Di tengah gelombang modernisasi dan industrialisasi pertanian, banyak petani di desa masih berpegang pada metode budidaya tradisional, termasuk penggunaan pestisida kimia secara masif. Fenomena ini tak luput terjadi di Dusun Sukorejo, salah satu dusun di Desa Kepuharum. Di balik hamparan sawah hijau yang tampak menjanjikan, tersembunyi kenyataan yang cukup mengkhawatirkan: sebagian besar petani masih mengandalkan bahan kimia sintetis tanpa memahami risiko jangka panjangnya terhadap lingkungan maupun kesehatan mereka sendiri.
Penggunaan pestisida kimia memang memberikan hasil yang instan: hama cepat mati, panen meningkat. Namun, dampaknya jauh lebih kompleks daripada yang terlihat di permukaan. Residu kimia yang terserap ke dalam tanah dan air bisa bertahan dalam waktu yang lama, mengganggu keseimbangan mikroorganisme alami, bahkan mencemari sumber air yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari- hari. Selain itu, paparan berulang terhadap pestisida juga meningkatkan risiko penyakit kulit, hingga kanker, baik bagi petani maupun konsumen hasil pertanian.
Melihat ini, kami dari kelompok KKN R22 Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya merancang program edukatif yang bertujuan untuk memperkenalkan  pestisida  nabati  sebagai  solusi alternatif yang lebih sehat, berkelanjutan, dan ekonomis. Edukasi ini dilakukan melalui pendekatan langsung kepada warga, terutama para petani aktif di Dusun Sukorejo, dengan metode pelatihan, diskusi kelompok, dan praktik lapangan.
Pestisida nabati merupakan racun hayati yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti daun mimba, bawang putih, serai, lengkuas, bahkan cabai rawit. Senyawa-senyawa aktif di dalam tanaman tersebut bersifat toksik bagi hama, tetapi aman bagi manusia dan lingkungan. Salah satu formula yang kami perkenalkan adalah campuran ekstrak bawang merah dan bawang putih yang difermentasi selama beberapa hari sebelum disemprotkan ke tanaman. Ramuan ini terbukti cukup efektif mengusir hama penggerek batang dan wereng cokelat pada tanaman padi.Â
Proses edukasi tidak hanya menekankan pada pengetahuan ilmiah semata, namun juga pada aspek ekonomi dan keberlanjutan. Bahan baku pestisida nabati bisa didapatkan dari kebun sendiri atau pasar tradisional dengan biaya yang jauh lebih murah dibandingkan pestisida kimia. Di saat harga pupuk dan pestisida kimia terus meroket, penggunaan pestisida nabati menjadi angin segar bagi petani kecil yang ingin tetap bertahan tanpa harus menambah beban biaya.Â
Tentu saja, perubahan paradigma bukan hal yang mudah. Beberapa petani awalnya ragu terhadap efektivitas pestisida alami. "Apa bisa membasmi hama hanya pakai bawang putih dan daun-daunan?" begitu salah satu petani bertanya dalam sesi diskusi. Namun  keraguan itu mulai sirna ketika mereka melihat langsung hasil uji coba di lahan demplot yang kami buat bersama warga. Hama mulai berkurang, dan tanaman tetap tumbuh subur tanpa bahan kimia tambahan.
Selain pelatihan teknis, kami juga memberikan modul panduan sederhana agar petani bisa membuat dan menerapkan pestisida nabati secara mandiri setelah program KKN selesai. Modul ini mencakup resep, cara pengolahan, dosis penggunaan, serta waktu aplikasi yang tepat. Perubahan besar selalu dimulai dari langkah- langkah kecil. Dengan program ini, kami berharap tercipta kesadaran baru di kalangan petani tentang pentingnya pertanian berkelanjutan. Harapan kami tidak hanya menciptakan sawah yang bebas dari racun, tetapi juga melahirkan generasi petani yang lebih cerdas, mandiri, dan peduli pada lingkungan.
Dusun Sukorejo memiliki potensi besar untuk menjadi contoh desa pertanian sehat Jika konsistensi edukasi dan pendampingan terus dijaga, kami yakin dalam beberapa tahun ke depan, akan muncul perubahan baik dari sisi produksi, ekosistem pertanian, maupun kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Seperti kata pepatah, "Jika ingin panen besar, tanamlah benih yang baik dan rawatlah dengan bijak." Maka marilah kita mulai menyemai perubahan dari sekarang, demi masa depan pertanian Indonesia yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI