Mohon tunggu...
Nahariyha Dewiwiddie
Nahariyha Dewiwiddie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Penulis dan Pembelajar

🌺 See also: https://medium.com/@dewiwiddie. ✉ ➡ dewinaharia22@gmail.com 🌺

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Para Penulis, Hakikatnya adalah Pembelajar Sejati

16 Desember 2017   03:57 Diperbarui: 16 Desember 2017   23:25 3251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Shutterstock

Memang sih, saya gila membaca dan rakus belajar, tapi kalau hasilnya tak dipakai, buat apa?

Saya merasa terinspirasi, kala saya (selesai) membaca artikel "Sertifikat, Pelajar dan Pembelajar" yang dimuat dalam buku You Are A Leader! karya Arvan Pradiansyah. Dalam artikelnya, beliau menjelaskan perbedaan orang yang hanya ingin "membangun citra luarnya" lewat sertifikat, orang yang belajar sehingga disebut pelajar, terus orang yang senantiasa menjadi pembelajar.

Nah, kalau saya hubungkan dengan dunia kepenulisan, maka dua kata yang bercetak tebal itulah yang ingin saya bahas hari ini.

Lho, emangnya pelajar dan pembelajar itu, sama ya?

Hmmm, memang sihkedua kata itu sama-sama pakai kata dasar "ajar", tapi kalau saya merujuk pada artikel tersebut, kedua kata tersebut tentu punya makna tersendiri. Apa saja ya, maksud dari keduanya?

***

Kemarin, pikiranku jadi terbayang akan sebuah artikel yang pernah saya baca, ditulis oleh Pak Tjipta. Judulnya, "Penulis adalah Pembaca, Mengapa Pembaca Tidak Menulis?" Nah, dalam tulisannya, beliau menjelaskan bahwa orang yang gemar membaca, belum tentu jadi penulis, sedangkan seorang penulis, pasti adalah pembaca, iyaa 'kan?

Terus, kok bisa terjadi demikian?

Begini. Kalau saya dikaitkan dengan penjelasan Pak Arvan, saya bisa menemukan "titik temu", yang bisa menjawab artikel di atas.

Pembaca, adalah orang yang membaca tulisan-tulisan orang lain, sedangkan membaca adalah salah satu cara manusia untuk belajar dan memperoleh pengetahuan. Bahkan, ketika membaca, otak kita diajak untuk belajar!

Ya, memang sih ilmu pembaca itu banyak, malah melimpah ruah. Tapi, mereka tak menerapkan ilmu yang mereka pelajari untuk meningkatkan kualitas hidup. Contoh kecilnya, mereka yang dikaruniai kepintaran, bisa menguasai pengetahuan. Sayangnya, mereka enggan menuangkannya dalam tulisan. Apa mereka memang tidak suka menulis, atau enggak pede? Hmmm, entahlah.

Karena itulah, mereka yang hanya membaca tulisan, disebut sebagai pelajar.

Namun, ada juga lho, mereka yang selesai membaca tulisan, tidak mau hanya disimpan dalam kepalanya. Hasil bacaannya itu, kemudian disusun kembali dalam bentuk tulisan. Pokoknya, dia benar-benar menerapkan dan mengamalkan ilmunya untuk dijadikan ide dan bahan tulisan, agar dia tetap konsisten dan bersemangat menulis lagi dan lagi. Orang itulah, yang dimaksudkan sebagai pembelajar.

Jadi, seorang pembelajar, tentu tidak hanya menangkapapa yang dipelajari, melainkan dilanjutkan dengan memperluas dan mengaitkan dengan pengalaman, menerapkannya, dan berbagi. Ya, seperti itulah yang sering dilakukan oleh seorang penulis. Karena mereka meyakini, kalau mau bisa menulis dengan baik dan berkualitas, tentu harus banyak membaca kemudian merangkaikan hasilnya, bukan dengan jalan salin-tempel!

Dengan demikan, mereka yang suka menulis, memang layak diberi predikat sebagai pembelajar sejati. Karena, seperti yang dikatakan penulis Nurul Asmayani, mereka yang menapaki dunia kepenulisan, tentu saja belajar dari orang lain dan diri sendiri, dari bacaan apa saja, dan di mana saja.

Tapi, kalau hasil pembelajarannya sudah ditangkap, jangan lupa untuk menuliskannya, ya!

***

Rektor: Prof, mana bukti kepakaranmu!

Profesor: Buktinya apa?

Rektor: Ya, karya tulismu!

Profesor: ????? (bingung karena belum dikerjakan)

Kalau kalian perhatikan ilustrasinya, itu sudah banyak yang terjadi. Karena, dalam pandangan masyarakat, kalau sudah meraih gelar doktor, ya selangkah lagi mereka "dituntut" akan meraih jabatan dan kekayaan yang lebih tinggi. Tapi, apa iya, menuntaskan pendidikan doktoral, berarti belajarnya sudah selesai?

Belum! Justru itu, pendalaman pengetahuannya justru dimulai setelah seseorang lulus kuliah strata tiganya, dengan cara banyak membaca dan riset. Dan, bukankah dosen dan profesor dituntut untuk menulis dan menulis, bukan semata mengajar?

Maka, memang wajarlah kalau dosen dan profesor dituntut untuk jadi pembelajar sejati, biar bisa memudahkan menjadi penulis dan menjadi teladan untuk para penulis lainnya. Jangan kalah dengan penulis-penulis biasa! Walaupun hanya lulusan SMA saja, dia bersemangat membaca dan menulis, mengapa mereka tidak bisa?

Makanya, saya salut deh, para profesor dan dosen yang mau menulis. Karena, mereka melakukannya bukan semata kewajiban, tetapi berbagi apa yang dipelajarinya. Mereka, memang tak sekadar membaca, riset, dikaji terus selesai. Lalu, mereka mengaitkannya dengan apa yang dialami dan diteliti di sekitarnya, lalu menerapkannya keilmuan itu, yang kemudian diwujudkannya dalam bentuk buku.

Jadi, setelah saya meneliti buku-buku karya para profesor yang terpajang dalam rak meja kerjaku, memang benar, mereka menuliskan fenomena-fenomena yang dipelajari, yang dipadukan oleh referensi yang mereka baca seperti yang terlampir di daftar pustaka. Mereka, memang mengabdikan dirinya untuk masyarakat lewat buku-buku yang dituliskannya sebagai bukti kepakarannya. Dan, itulah seorang pembelajar sejati.

Kalau dengan para dokter, ya apalagi. Mereka harus tetap jadi pembelajar seumur hidupnya. Karena, ilmu kedokteran sekarang ini berkembang dengan pesatnya, dan kalau tidak cepat-cepat mengejar ketertinggalannya dengan membaca, ya keilmuan mereka tak bisa dipercaya! Dan itu tidaklah terlihat bukti jadi pembelajar itu, kalau mereka tidak menuliskannya.

Dan, para penulis (dari keilmuan) yang lain, tetaplah jadi pembelajar sepanjang hayat, karena itu adalah cara yang bisa mengarahkanmu untuk terus berkarya!

Demikianlah penjelasannya, salam Kompasiana!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun