Mohon tunggu...
Sri Dewi Puspa Sari
Sri Dewi Puspa Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saat ini saya seorang mahasiswa semester 3 jurusan sosiologi. Hobi saya adalah berenang dan membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sekilas Ilmu dari Buku "Islam, Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas" (Review)

14 November 2022   22:58 Diperbarui: 16 November 2022   21:55 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada Desember 2017, terbitlah sebuah buku berjudul “Islam Kepemimpinan Perempuan dan Seksualitas (IKPS)”. Buku ini berisi kumpulan tulisan ini menyajikan pemikiran-pemikiran Dr. Neng Dara Affiah. Penulis (Neng Dara Affiah) adalah seorang muslimah feminis, mantan komisioner Komisi Nasional Perempuan periode 2010-2014, dan pengasuh pondok pesantren Annizhomiyyah, Pandeglang, Banten. 

Bertemunya latar belakang muslimah tradisional dengan pendidikan tinggi dan pemikiran progresif ditambah aktivitasnya, membuat profil berikut pemikiran Neng Dara Affiah sangat menarik untuk kita telaah. Tulisan-tulisan dalam buku ini merentang sejak zaman awal reformasi, tahun 1998 hingga tahun 2016.

Paragraf pertama pada artikel pertama berjudul “Islam dan Kepemimpinan Perempuan”, langsung menegaskan pendirian penulis yang menjadi pondasi pemikiran dalam seluruh aktivitas dan gagasan-gagasannya. Yakni, memandang ajaran Islam sebagai ajaran yang menjunjung tinggi kesetaraan di antara sesama manusia. Pandangan itu didasarkan pada argumen teologis. Di halaman 3 tertulis:

“Salah satu keutamaan ajaran Islam adalah memandang manusia secara setara dengan tidak membeda-bedakannya, berdasarkan kelas sosial (kasta), ras dan jenis kelamin. Dalam Islam, yang membedakan sesorang dengan yang lain adalah kualitas ketakwaaannya, kebaikannya selama hidup di dunia dan warisan amal baik yang ditinggalkannya setelah ia meninggal (QS. Al Hujarat 49:13).”

Kehadiran tentang berkembangnya dunia perempuan di belahan dunia manapun selalu saja menyisakan luka batin yang cukup membekas. Luka batin itu bisa kita lihat dari sejumlah pertanyaan fundamental yang muncul. Beberapa pertanyaan itu diantaranya ;  mengapa kesaksian perempauan adalah separuh harga laki-laki? 

Dalam agama mengapa perempuan tidak boleh menjadi pemimpinMengapa pernikahan pada seorang perempuan lajang membutuhkan restu dari orang tuanya sementara untuk seorang janda tidak memerlukan itu? Mengapa, mengapa dan mengapa? Kehadiran perempuan, seolah separuh dari kehadiran laki-laki. Dengan demikian, terdapat dikriminasi identitas kemanusiaan dalam kehidupan antara jenis kelamin laki, dan perempuan.

Dalam buku ini, Neng Dara memaparkan tentang identitas nasional harus itu harus fleksibel. Mengapa demikian? karena Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam suku, agama, dan klan di setiap daerahnya. Jadi dari manapun asal keberadaan masyarakat dari golongan berbeda, tidak mengurangi tetap menjadi bagian dari kesatuan negara Indonesia. Latar belakang buku ini adalah bagaimana sih pandangan agama harus bersifat dialektik pula, mendengar keluh kesah masyarakat yang tertindas khususnya para perempuan dan melihat segala permasalahan dari berbagai sudut pandang tidak hanya dari satu sisi sudut pandang saja.

Buku ini berisi jejak-jejak pemikiran seorang muslimah feminis. Neng Dara Affiah mampu meyakinkan pembaca bahwa Islam tidak bertentangan dengan kesetaraan laki-laki dan perempuan. 

Menolak dipoligami dan memilih presiden perempuan, misalnya, tidak akan mengurangi keIslaman seorang muslim atau muslimah. Tidak hanya bagaimana agama melihat posisi perempuan, dalam buku ini, Neng juga mengungkapkan kekhawatirannya yang terjadi selama ini akibat meluasnya kasus intoleransi yang disandarkan atas nama agama di masyarakat. 

Pada Bab 4 tentang Patriarki dan Sektarian di halaman 159-167, Neng melihat perlu pembenahan dalam pengajaran agama dalam komunitas agama yang selama ini cenderung membentuk fanatisme buta kelompok. Ia menawarkan beberapa poin sebagai upaya memperkecil agar isi dakwah tidak bersifat sektarian, memiliki kesetaraan gender, tidak ritualistik, dan memiliki perspektif kesetaraan iman.

Pasalnya, selama ini materi-materi yang disampaikan oleh para da’i atau misionaris hanya mendukung pemahaman suatu pandangan kelompok tertentu saja, tetapi tidak mengimbanginya dengan pandangan kelompok lain. Pada Akhirnya kemudian memunclkan berbagai prasangka di antara mereka yang pada gilirannya menimbulkan berbagai benturan dan konflik sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun