Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Andai Indonesia (Sudah) Pindah ke Televisi Digital...

21 November 2019   07:16 Diperbarui: 21 November 2019   11:01 1572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Shutterstock

Hari ini, 

adalah hari di mana si kotak layar ajaib dirayakan oleh umat manusia sejagat.

Namun, apakah "rumah baru" bernama siaran TV digital sudah bisa ditempati dan dinikmati seluruh penduduk bumi?

TERNYATA BELUM!

Kalau saya buka laman di Wikipedia, ada banyak negara-negara di dunia yang belum selesai memindahkan kanal-kanal stasiun televisi yang semula "berumah" di siaran analog, ke siaran digital, bahkan ada pula negara-negara yang belum ada informasi berisi kepastian, kapan bisa pindah ke "rumah" yang lebih baik; TV digital!

Miris. Padahal, keputusan untuk menutup saluran TV analog, merupakan tuntutan dari dunia yang gak bisa ditawar-tawar lagi! Ini era teknologi canggih lho, apa-apa sudah digital, harusnya teknologi yang berbau analog sudah pergi jauh-jauh!

Eitts, tunggu dulu! Masih ada orang atau negara yang masih betah-betahnya menggunakan siaran dan pesawat TV analog, dan negara kita salah satunya.

Ada jutaan televisi tabung yang setia menemani setiap rumah di seluruh Nusantara, yang berarti kalau siaran analog telah dimatikan, otomatis tidak bisa terpakai 'kan ya, kecuali kalau pakai alat bantu yang bernama Set Top Box (STB)!

Dan gara-gara masih mempertahankan teknologi TV analog, Indonesia malah dapat pertanyaan "keras" dari dunia, tepatnya International Telecommunication Union (ITU) yang intinya, harus segera angkat kaki dari siaran analog yang telah menemaninya selama 57 tahun!

"Tapi 'kan, harus nunggu revisi UU Penyiaran dulu"

"Oke, tapi Indonesia harus pindah ke TV digital! Apa tidak malu, tertinggal dari negara-negara maju, apalagi negeri jiranmu?"

Sumber gambar: Q COSTA RICA
Sumber gambar: Q COSTA RICA
Hmmm, saya jadi merenung, dan berpikir dalam,

Seandainya siaran TV digital telah benar-benar diterapkan di Tanah Air,

Tidak ada kejadian yang sampai-sampai mengorbankan kanal-kanal yang ada, karena kalian tahu sendiri 'kan, kanal TV analog itu terbatas jumlahnya!

Kenyataannya, kemunculan stasiun-stasiun televisi baru tak bisa terbendung lagi. Nusantara TV yang berdiri tahun 2011 saja sampai tidak kebagian di kanal analog. Lalu, kehadiran CNN Indonesia yang "menumpang" menyiarkan program-nya di Trans TV, memaksa acara berita Reportase mengakhiri siarannya.

Oh ya, ada lagi stasiun TV yang harus bermitra dengan TV lokal, demi menyiarkan acara unggulan mereka. TV Edukasi misalnya, yang bersiaran di kanal berbagai TV daerah.

Namun, sering kali, stasiun TV nasional yang bersiaran di TV lokal, ujung-ujungnya diambil alih oleh TV swasta yang berkedudukan di ibukota. Contohnya ya salah satu TV lokal di daerahku, yang awalnya menayangkan acara SUN TV kala itu, malah benar-benar berubah menjadi iNews sekarang!

Lalu, yang paling tragis lagi, channel anak Spacetoon harus terusir dari kanalnya sendiri pada tahun 2013, untuk digantikan dengan stasiun TV milik Indika, NET. Padahal, program siaran TV digital udah dimulai dan dilakukan pada awal tahun 2012 di era SBY kala itu.

Andaikan saja TV digital sudah diterapkan, rakyat Indonesia lebih bahagia lagi melihat tayangan yang lebih berkualitas dan bermanfaat. Soal "penggusuran" kanal, cukuplah para penikmat TV Anak Spacetoon dan TV lokal jadi korban!

Dan bakal bertambah lagi, dengan pemirsa setia TV berita.

Kok bisa ya? Karena saat ini TV-TV berita yang ada kebanyakan tidak netral lagi! Stasiun TV besar, apa-apa dimanfaatin buat politik. Sebel!

Saya ingat betul, Metro TV pada awal 2000-an malah kupuji karena kualitas program dan beritanya. Namun, sekarang? Condong ke sebelah karena kepentingan politik. Buktinya aja, sampai-sampai mendukung salah satu capres pada Pemilu yang telah berlalu.

