bagus lagi kalau ada orang berpengaruh yang menyadarkan masyarakat untuk mengubah pola pikir, bahwa COVID-19 itu berbahaya dan belum ada obatnya!

Lagian, di provinsi itu ada yang menggelar Pilkada Serentak, bukan? Walaupun hanya satu, tetap saja harus dikendalikan dari kabupaten/kota, sampai di desa-desa. Mudah-mudahan, berangsur-angsur turun ketika hari H tinggal beberapa langkah.

Hmmm, itu baru langkah pertama ya. Lalu, apa lagi?

Idealnya, Pilkada Serentak tahun ini sebaiknya dilakukan secara daring. Tapi masalahnya, tak semua desa-desa kebagian jaringan yang stabil nan sempurna. Ada yang blank, ada pula yang jaringannya bagai hidup dan mati.

Maka, kembalilah ke penyelenggaraan secara konvensional; datang langsung ke TPS yang dilengkapi dengan fasilitas cuci tangan. Terus, diatur jarak antar bangku tunggu dan orang yang menunggu di dalam bangunan TPS harus dibatasi, biar bisa ber-physical distancing dengan maksimal?

Lalu, surat undangannya juga, harus ada tambahan imbauan: pakai masker dan cuci tangan sebelum masuk TPS.

Ingat ya, jangan sampai lalai karena ada personel TNI dan POLRI yang akan ditempatkan di setiap TPS, selain untuk menjaga keamanan, juga bisa membantu menegakkan protokol kesehatan.

Oh ya, Pilkada bisa juga dilakukan dengan petugasnya datang langsung, bawa surat suara di setiap rumah-rumah (door to door), terutama untuk daerah zona oranye dan merah di mana dilarang keras untuk berkerumun dalam bentuk apa pun!

Setelah selesai dicoblos, masukkan ke amplop lagi dan anggotanya mencelup tinta, serta menempelkan tanda di rumah sebagai tanda telah mencoblos.

Namun, untuk hal itu perlu petugas yang banyak, untuk melayani seluruh warga desa. Apalagi, di kecamatan, desanya tentu tidak satu saja. Banyak jumlahnya! Dari situ, surat suara itu diantarkan ke kantor desa untuk melakukan perhitungan suara.

Lantas, bagaimana dengan pemilih yang terkena COVID-19, lalu para tenaga kesehatan yang harus berjibaku melawan virus korona yang tak terlihat itu? Petugasnya akan datang langsung dengan mengenakan APD, baik di rumah sakit maupun sedang isolasi mandiri di rumah, biar bisa menyalurkan hak pilih tanpa rasa khawatir.

Tapi, tetap aja harus koordinasi sama pemerintah desa. Lha yang dirawat di rumah sakit domisilinya berbeda-beda, bahkan ada pula di kota. Setelah menyalurkan hak suaranya, jangan ragu lagi, langsung kirimkan ke kantor desa atau TPS tempat dia tinggal, biar bisa ikut terhitung saat penjumlahan suara nantinya.

Nah, kalau seperti ini, moga-moga Pilkada tahun ini dijauhkan dari marabahaya, termasuk virus korona!

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun