“Dit, ayo pulang!” ulang Zahra.
Tak juga ada jawaban.
“Diajak pulang tuh,” kataku sambil menyenggol lengannya.
“Nanti dulu,” jawabnya singkat tanpa menatapku ataupun Zahra.
Aku mengamati Dita dengan lebih teliti. Sepertinya aku mengenali tatapan seperti yang dilakukan oleh mata Dita saat ini. Itu tatapan...
“Lihat apa sih?”
Pemikiranku terpotong oleh suara Zahra yang bergema dikuping sebelah kananku. Kami berdua tanpa sadar mengikuti arah pandangan Dita dan menemukan penyebabnya. Benar dugaanku. Dita sedang sibuk main mata dengan seorang pria yang duduk tidak jauh dari kami. Dan yang tidak mengejutkan tentu saja pria itu harus pria asing.
Temanku Anditha Wijaya, berusia 23 tahun tetapi masih sangat terobsesi dengan cerita dongeng peradaban Shakespeare. Menggunakan bahasa inggris dimanapun dan kapanpun Dia inginkan. Bukan karena dia Indo blasteran atau keturunan Indonesia yang telah lama menetap di luar negeri, tetapi karena Dia terobsesi untuk mendapatkan seorang Pria asing sebagai kekasihnya. Aku ngga tahu Dia dapat ide dari mana, sampai begitu yakin dengan Dia berbicara menggunakan bahasa Inggris setiap hari maka akan mendapatkan seorang pria bule. Sedikit menyebalkan karena Dia terus saja berbicara menggunakan bahasa Ratu Elizabeth dan dengan logat yang membuat kepalaku sakit setiap kali mendengarnya berbicara.
“Pulang sana!” ucapku sambil mengangkat tangan seraya mengusir.
“Shut up!” jawab Dita lebih galak kepadaku. “Wait, okay?” tambahnya ke Zahra.
“Penyakit lama!” cibirku sebal.