Berkaca dari hal itu, apa gak sekalian aja, parpol yang memiliki modal besar untuk mendirikan dan punya stasiun TV partai tersendiri? Tapi nggak mungkin, 'kan? Lha wong siarannya masih betah di analog, kok, dimana satu kavling (baca: kanal) sudah habis buat "membangun" satu stasiun TV.

Terlebih lagi, kami tak bisa menyaksikan jalannya kegiatan parlemen secara bebas. Mungkin, setahu saya ada TV Parlemen, tapi lagi-lagi yang saya lihat "numpang" di stasiun TV lain. Ah, sekiranya sudah pindah ke TV digital, TV Parlemen dan partai politik besar bisa saja punya channel TV sendiri.

Terus, ada gak, korban berikutnya?

Ada, rakyat Indonesia yang sudah punya TV layar datar!

Teringat, waktu saya pernah baca berita, Menkominfo Johnny G Plate bilang begini: banyak (pesawat) TV digital tapi siarannya, analog!

Gimana nggak merasa sedih, coba? TV LED atau LCD yang cocok buat siaran TV digital, malah "dipaksa" menerima siaran TV analog. Akibatnya, kualitas gambarnya memang "kalah" dengan TV digital yang ketajaman gambarnya tidak diragukan lagi!

Ya jangan heran sih, kalau banyak pemirsa yang pada langganan TV kabel atau berlangganan, saking tidak percaya dengan siaran TV analog yang masih bertahan di negeri ini.

Ditambah lagi, TV CRT yang merupakan pesawat TV analog, sudah berhenti memproduksi. Lihat, di toko-toko elektronik dewasa ini, lebih banyak TV LED, 'kan? Oh, pantesan, di Uang Kaget, banyak target yang milih TV layar datar ketimbang TV tabung!

Oh ya, bahkan iklan-iklan pesawat televisi saat ini sudah mengarah ke LCD atau LED. Terakhir kali, ada iklan TV tabung sekitar tahun 2010, menurut yang saya lihat di YouTube. Setelah itu, apa? Semua pesawat TV bentuknya layar datar semua!

Begitulah, distrupsi teknologi telah terjadi, dan itu nyata! Gara-gara hal ini, plus kualitas acara TV yang semakin memburuk, membuat banyak pemirsa beramai-ramai nonton di Youtube, live streaming, dan lain-lainnya. Beneran deh!

Terus, dampaknya apa? Ya, bisa dilihat sendiri! Stasiun "Televisi Masa Kini" malah kalah bersaing, pemasukannya turun karena minim iklan, dan minim iklan karena minim pemirsanya juga.

Padahal iklan adalah "bahan bakar" bagi stasiun TV untuk tetap kuat dan bertenaga, sehingga tetap bisa bertahan. Dan itu, mungkin yang mendorong stasiun-stasiun TV untuk bikin acara yang boombastis, gak peduli baik atau buruk, pokoknya demi rating yang menarik para pengiklan untuk memasang pariwara di sela-sela acara TV-nya!

Dan ternyata, para pemasang iklan malah beralih ke media online yang sudah pasti, lebih murah! Buktinya, waktu buka Youtube, yang muncul duluan, malah iklan. Ini adalah dampak yang jelas, dari meningkatnya jumlah penonton di Youtube, yang selangkah lagi, bisa menyalip jumlah pemirsa stasiun TV jika tidak kunjung berubah!

Waduh, kenapa bisa terjadi, ya?

Nah, pasti ada biang keroknya. Rencana untuk berkemas-kemas siaran menuju TV digital, jadi berantakan karena kinerja buruk DPR periode sebelumnya.

Bayangkan, dari 189 RUU yang ditargetkan, baru 91 UU yang disahkan. Sisanya? Ya diterlantarkan, termasuk revisi UU Penyiaran yang harusnya jadi prioritas utama mengingat perkembangan teknologi yang semakin dahsyat!

***

Hmmm, pantas saja, Ibu Pertiwi sampai bersedih melihat anak-anaknya tidak lagi menonton televisi yang kini jadi pajangan di almari, malah asyik menonton lewat smartphone!

Bahkan sambil berkata dengan nada menyesal: "Andaikan, putra-putriku sudah memindahkan siarannya di TV digital, tentu keadaannya tidak seperti ini!"

Sebuah penyesalan, atas perkembangan dunia pertelevisian di negeri ini yang sudah sangat TERLAMBAT!

Demikian penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun